Langsung ke konten utama

Postingan

Datanglah

Masih pagi, lagi-lagi terlalu pagi hanya untuk memikirkanmu. Pagi ini aku benar-benar membeku, menunggumu semalaman dalam hiruk pikuk yang terasa begitu sepi, hingga aku terlelap dan berakhir seperti ini, terbangun dalam kehampaan. Aku merasa begitu sedih, karena kejauhan jadi nampak teramat nyata. Apakah kamu merasakannya, kesedihanku itu Tuan. Dalam ingar-bingar yang sudah berakhir, aku masih berharap kita dapat bergandeng tangan, dan aku masih menjadi tempatmu untuk pulang. Tapi tidak seperti itu, mengapa kamu memilih untuk berhenti berjalan, jika bagimu rasa itu tak mungkin tersimpan lagi, lalu bagaimana dengan perasaanku yang terus mengalir tanpa tahu caranya berhenti. Katamu tak ada jalan untuk kembali?? Mengapa kamu terlalu mudah menyerah seperti itu, haruskah selalu aku yang mengupayakan kita? Ini terlalu menyakitkan Tuan, aku benci kita seperti ini, berada dalam satuan jarak terpanjang, pada kedekatan yang tak saling menyapa. Aku tak punya kekuatan dibalik ketiadaan in...

kuharap ramai

Aku hanya ingin berhenti menjadi satu-satunya yang mengerti dan berupaya sendiri. Bukan menyerah, aku hanya kelelahan, tapi mengapa aku tak kau hampiri hanya sekedar untuk membantuku berjalan. Sebaliknya kamu malah berbalik arah dan lamat-lamat jauh hilang dari pandangan. Apa hanya aku yang satu-satunya patah hati karena perpisahan ini. Aku bahkan tak berpikir ini benar-benar berakhir, tapi mengapa kau tak jua datang, barangkali untuk menjemputku dan kembali merengkuhku dalam dekap pelukmu. Sepi rasanya, aku berjalan tanpa tau arah yang kutuju. Sepi ini menyayat hatiku, entah berapa banyak air mataku tumpah hanya untuk menangisi jarak ini. Bahkan aku membenci angin malam yang tidak sengaja membawaku pada ingatan tentangmu. Aku tersedu dalam derajat celcius yang rendah, rasanya dingin dan teramat dingin, seperti aku akan membeku menunggumu. Bukan seperti ini yang kumau, jauh dari yang kumaksudkan, tak bisa kujelaskan, sedangkan kamu tak berusaha tuk memahaminya. Mungkin jarak...

Tiba-tiba

Tiba-tiba​ Tiba-tiba mendung menghampiri mata, kala mataku tertaut pandang padamu. Bukan jarak yang cukup jauh, jika hanya untuk datang, menghampirimu, kemudian memelukmu dengan erat, kemudian berkata dengan lirih ditelingamu, aku merindukanmu. Tiba-tiba berkabut, masih saat mataku memandangmu yang berjalan menjauh dari tempatku berdiri, hanya sekilas mata kita bertemu, namun kau lempar pandangan itu begitu cepat, dan seketika aku merasa dicampakkan. Cukup singkat hingga kamu menghilang dari pandanganku, sedangkan aku masih mematung membisu dengan kabut dimataku. Tiba-tiba seperti tersambar, gemuruh riuh terdengar dimana-mana, tapi aku merasa sepi, amat sepi sejak banyak waktu kulewati tanpa kita saling mengabari, aku tak tau kamu dimana, sedangkan aku masih ditempatku bersama gemuruh yang sepi menantimu menyapaku, menghampiri memelukku, membisikkan dengan lirih ditelingaku, bahwa kau pun merindukanku, lebih banyak. Seperti akan hujan.. Mendung, kabut, dan gemuruh jadi satu, dan...

