Memandang langit yang kosong tanpa bintang aku berharap hujan segera tiba, ada sesuatu yang kurindukan dari setiap titik air yang turun dari langit itu, bulirnya sama seperti derai air asin yang bergulir dari kelopak mata yang sedari dulu sayu ini.
Mata pembohong!
Rasanya ingin sekali berteriak pada dunia tentang derita nestapa yang begitu menyedihkan ini.
Langit masih kosong, tapi hujan tak juga segera tiba. Aku masih kalut sampai berlarut-larut. Pergi, ingin pergi saja rasanya, menghampiri hujan.
Agar tak ada rasa yang salah lagi, agar tak ada derai yang ku usap sendiri, agar tak ada rindu yang kurasa lagi, agar tak ada perih yang kuderita ini, agar tak ada hati yang tersakiti, agar tak ada pengabaian ini, agar tak ada cinta yang tak kumengerti.
Sesal, salah, aku yang hadapi sendiri. Selalu jadi tersangka dalam skenario ini.
Lagi, sekali lagi segalanya jadi terasa tak adil lagi. Aku harus apa kalau lagi-lagi aku yang disalahkan, aku ini apa?? Korban yang dijadikan tersangka begitu!
Persetan dengan yang namanya adil! Musnah sudah segala yang namanya harapan! Harapan ya hanya harapan, tak kan berubah atau menjelma jadi hal nyata yanh mengindahkan.
Yang menyedihkan ya tetap saja menyedihkan, mau berpura-pura bahagia pun rasanya tetap saja sedih begitu.
Ya apalah, aku sadar pada posisi ini. Yang layaknya memang dicaci dan tercaci. Sudah biasa tiada puji, tak mungkin lagi berharap lebih.
Kalau pada dasarnya sendiri ya walaupun ada yang menemani, pasti akan pergi. Seperti kamu yang sudah tak tahan lagi. Kamu kecewa!! Tapi maaf aku lebih tersakiti. Kecewamu belum sebanding dengan lukaku. Kamu pembohong! Katamu, mataku jangan hujan lagi. Tapi mengapa sekarang kau yang jadi penyebab hujan ini.
Katamu mau terjebak basah bersama, tapi kenapa hanya mataku yang kau buat basah! Lagi-lagi kamu main hati!.
Sudahlah, aku tau kamu tak peduli lagi. Aku saja yang terlalu berharap lebih padamu, aku saja yang terlalu memaksakan adanya kita, aku saja yang masih berharap kamu membaca tulisanku ini, aku saja yang tak tau diri!
Kamu! Tolong jangan hadir dihatiku jika kamu tak ingin singgah, apalagi kalu berniat pergi. Aku benci saat kamu selalu bertanya mauku apa ditengah pertengkaran kita, seolah-olah kamu ingin segalanya berakhir!
Dan aku benci karena aku hanya bisa menjawab "terserah", karena aku benar-benar tak ingin ini berakhir. Aku tak ingin kamu pergi lagi! Aku terlalu naif jika aku bilang aku tak ingin apa-apa! Aku ingin kamu disini, aku ingin kamu tetap tinggal, aku ingin kamu yang menyeka air mataku sambil berkata "matamu jangan hujan", aku ingin kamu jangan pergi!
Aku harus apa jika sudah terlalu cinta, aku harus apa jika sudah terlalu terbiasa olehmu. Kamu obat penenangku! Aku sedang candu!
Mata pembohong!
Rasanya ingin sekali berteriak pada dunia tentang derita nestapa yang begitu menyedihkan ini.
Langit masih kosong, tapi hujan tak juga segera tiba. Aku masih kalut sampai berlarut-larut. Pergi, ingin pergi saja rasanya, menghampiri hujan.
Agar tak ada rasa yang salah lagi, agar tak ada derai yang ku usap sendiri, agar tak ada rindu yang kurasa lagi, agar tak ada perih yang kuderita ini, agar tak ada hati yang tersakiti, agar tak ada pengabaian ini, agar tak ada cinta yang tak kumengerti.
Sesal, salah, aku yang hadapi sendiri. Selalu jadi tersangka dalam skenario ini.
Lagi, sekali lagi segalanya jadi terasa tak adil lagi. Aku harus apa kalau lagi-lagi aku yang disalahkan, aku ini apa?? Korban yang dijadikan tersangka begitu!
Persetan dengan yang namanya adil! Musnah sudah segala yang namanya harapan! Harapan ya hanya harapan, tak kan berubah atau menjelma jadi hal nyata yanh mengindahkan.
Yang menyedihkan ya tetap saja menyedihkan, mau berpura-pura bahagia pun rasanya tetap saja sedih begitu.
Ya apalah, aku sadar pada posisi ini. Yang layaknya memang dicaci dan tercaci. Sudah biasa tiada puji, tak mungkin lagi berharap lebih.
Kalau pada dasarnya sendiri ya walaupun ada yang menemani, pasti akan pergi. Seperti kamu yang sudah tak tahan lagi. Kamu kecewa!! Tapi maaf aku lebih tersakiti. Kecewamu belum sebanding dengan lukaku. Kamu pembohong! Katamu, mataku jangan hujan lagi. Tapi mengapa sekarang kau yang jadi penyebab hujan ini.
Katamu mau terjebak basah bersama, tapi kenapa hanya mataku yang kau buat basah! Lagi-lagi kamu main hati!.
Sudahlah, aku tau kamu tak peduli lagi. Aku saja yang terlalu berharap lebih padamu, aku saja yang terlalu memaksakan adanya kita, aku saja yang masih berharap kamu membaca tulisanku ini, aku saja yang tak tau diri!
Kamu! Tolong jangan hadir dihatiku jika kamu tak ingin singgah, apalagi kalu berniat pergi. Aku benci saat kamu selalu bertanya mauku apa ditengah pertengkaran kita, seolah-olah kamu ingin segalanya berakhir!
Dan aku benci karena aku hanya bisa menjawab "terserah", karena aku benar-benar tak ingin ini berakhir. Aku tak ingin kamu pergi lagi! Aku terlalu naif jika aku bilang aku tak ingin apa-apa! Aku ingin kamu disini, aku ingin kamu tetap tinggal, aku ingin kamu yang menyeka air mataku sambil berkata "matamu jangan hujan", aku ingin kamu jangan pergi!
Aku harus apa jika sudah terlalu cinta, aku harus apa jika sudah terlalu terbiasa olehmu. Kamu obat penenangku! Aku sedang candu!
Komentar
Posting Komentar