Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu.
Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku.
Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku.
Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku.
"Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku.
Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari bibirku.
Aku pun akan membiarkan kau memelukku agar benar-benar tak ada lagi yang harus kuhapus dari bagian tubuhku yang masih membekas karenanya.
Bahkan bersediakah kau membisikkan kata cinta dengan mesra ditelingaku, agar tak terdengar lagi bisik cinta darinya yang masih terngiang ditelinga serta fikiranku.
Sepertinya aku ini wanita yang begitu hina, namun siapa yang dapat disalahkan oleh urusan cinta. Bukan hanya ungkapan pepatah bahwa cinta itu buta, namun kembali ke realita memang nyatanya seperti itu.
Rasa yang namanya cinta benar-benar membuat para penderitanya terpedaya oleh buaian-buaian indah didalamnya. Tanpa sempat memilah dan memilih, menghilangkan akal sehat yang pernah dimiliki, meningkatkan sifat hewani dari pada manusiawi, itulah cinta.
Bahkan aku pernah bodoh karena cinta yang belum pernah aku mengerti. Hingga aku terpuruk dalam senjang waktu yang cukup lama karenanya.
Butuh waktu bagiku untuk menyadarkan diri dari kebodohan yang namanya cinta.
Aku gadis belasan tahun yang terbodohi hingga kini pun belum mengerti apa cinta yang sesungguhnya. Hanya saja aku yang pernah terlena oleh cinta merasakan kepekatan dalam hatiku dengan bentuk sesal.
Sesal yang tak akan pernah kembali kedalam bentuk semula. Aku gadis yang kini lebih cinta dengan imajinasinya sendiri hanya dapat mengungkapkan segalanya dalam tulisan-tulisan tiada arti.
Sesalku ada ditulisanku, lukaku pun ada disini. Namun bekas bibirnya masih dibibirku, bersediakah kau menghapusnya untukku??
Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku.
Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku.
Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku.
"Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku.
Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari bibirku.
Aku pun akan membiarkan kau memelukku agar benar-benar tak ada lagi yang harus kuhapus dari bagian tubuhku yang masih membekas karenanya.
Bahkan bersediakah kau membisikkan kata cinta dengan mesra ditelingaku, agar tak terdengar lagi bisik cinta darinya yang masih terngiang ditelinga serta fikiranku.
Sepertinya aku ini wanita yang begitu hina, namun siapa yang dapat disalahkan oleh urusan cinta. Bukan hanya ungkapan pepatah bahwa cinta itu buta, namun kembali ke realita memang nyatanya seperti itu.
Rasa yang namanya cinta benar-benar membuat para penderitanya terpedaya oleh buaian-buaian indah didalamnya. Tanpa sempat memilah dan memilih, menghilangkan akal sehat yang pernah dimiliki, meningkatkan sifat hewani dari pada manusiawi, itulah cinta.
Bahkan aku pernah bodoh karena cinta yang belum pernah aku mengerti. Hingga aku terpuruk dalam senjang waktu yang cukup lama karenanya.
Butuh waktu bagiku untuk menyadarkan diri dari kebodohan yang namanya cinta.
Aku gadis belasan tahun yang terbodohi hingga kini pun belum mengerti apa cinta yang sesungguhnya. Hanya saja aku yang pernah terlena oleh cinta merasakan kepekatan dalam hatiku dengan bentuk sesal.
Sesal yang tak akan pernah kembali kedalam bentuk semula. Aku gadis yang kini lebih cinta dengan imajinasinya sendiri hanya dapat mengungkapkan segalanya dalam tulisan-tulisan tiada arti.
Sesalku ada ditulisanku, lukaku pun ada disini. Namun bekas bibirnya masih dibibirku, bersediakah kau menghapusnya untukku??
keren-keren tulisan mu nde
BalasHapus