Langsung ke konten utama

Postingan

Pisah.

Perpisahan kita sekarang, bisa jadi adalah cara Tuhan untuk menyelamatkan kita dari luka yang berkepanjangan. Meski kini, kita yang masih saling menyayangi hanya bisa berjalan sendiri-sendiri. Saling mendoakan tanpa saling mengetahui. Saling menyemogakan meski tak mungkin bersanding kembali. Aku tau, tidak ada yang baik-baik saja diantara kita. Semua tawa hanyalah hahahaha yang keluar dari pita suara. Berpisah baik-baik, katamu? Tidak seperti itu yang kurasa. Aku tak pernah merasa baik semenjak tak ada lagi kamu yang menggenapiku. Kebaikan apa yang kudapat jika dalam setiap nafas yang kuhirup hanyalah sesak yang tertinggal. Harusnya bukan seperti ini. Harusnya saat itu aku lebih bersikeras untuk tinggal saat kamu bersikeras untuk pergi. Bagaimana bisa kamu melakukannya. Bagaimana bisa kamu tidak menyekanya, meski jelas kau lihat air mataku mengalir tanpa sopan. Berlalu kamu dari sebelahku. Lantas kini, mau diapakan segala mimpi yang telah kita ucap. Dan kemudian, ...

Berdamailah.

Kepada, setiap raga yang tak benar-benar menyatu dengan jiwa. Dimanapun kamu berada, percayalah bahwa kamu tidak sendirian. Mungkin kamu sedang membaca ini sembari menahan tangis karena merasa dunia tak pernah berpihak kepadamu. Mungkin kamu sedang berada di bus, dalam perjalanan penuh pelarian berharap perpisahan orang tuamu tidak benar-benar terjadi. Mungkin kamu sedang marah, karena sahabat dan kekasihmu mengkhianatimu. Bisa jadi kamu sedang tidak baik-baik saja karena terjebak dalam perputaran waktu yang hanya itu-itu saja. Mungkin kamu sedang frustasi karena deadline pekerjaan atau juga karena tumpukan tugas yang tak kunjung selesai. Mungkin juga kamu sedang gundah karena hanya tau caranya menyukai tanpa tau cara menyampaikannya. Mungkin kamu sedang memaki diri sendiri karena menjadi pengecut yang hanya berani mencintai diam-diam. Atau mungkin kamu sedang sembunyi dari hiruk pikuk kehidupan yang membosankan. Atau juga mungkin kamu yang hatinya sedang terluka karena dit...

JIKA.

Jika dalam genggammu bukan lagi jemariku yang tertaut. Jika dalam tatapmu bukan lagi bayangku yang kau lihat. Jika dalam pelukmu bukan lagi aku yang kau dekap. Jika dalam hatimu bukan lagi aku yang disana. Kuharap itu terjadi karena memang tak ada lagi aku. Karena tanganku terlalu lemah dan tak mampu lagi untuk menggenggam. Karena mataku tak lagi dapat terbuka dan membalas tatapmu. Karena tubuhku terlalu kaku dan dingin untuk kau dekap. Bukan karena tangan orang lain lebih ingin kau genggam. Bukan karena mata orang lain lebih indah dan memukau. Bukan karena tubuh orang lain lebih ingin kau eratkan. Bukan karena hati lain lebih ingin kau tempati. Sampai saat itu tiba. Kuharap tangan ini takkan pernah kau lepas. Diri ini yang selalu kau lihat. Tubuh ini yang selalu kau rengkuh. Dan biarkan hanya aku ini satu-satunya yang mengisi penuh hatimu.

PERGI.

Sudah waktunya langit biru menjadi merah. Dalam perjalanan pulang, terlintas dalam benak mengenai pergi. Entah, pergi kini jadi terdengar memilukan. Meninggalkan tangis juga jejak kesendirian. Sorak-sorai tak lagi ramai sungguhan. Tawa kini hanyalah gema yang dipentaskan dengan penuh metafora. Denyut waktu mengusung sepi ditemani derai air mata. Berkecamuk hati karena peluh telah luruh. Kutapaki pualam memandangi senja kesumba. Berwindu penantian penuh auman bermuara pada kelamnya nestapa. Temaram sudah senyum tak lagi dapat merekah. Dalam kesemuan diri ini bersepi.

