Langsung ke konten utama

Postingan

Hampir Sembuh

Waktu kian berlalu Meski kadang terasa lambat, namun kini hari-hari tidak begitu terasa menyiksa Detik jam tak lagi mencekam, petang tak lagi menakutkan, hari yang berganti tak begitu ingin kuhindarkan Lambat laun aku mulai berdamai dengan keadaan Rasa marah mulai gugur perlahan Perasaan sakit karena ditinggalkan, perih karena sendirian, terluka namun harus bertahan, juga lelah karena harus berjuang Ternyata ini yang disebut waktu dapat menyembuhkan Bukan hitungan hari, bulan, tapi menahun, belasan tahun tepatnya Saat rasa syukur yang dimiliki hari ini menggantikan kepedihan pada tahun-tahun kemarin Ketika rasa syukur akan hari ini memenuhi kekosongan pada tahun-tahun kemarin  Ketika rasa syukur pada waktu kini mencukupi kekurangan pada tahun-tahun kemarin Menyadari bahwa menerima, merelakan, dan melepaskan bukanlah perkara mudah Yang telah hancur, retak, ataupun pecah tak akan pernah pulih meski sekeras apapun kita memperbaikinya Masalalu, terimakasih telah memberikan pelajaran be...

Aku tak berhak

 Andai hari itu ada yang bertanya, apakah terjadi sesuatu kepadaku? Andai seseorang bertanya, apakah ada masalah yang kuhadapi. Andai seseorang menganggapku kebanggan dan kebahagiaanya. Andai seseorang tau mengapa aku terus menerus kecewa karena suatu hal. Andai saat aku menangis terisak, ada seseorang yang menepuk pelan bahuku. Aku ingin berusaha sebagaimana mestinya harus kulakukan, tapi segalanya begitu sulit, segalanya tidak mudah. Aku hanya terus hidup tanpa menjadi apa-apa, aku merasa gagal. Aku merasa bersalah. Aku terlahir di dunia ini dan tidak menjadi apapun, kurasa ini sebabnya aku menjadi sangat kesepian. Aku punya kedua orang tuaku dan seorang suami, tapi aku sangat kesepian. Hidupku sangat memalukan. Tidak ada yang tau akan hal ini, tak ada yang menyuruhku berhenti menangis, aku hanya berbicara sendiri. Andai seseorang berkata bahwa aku akan kelelahan jika aku terlalu banyak menangis. Aku hanya merasa akan jauh lebih buruk dari ini, memiliki ...

Layout

Pukul satu dini hari Belum terkantuk juga belum beranjak dari kursi ini Di depan meja komputer malayout majalah untuk edisi bulan ini Esok sudah deadline Tapi editor baru memberikan berita malam ini Sialan ingin sekali memaki tapi kutahan diri Harus selesai! Masih beberapa jam sebelum pagi Kusampatkan membuka gawai Mengirimimu beberapa puisi Berharap kau membalas kemudian menyemangati

Bulan

Di matamu kulihat bulan Bulat sempurna, indah, nan bercahaya Menenangkan nan meneduhkan Buatku ingin memandanginya Sial sekali matamu itu Buatku jadi gila hingga terpana saja Begitu indahnya bulan kala malam Seperti matamu kala kutatap

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Tanggal

Hari senin tanggal sebelas Ungkap cintaku terlepas Meski aku telah memelas Tetap saja tak terbalas

Enak

  Enak sekali soto ayam malam itu Apalagi memakannya sambil memandangimu Sampai aku lupa, sudah empat sendok sambal kutuang dalam mangkuk Tak sadar karena terlalu asiknya berbincang denganmu Ibu-ibu di sebelah mengganggu saja “Minta garam” ujarnya Kuberikan tisu karena salah tanggap Serontak tawamu menggelegar Kemudian menjalar dalam satu kedai

Aku tetap harus hidup

 Rasanya melelahkan. Menjalani hidup yang katanya harus dijalani walaupun enggan sekalipun, seperti punya pilihan tetapi tak berani memilih. Apalagi ketika hidup ini di tuntut untuk memuaskan ekspetasi orang lain, seperti menjadi pekerja yang baik, anak yang baik, istri yang baik, menantu yang baik, sedangkan tolok ukur baik itu takkan pernah ada pastinya. Terkadang apa yang dijalani sudah diusahakan dengan keras, tetapi bagi orang lain segalanya tak terlihat. Bersamaan dengan banyaknya pekerjaan pagi ini, pikiran-pikiran bermunculan seperti benang kusut dikepalaku, rasanya memusingkan. Dada terasa sesak, seperti menahan kesal, menahan diri atas segala hal, seakan terpenjara dalam hal yang mengatasnamakan kewajiban. Sedangkan aku sendiri tak benar-benar yakin, mengapa aku harus bertanggung jawab akan perasaan orang lain, meski sudah berusaha keras memahaminya tapi hati tetap saja tak merasa lega. Seperti terkungkung jauh dari kebebasan. Aku seperti meninggalkan jauh m...

