Langsung ke konten utama

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan



Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan.
Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi.
Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan.
Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu.
Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan.
Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran bendungan saat senja mulai berganti malam dan kehilangan jingganya. Jingga sore itu tidak banyak, tapi cukup untuk mewarnai langit sore itu.
Kita saling bertukar cerita, dan setelah kuingat kala itu lebih banyak membahas tentangku, dengan perasaan gamblang, nyaman, canggung karena kita tidak sedekat itu pada kenyataannya, hingga perasaan yang tak kita mengerti itu berlarut-larut.
Aku bahkan masih sering tidak percaya, akan terjadi seperti ini diantara kita, siapa yang meramalkannya, aku pernah menghayalkannya dulu saat kita bahkan tak pernah bertegur sapa, atau sekedar kujadikan candaan renyah dengan teman-teman saat sedang bergurau, hanya saja sangat tidak mungkin anggapanku kala itu, karena itu hal gila yang ternyata sekarang benar-benar ada.
Memulai segalanya dengan orang baru, harus pendekatan lagi, basa-basi lagi, kenalan lagi, itu melelahkan kataku kala itu, aku tak ingin melakukannya lagi. Tapi tanpa kusadari segalanya malah ku mulai denganmu. Entah kamu orang baru atau bukan, aku pun tak tau, bahkan sejak kapan kita kenal, dekat, atau basa-basi aku tak tau pasti jelasnya, hanya saja malah kulakukan lagi.
Ini mungkin terdengar gila, entah mulai kapan sayang, tapi juga kupikir, kamu mulai jadi sebab senangku, sedihku, perasaan tak karuanku, sesak mendadakku, atau malah hahahihi tanpa sebabku.
Sekali lagi ini akan terdengar berlebihan sayang, tapi kurasa aku mulai mengharapkan lebih dari aku dan kamu serta hubungan yang agak aneh ini.
Entah apa pendapatmu, aku memang begini, terlalu sial dalam hal mencintai, selalu jatuh sejatuh-jatuhnya, hingga mencintai terlalu berlebihan, bahkan padamu yang tak masih seperti tak nyata.
Aku tau diantara kita ini seperti kejutan, tapi bagiku kita adalah ketidaksengajaan yang diatur Tuhan, bagaimana menurutmu?
Entah kamu ataupun aku, tak ada yang tahu ini akan berakhir seperti apa, sendu, rindu, ragu, utuh, indah, bersama atau berpisah, yang jelas selalu kunikmati setiap detik ini saat melibatkanmu diantara waktu yang tak kembali itu.
Terkadang aku takut, pada ragu yang seharusnya tak perlu dianggap keberadaannya, masalah hati wanita memang selalu lebih perasa, sampai ia malah terbunuh oleh prasangka.
Sayang, setuju atau tidak kamu, aku tetap inginkan ini, selalu membuatmu hidup dalam tulisanku, hingga kelak apa yang kita mulai ini bersifat abadi meski diantara kita sudah ada yang mati, entah mati perasaan ataupun tubuh ini.
Kupikir akan menyenangkan jika apa yang kuharapkan akan kamu inginkan juga, seperti khayalan atara fantasimu dan fiksiku bersatu. Aku ingin melihat dunia bersamamu dari sudut padang yang berbeda, menyatukan mata kita, hati kita, dalam candu yang tak ada obatnya. Memikirkan ingin menua bersamamu mungkin terdengar begitu serius bagimu. Tapi bisakah kelak, ada aku yang kau lihat disetiap pagimu, setelahnya kudaratkan kecupan manis dikeningmu diiringi sapaan selamat pagi yang ditemani senyum penuh kasih.
Atau bisakah kelak, ada kamu yang kutanyakan hari ini ingin makan apa? Atau kukeluhkan bahwa aku bosan dirumah menunggumu pulang, atau ada kamu yang kutanyakan kemana kita akan pergi akhir pekan ini, kerumah ibuku atau ibumu?
Dan bisa jugakah, ada aku yang kau ajak berdebat tentang nama anak-anakmu, lebih mirip siapa mereka, aku atau kamu, kalau menyebalkan sudah jelas sepertimu haha..
Barangkali juga bisa ada pertengkaran kecil antara aku dan kamu, yang diakhiri dengan tangisku kemudian disembuhkan oleh peluk hangatmu, hingga esok harinya semua kembali normal lagi. Bisa juga seperti aku yang menunggumu pulang hingga larut, dan kau pulang dengan aroma alkohol serta asap rokok yang pengap, namun kutatapi kamu dengan kekhawatiran karena marahku pasti akan kamu abaikan.
Juga bisa seperti kamu yang kepusingan karena aku belanja terlalu berlebihan, atau kamu yang kuomeli karena seharian tidak makan dirumah.
Seperti pasangan normal lainnya, aku ingin melalui ini itu bersamamu, tanpa harus mempermasalahkan rambut siapa yang akan memutih lebih dulu. Menjalani kebersamaan tanpa alasan yang dibuat-buat, bukan hanya mengerti satu sama lain tapi memahami lebih dari diri sendiri.
Hingga kita mengawetkan kenangan pada setiap waktunya karena entah kamu atau aku pasti aka nada yang pelupa lebih dulu, memandangi tanpa bosan hingga diantara kita ada yang penglihatannya hilang lebih dulu, mendengar lebih sering tanpa mengabaikan hingga diantara kita hanya bisa mendengar dengan lemah, hanya untuk sekedar mengingat sisa hidup yang mungkin tak akan lama begitu indah kita lalui bersama, hingga akhirnya saling rindu saat diantara kita entah siapa yang akan pergi terlebih dahulu.
Hingga kita memastikan bahwa cinta ini selalu indah sampai kita tak bisa lagi mengingat, melihat, dan mendengar karena menua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...