Tanpa

Aku tak tau bahwa segala hal yang kuupayakan berakhir seperti ini. Mengalir, menguap, lambat-lambat jelas tapi memudar. Kita pudar, aku dan kamu. Aku tak ingin berdebat dan kamu tetap pada dirimu, tak ingin peduli sama sekali. Aku hanya merasa tak dicintai lagi, atau dari awal cinta itu memang tak pernah ada bagimu? Sungguh, aku benar-benar masih ingin mengupayakan segalanya, bahkan perasaan dilukai ini membuatku semakin tertarik pada sebatas mana kemampuanku bertahan. Tapi ini sungguh menjijikkan, aku berdiri sendiri dengan cinta yang jelas lebih besar dari milikmu seperti si tolol yang tak tau diri. Seperti si bodoh yang hilang akalnya. Ditertawakan, dilempari tatapan kasihan, dianggap manusia bodoh sedunia karena selalu mengharapkanmu dengan penuh cinta. Apa rasanya jadi aku, kamu tak pernah ingin tau tentang hatiku, dan hatimu terlalu sempit untuk kulalui. Aku dan kamu seperti sebuah nada yang tak pernah seirama, hanya saja aku yang terlalu memaksakan agar semuanya tak t...

Sebelum Kamu Pergi

Sebelum kamu pergi, bahkan sebelum kamu benar-benar pergi aku sudah merasakan kehilangan. Tanpa kejelasan, tanpa pertengkaran yang nyata, kamu hilang begitu saja, tanpa berita ataupun sepucuk pesan, hingga rasanya aku tersiksa serta mati rasa. Aku tidak tau mengapa kamu seperti ini, meninggalkanku tanpa kepastian disaat aku sedang sangat mencintaimu. Aku tak mengerti ada apa denganmu, apa yang kamu inginkan dari memperlakukanku seperti ini, memang salahku yang menganggapmu begitu berarti sedangkan kamu tidak peduli sama sekali. Aku hanya mati-matian ingin memperjuangkan hubungan ini, tapi aku terlalu lelah saat ini mengayuh segalanya sendiri, egomu terlalu berat sedangkan perasaanmu tak sebanyak itu untukku. Maafkan kebodohanku yang terus bertahan meski kau lukai berkali-kali, pria sepertimu tak akan pernah paham arti sakit hati yang sesungguhnya, kamu tidak akan pernah mengerti bahwa aku menjadi yang paling terluka disini dengan segala hal yang kau piker sederhana yang mel...

terhimpit

Malam ini begitu dingin, entah mengapa tapi rasanya amat menyesakkan, dadaku terhimpit lagi. Tidak peduli malam ataupun pagi, selalu saja nyeri ini yang kau suguhkan, sampai aku membenci kenyataan. Aku harus apalagi, bahkan berharap pun tak bisa kulakukan, sudah terlalu banyak sebabnya yang kau hempaskan. Aku hanya merasa manusia paling bodoh, bodoh sekali. Bagaimana bisa aku jadi hampir gila karenamu, rasanya tak karuan, sekeras apapun aku untuk tak peduli, tetap saja memikirkanmu jadi prioritasku. Bodohnya lagi, aku sendiri tak tau bahwa aku ini apa bagimu, kenyataan bahwa aku tak pernah jadi penting untukmu sangat mencambukku. Aku sudah mencoba bertahan, sekuat yang kubisa dan semampu kulakukan, tapi tetap saja aku tak pernah bernilai dimatamu. Bahkan kau tak pernah tau bahwa aku mencintaimu dengan sepenuh hati, bukan hanya sekedar kebetulan seperti pada awalnya, bukan ketidaksengajaan yang tanpa alasan, aku memang tidak tau kenapa, tapi aku tau jika aku benar-benar menyukai...

bungkam

Hari ini hujan namun hanya sejenak. Aku termangu sambil mendekap lututku yang sengaja ditekuk, dingin rasanya namun tetap tak kubalut tubuh ini dengan selimut merah mudaku. Biar saja kupikir, aku hanya berharap ada seseorang yang memelukku saat ini. Ternyata benar adanya bahwa Tuhan maha surprise, dan sungguh hidup ini penuh dengan kejutan. Hari ini aku bertemu ayahku, dia tampak terlihat lebih tua untuk seusianya, dan dari tatapan matanya aku tau dia merindukanku. Sama dengan ku yang juga rindu, hanya saja kami memang tak tau bagaimana cara mengungkapkannya, dan aku amat kecewa tak mendapat pelukan darinya. Rasanya baru kemarin, saat terakhir kali kami terlihat seperti ayah dan anak sesungguhnya. Sudah bertahun-tahun berlalu, dan rasanya masih semenyesakkan ini. Mungkin hidupku terlalu melankolis kedengarannya, tapi terserah lah takdir memang tak berpihak pada waktu yang tepat. Aku tak tau harus bersyukur atau merutuki segala yang terjadi. Hanya saja mengapa tak dibiarkan ap...