Yaitu Kamu

  Aku masih ingat betapa kesulitannya aku untuk tidur, hanya karena setiap malam selalu teringat percakapan-percakapan kita. Karena saat itu aku bodoh, bodoh tetap ingin kau kembali meski sudah dihianati berkali-kali. Herannya, aku tetap bersikukuh bahwa perasaan cintaku memang pantas untukmu, meski kau juga berkali-kali mengabaikanku. Tapi sebelum diantara kita ada sekat, semua kenangan yang ada memang benar nyata adanya. Memikirkanmu saat awal dulu, takkan ada yang percaya kamu pernah semanis itu. Kamu yang selalu berjalan di belakangku, mengawasiku lewat ekor matamu, tak pernah lepas aku dari pandangmu, kejutan kecil seperti es cream manis yang kau letakkan di genggaman tanganku, mawar ungu yang tiba-tiba ada di dalam tasku, pesan singkat bahwa aku harus tau kalau kamu menyayangiku, ucapan selamat pagi yang tak pernah lewat semenit pun dari pukul tujuh, hal-hal sederhana yang membahagiakan aku kala itu, kamu pernah seperti ini, kamu pernah melakukannya untukku. Sampa...

Akan Menikah

Memasuki seperempat abad hidup ini, dan memiliki dia di saat ini, kurasa bukan masa yang buruk. Dua puluh hari menjelang pernikahan, banyak hal yang masih menjadi tanda tanya dalam benak? Pertanyaan-pertanyaan yang belum bisa terjawab hari ini juga esok. Rasanya berkecamuk, seperti khawatir tapi juga bahagia, seperti merasa bingung tapi juga tidak sabar. Kata orang “masa akan menikah adalah masa yang cukup sulit, banyak cobaannya”, tak bermaksud sesumbar, tapi kurasa tak begitu teramat, sulit mungkin, hanya saja mencoba untuk menjalani segalanya dengan sebaik mungkin adalah hal terbaik yang dapat dilakukan saat ini. Menyingkirkan sedikit ketakutan yang ada dengan kepercayaan bahwa hal indah akan datang nantinya. Seperti tidak percaya, sebentar lagi akan menjalani hidup menjadi sepasang dengan manusia lain. Menikah adalah hal yang tak terpikirkan sebelumnya, hanya saja merasa dicintai olehnya sangat menyenangkan, begitu membahagiakan, dan memiliki dia setiap harinya selalu...

Meluaskan Hati

Aku paling sadar kalau kita bukanlah pasangan yang sempurna Cocok satu sama lain pun tidak begitu Banyak perbedaan juga keyakinan yang tak sepaham Sebagai salah satu jalan, seringkali kita hanya saling mendengarkan Kita mulai mengerti bahwa cinta tak benar-benar harus sama rupa Dari pada memaksakan, kita hanya meluaskan hati untuk saling menerima Karena mengubah hal yang memang sudah dari sananya itu cukup sulit Kita hanya sepakat untuk untuk berada diantara ketidaksempurnaan itu Semoga selanjutnya hati kita selalu diluaskan untuk tetap saling tinggal walaupun perbedaan itu nyata adanya

Sejak kita bukan lagi “kita”

Menyimpan dendam, padahal kita semua pernah berbuat salah. Tapi, memaafkan memang sesulit itu, merelakan apalagi. Bersama menyesakkan, ditinggalkan menyesakkan, sudah pergi tetap menyesakkan, kenapa segala tentangmu selalu membuat sesak. “Pergilah padanya”, aku memang bilang begitu kala itu, kau yang tak dapat memutuskan -ingin tetap denganku tapi juga tak ingin tinggalkannya, lantas kau pergi karena satu kalimat itu. Lalu, aku kau tinggalkan dengan luka yang terlalu dalam. Lukaku masih basah, dan kau terlihat bahagia, -dengannya. Pertemuan setelah perpisahan mengapa juga menyesakkan. Harusnya jalan yang kulewati itu tak boleh searah. Berpapas jalan dengan aku yang tidak baik-baik saja, sedang kamu bersikap seolah aku memang tak pernah ada dihatimu, -biasa saja. Kupikir aku telah baik-baik saja, menyapamu tersenyum dan bertanya kabar. Namun senyummu, menguak rindu yang sekian lama tertahan, begitu juga dengan luka yang masih tersisa sejak kita bukan lagi “kita” Setiap detik...