Mengamini Keserakahan.

Aku mencintaimu. Hanya saja aku tak tau bagaimana cara untuk menggambarkannya. Biarkan aku menulis beberapa alinea untuk membuat semesta memercayainya. Senang mengenalmu. Senang karena yang kau sapa adalah aku. Senang karena aku ada disitu pada sabtu malam itu. Takdir memang tak seterduga itu. Aku menyukaimu, bahkan sebelum tatap kita saling bertemu. Terimakasih telah jadi menyenangkan untukku, walau aku bukanlah wanita yang kau kenal cukup lama. Terimakasih karena kau tak banyak berpikir untuk menjadikanku duniamu. Dalam waktu yang singkat, setelah patah hati yang cukup berat. Mengenalmu adalah seperti obat paling mujarab yang Tuhan berikan. Aku sungguh berterimakasih pada-Nya telah membiarkanmu menemukanku. Mulanya, kukira kesendirianku akan memakan waktu yang lebih lama dari ini, apalagi setelah ini patah hati ketiga yang kualami. Berawal dari sabtu malam itu, hingga kini notifikasi pesanmu adalah yang utama kunanti. Sudah, jangan buat aku tertawa lagi. Aku tak...

Pak, Buk.

Pak, Buk. Aku berjanji, aku takkan mengeluh meski tak ada yang mengajariku aljabar juga rumus pythagoras. Asal kalian kembali dan tak membuatku melalui segalanya sendiri. Pak, Buk. Aku berjanji takkan minta dibelikan kue ulang tahun atau sepeda untuk hadiah ulang tahunku. Asal kalian kembali dan tetap bersamaku saat bertambahnya usiaku. Pak, Buk. Aku berjanji aku tidak akan meminta apapun, bahkan walau hanya 5 buah permen digenggaman tangan. Asal kalian kembali dan tetap bersamaku, aku akan menjadi anak yang paling tenang. Pak, Buk. Aku berjanji tak masalah tinggal dimanapun, meski rumah kayu di pegunungan, dan meski harus tidur dalam gelap pun. Asal kalian kembali dan tetap bersamaku, memelukku dalam gelap itu. Pak, Buk. Aku berjanji takkan malu meski ibuk dan bapak tak bisa berbahasa inggris, tak mengerti tentang tren atau hal-hal yang sedang laris. Asal kalian kembali dan tetap bersamaku, dan membiarkan aku tau arti sederhana yang membahagiakan. AKU BERJANJI, SUNGGUH!! ...

Teruntuk Tuan Pengantar Surat.

Teruntuk tuan pengantar surat . Tuan, antarkan surat ini pada mereka, siapa saja diantara keduanya. Jangan sampai surat berperangko itu kau abaikan karena kau lebih mendahulukam paket kilat khusus. Tuan, kuberitahu sedikit tentang isi surat itu. Disana aku menuliskan sisi lain diriku, atau mungkin itu diriku yang sesungguhnya yang tak pernah mereka pahami. Tuan, aku hanya ingin dipahami. Aku ragu, apakah aku benar-benar hidup saat ini. Rasanya seperti ada dan tiada. Mengertikah Tuan? Aku ada tapi ditiadakan. Sepi, dalam hiruk pikuk yang ramai aku tak tau aku siapa. Aku tak yakin benar apakah aku sudah menjalani hidup ini dengan benar. Akhir-akhir ini, banyak hal yang ku sesali dalam hidup. Dan aku ingin menyalahkan mereka atas segala pilihan penuh sesal itu. Tapi aku kebingungan Tuan. Aku tidak memaki, tidak juga berubah menjadi pemarah dalam sekejap. Dalam penuh kesadaran aku menulis itu. Pak, Buk? Aku ini siapa?? Aku sedang kesulitan, segalanya tak ...