Aku hanya ingin pergi, kemanapun terserah.
Menjauh dari hiruk pikuk yang menyebalkan ini.
Adakah semesta lainnya untuk ku singgahi, aku ingin kesana, menciptakan jarak yang tak sanggup kau ukur dengan kilometer, lebih jauh dari jarak terjauh yang kau pikirkan.
Semesta dimana tak dapat kau tinggali, semesta yang tenang dan menyuguhkan bahagia yang sesungguhnya, hanya ada aku dan bahagiaku.
Tak ada kamu, kamu, dan kamu, juga yang lainnya.
Tanpa beban, tiada masalah, lepas, tak terasa berat, hanya diam, sunyi, lenggang, terhampar luas, kosong, hingga aku dapat melakukan apa saja sesuka hatiku.
Disini terlalu menyesakkan, terlebih lagi ditambahkan dengan kenyataan bahwa dunia terlalu melankolis untuk tak diperdulikan.
Aku sungguh kesulitan menghadapi semesta ini, aku merasa dihukum begitu lama dan terlalu lama.
Ah sial, segalanya hancur hanya dalam satu waktu, padahal susah payah aku menyembuhkan hatiku dari kehilanganmu kemarin, malah disaat semuanya berlalu segalanya terungkap dan merobek kembali lukaku yang belum sembuh sempurna.
Mengapa semesta selalu bercanda.
Apakah hatiku terlihat seperti taman bermain?
Bagaimana aku ada hanya untuk kau tiadakan.
Bahkan semesta terlalu sempit hingga menghubungkanmu, aku, wanita itu dan kekasihnya.
Aku pikir segalanya sudah berakhir, sulit yang kita lalui beberapa waktu lalu.
Tapi kau malah menciptakan masalah baru dan mengubur harapan yang ku gali.
Kupikir kau ingin pamer, bahwa kau memang brengsek yang hebat. Aku sudah tau sayang tanpa harus kau lakukan berulang-ulang. Aku sudah tau bahwa kau memang sebrengsek itu, lalu apa yang harus kulakukan jika aku tetap mencintaimu setelah tau segalanya.
Kau tau? Ini benar-benar lucu! Rasanya aku ingin menangis sekencang-kencangnya.
Memakimu pun kurasa tak cukup untuk membuatku tenang.
Mengapa segalanya selalu sulit.
Benar katamu, perasaan tak dapat disalahkan, lantas kau bertindak begini, melakukan semaumu, sesenangmu, dengan dasar mengatas namakan perasaan. Padahal kau sama sekali tak berperasaan.
Mengorbankan satu perasaan demi perasaan yang lainnya.
Kau melakukannya, lagi dan lagi secara terus menerus.
Aku pernah berpikir hal itu benar saja, karena untuk mendapatkan bahagia kita harus melakukan apa saja.
Namun aku tersadar, itu tak lagi benar, tidak ada bahagia yang kudapatkan dengan menyakiti orang lain, yang ada hanyalah kepuasan yang disertai rasa bersalah.
Lantas apa yang harus kulakukan, sekarang sungguh terasa sulit.
Bisakah dipahami, aku hanya ingin pergi ke semesta yang lainnya.
Menjauh dari hiruk pikuk yang menyebalkan ini.
Adakah semesta lainnya untuk ku singgahi, aku ingin kesana, menciptakan jarak yang tak sanggup kau ukur dengan kilometer, lebih jauh dari jarak terjauh yang kau pikirkan.
Semesta dimana tak dapat kau tinggali, semesta yang tenang dan menyuguhkan bahagia yang sesungguhnya, hanya ada aku dan bahagiaku.
Tak ada kamu, kamu, dan kamu, juga yang lainnya.
Tanpa beban, tiada masalah, lepas, tak terasa berat, hanya diam, sunyi, lenggang, terhampar luas, kosong, hingga aku dapat melakukan apa saja sesuka hatiku.
Disini terlalu menyesakkan, terlebih lagi ditambahkan dengan kenyataan bahwa dunia terlalu melankolis untuk tak diperdulikan.
Aku sungguh kesulitan menghadapi semesta ini, aku merasa dihukum begitu lama dan terlalu lama.
Ah sial, segalanya hancur hanya dalam satu waktu, padahal susah payah aku menyembuhkan hatiku dari kehilanganmu kemarin, malah disaat semuanya berlalu segalanya terungkap dan merobek kembali lukaku yang belum sembuh sempurna.
Mengapa semesta selalu bercanda.
Apakah hatiku terlihat seperti taman bermain?
Bagaimana aku ada hanya untuk kau tiadakan.
Bahkan semesta terlalu sempit hingga menghubungkanmu, aku, wanita itu dan kekasihnya.
Aku pikir segalanya sudah berakhir, sulit yang kita lalui beberapa waktu lalu.
Tapi kau malah menciptakan masalah baru dan mengubur harapan yang ku gali.
Kupikir kau ingin pamer, bahwa kau memang brengsek yang hebat. Aku sudah tau sayang tanpa harus kau lakukan berulang-ulang. Aku sudah tau bahwa kau memang sebrengsek itu, lalu apa yang harus kulakukan jika aku tetap mencintaimu setelah tau segalanya.
Kau tau? Ini benar-benar lucu! Rasanya aku ingin menangis sekencang-kencangnya.
Memakimu pun kurasa tak cukup untuk membuatku tenang.
Mengapa segalanya selalu sulit.
Benar katamu, perasaan tak dapat disalahkan, lantas kau bertindak begini, melakukan semaumu, sesenangmu, dengan dasar mengatas namakan perasaan. Padahal kau sama sekali tak berperasaan.
Mengorbankan satu perasaan demi perasaan yang lainnya.
Kau melakukannya, lagi dan lagi secara terus menerus.
Aku pernah berpikir hal itu benar saja, karena untuk mendapatkan bahagia kita harus melakukan apa saja.
Namun aku tersadar, itu tak lagi benar, tidak ada bahagia yang kudapatkan dengan menyakiti orang lain, yang ada hanyalah kepuasan yang disertai rasa bersalah.
Lantas apa yang harus kulakukan, sekarang sungguh terasa sulit.
Bisakah dipahami, aku hanya ingin pergi ke semesta yang lainnya.
Komentar
Posting Komentar