Berdamai dengan diri sendiri

Sudahkah berdamai dengan diri sendiri? Kenyataannya banyak dari kita terlalu egois untuk mengaku salah, bahkan terhadap diri sendiri. Menghukum diri dengan pembenaran yang dipaksakan, dan membiarkan amarah terlalu lama bersemayam. Padahal, kita tak perlu sekeras itu kepada diri kita. Meski sulit, untuk mengakui kesalahan, untuk merendahkan sedikit ego, untuk mengikhlaskan masalalu, dan untuk menerima diri sendiri. Namun, sudah cukup berkeras hatinya. Diriku, mari berdamai.

Bumi bicara

alam raya kecewa, jelas saja. dimana kita saat dia merintih kesakitan? “panas, kau bakari hutanku, begitu panas kumohon hentikan, temanku mati terbakar, hijau tanam berganti gersang”, -tapi kita abai. “sesak, kau gunungi aku dengan tumpukan sampah, hingga keringat aliran sungai tak lagi mengalir benar, tidakkah aku sudah meminta jangan kotori aku”, -tapi kita abai. “sakit, tubuhku kau kikis perlahan digantikan dengan bangunan tinggi menjulang yang menyilaukan, habis aku terkoyak zaman”, -tapi kita abai. bukankah bumi berhak marah? sedikit ingin diperhatikan, bisa dunia diporak porandakan? “bumi butuh pertolongan, tapi kalian abai” “kini tinggallah menuai, jangan memohon padaku agar alam raya baik-baik saja” “aku tidak pernah merasa baik saat kalian abaikan”, -bumi bicara. kita tidak berhak marah ketika Tuhan sedang marah. menjaga selagi bisa menjaga, merawat selagi dunia kembali bermurah hati memberikan kesempatan. mulai hari ini, tidak perlu banyak, hal ...

Bertahan ya.

Seluruh dunia sedang tidak baik-baik saja. Hidup dalam ketakutan, tertidur dengan rasa khawatir dan terbangun dengan rasa kecewa, karena apa yang kita alami bukanlah mimpi semalam. Kenyataan alam raya sedang tidak baik-baik saja, itu tetap mutlak hingga kini. Siapa yang paling menderita karena pandemi ini, kita semua menderita, kita semua ketakutan, barang kali satu dua menjadikannya lelucon, percayalah mereka hanya tak ingin menerima kenyataan. Meremehkan? Menganggap sepele? Tidak boleh begitu, kita semua harus sadar, harus waspada. Dalam setiap langkah kita, ada ribuan jiwa yang dipertaruhkan nyawanya. Bukan hanya nyawa, ada juga mimpi dalam setiap jiwa. Siapa yang tega mengubur semuanya, dan merelakan mereka kehilangan harapan. Lagi pula, siapa yang siap menghadapi kehilangan. Masa depan ada untuk kita, semuanya harus percaya bahwa ada kesempatan untuk kita. Dari mana kita harus memulainya, jelas dari diri kita. Maka mari kita berjuang sama-sama. Yang kua...

Ikrar

Kita sama-sama berikrar bahwa perasaan ini akan terus hidup dalam setiap jiwa kita, dan semoga saja tiap dari kita tak akan ada pula yang berlaku ingkar. Menyambut pagi terasa menyenangkan setiap kali membaca sapaan darimu, hangat selalu menjalar dalam hati, merasa selalu dicintai pada setiap pagi, kamu paling tau caranya membuatku jatuh hati setiap hari. Berharap kita abadi, sebab tak rela semesta merenggutmu dari rengkuhanku, aku yakin sekali bahwa pelukku adalah tempat teraman bagimu, selama alam raya membiarkan kita menyatu. Pernah nama lain tertulis dihatiku –pun hatimu, kita sama-sama tau bahwa yang pertama bukan aku atau kamu, tapi kini hanya ada utuh namamu tertulis di setiap sudut hati juga ingatanku, – harapku sama berlaku untukmu mengenaiku. Berapa lama kita akan bersama, aku selalu penasaran akan hal itu. Bukan dukun, bukan cenayang, bukan juga peramal, kita berdua takkan pernah tau ada takdir apa yang menanti kita. Entah jalan mana yang akan kita lewati, nam...

Meminta Waktu

Tuhan. Kalau bisa jangan dulu, segala ketakutan yang ada tentang tak hidup lagi esok jangan dulu terjadi. Banyak, sungguh sangat banyak hal yang ingin aku lakukan dan belum terlaksana. Seperti ikhlas, masih begitu banyak hal yang membebankan hati, hal buruk yang sulit untuk kurelakan, kuabaikan, hingga menjadi borok dan tumbuh makin dalam di hati. Seperti kebencian yang belum bisa kumaafkan, rasanya hitam menutupi isi kepala. Aku ingin lebih baik lagi, menjadi sosok yang bisa memaafkan dan merekan lebih ikhlas. Atau biarkan aku siap, sedikit saja untuk mencapai mimpi-mimpi yang kupunya. Tuhan, aku ingin hidup dengan lebih bahagia. Melupakan masalalu yang kelam, tidak merasa marah dengan perceraian orang tua, tidak merasa kesal dengan beban yang diemban, memaafkan setiap orang hingga hati menjadi tenang, membalas setiap kebaikan yang diterima, dan berterimakasih kepada orang-orang yang menguatkan. Aku juga punya hal yang ingin kuraih, seperti membangun dan memiliki ...

Mimpiku

Aku ingin menjadi penulis, ujarku kepada diri sendiri setiap kali ada orang yang bertanya aku ingin menjadi apa. Jawaban itu hanya ku katakan pelan dalam hati, dengan suara yang tak pernah terdengar. Terlalu malu, padahal aku sungguh ingin. Membayangkan menandatangani ratusan lembar halaman awal buku untuk diberikan kepada penggemar, tertawa geli dengan bahagia yang menjalar. Apakah bisa? Aku meraih mimpi itu. Aku yang sering kali hilang rasa percaya diri, berlagak paling berani hanya karena tak ingin dengar caci. Aku yang seringkali meremehkan karya sendiri karena begitu membosankan untuk dibaca ulang, berlagak bangga menunjukkannya, menyebarkan lewat segala media, berharap satu dua puji terucap dari yang membaca. Aku yang sering kali menyalahkan dunia karena merasa ia tak pernah adil, berlagak bijak dengan bicara soal rasa syukur yang aku sendiri tak begitu mengerti. Nanti, ucapku selalu nanti akan datang waktunya bahwa segalanya akan membaik, hanya saja terlalu ba...

Menjelang Pernikahanmu

Menghitung hari, akan tiba pada saatnya dimana kau akan menangis bahagia. Bersanding dengan pria pilihanmu, untuk menjalani hari baru yang akan berbeda ceritanya. Hmmmm, ucapan selamat kurasa terlalu kaku untuk terlontar, hingga mungkin tulisan ini bisa mewakilinya. Kepada, Widya Aning Tyas. Sebelumnya terimakasih karena bersedia menjadi saudara perempuan bagiku meski kita terlahir dari Ibu yang berbeda, juga terimakasih karena membiarkan Ibu dan Bapak membagi kasih dan cintanya padaku. Mungkin terdengar menjijikan jika hal ini kulontarkan langsung, hanya saja meski seringkali pertengkaran dan perselisihan ada diantara kita, tetap saja aku menyayangimu, juga bisa saja hal itu yang kelak nantinya akan kita rindukan. Aku tidak bisa menasihati agar kau menjadi istri yang baik ataupun berbakti, karena aku sendiri tidak begitu tahu mengenai hal itu, yang jelas berbahagialah, aku ingin kau berbagahia apapun yang terjadi. Yang ku dengar dari banyak orang, dalam pernikah...

Ada dirinya.

sembari jatuh cinta pada yang lain, kamu meyakinkanku agar tak pergi darimu. menggenggam erat tangan ini, sembari ingin meraih tangannya. menatap mata ini, lalu sesekali beralih pandang pada yang lainnya. kamu membiarkanku terjebak bersamamu, sedang hatimu kau biarkan berlarian dipadang lainnya. pintamu tulus meminang hatiku, tapi kau sediakan tempat untuk dirinya singgah. katamu aku milikmu, tapi kamu tak membiarkanku memilikimu sepenuhnya. kau berikan aku cinta yang sangat banyak, tapi sama banyak juga untuk dirinya. katamu kau bisa mati jika tanpaku, tapi hidupmu kau berikan separuh untuknya.