Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Genangan Penuh Kenangan

Aku mulai memahami dan mulai menikmati eloknya menunggu dan indahnya terabaikan. Namun tetap saja rindu hadir secara tiba-tiba, tanpa menyengaja, bahkan sebelum aku sempat berencana untuk merindumu. Aku sedang diambang bimbang, aku tenggelam dilautan luka saat aku mencoba menyelamimu, kau tau jelas aku tak pandai berenang, tapi kau biarkan aku menyelam hingga tenggelam semakin dalam, mungkin maksudmu ingin aku hilang. Dalam hidup ini, seberapa kali kehilangan harus kita jalani. Apa juga harus sesering siang yang kehilangan terang, sebab malam datang. Sesungguhnya, kehilangan hanya milik mereka yang pernah memiliki. Lantas bagaimana dengan kita? Sebenarnya, kehilangan hanyalah tentang kebiasaan. Kebiasaan yang seperti bernafas, sehingga ketika sesuatu itu sudah tak ada, yang akan dirasakan adalah sesak dalam dada. Dan sialnya aku terlalu terbiasa denganmu hingga kini terlalu candu. Sejatinya, kehilangan adalah jalan pulang paling dekat dengan kenangan. Kenangan yang sering disura

Neraka dan luka bersamamu

Malam ini terlalu dingin untuk diselimuti sunyi. Rasanya banyak resah tapi lebih banyak rindu, dan banyak juga yang tak kumengerti. Aku masih gamang, kupandangi malam yang semakin pekat, namun tetap resah ini tak jua hilang, malah rindu terus berlalu lalang. Aku ketakutan, aku takut pada malam yang merenggut indahnya senja, ia terlalu pekat. Aku takut detak jam dinding disunyinya malam, ia terlalu mencekam. Aku takut angin malam yang berhembus mengitariku, ia terlalu sentimental. Dan yang paling kutakutkan adalah, kamu menghilang diujung penantian, itu terlalu menyakitkan, dan tak sanggup kubayangkan. Taukah kamu??  Kudengar, siapa yang paling banyak cintanya, justru ia pula yang terluka paling banyak. Lucu yaaa. Lantas, diantara kita siapa yang cintanya paling banyak?? Jelas aku. Karena dari milikmu, aku hanya dapat separuh. Sudahlah, dari awal kutahui itu -brengsek! Bukan bodoh, tapi inilah cinta pada nalarnya. Saat tau segalanya akan berakhir menyakitkan, aku tak sanggup b

apakah kita begitu mustahil?

Aku mengerti, aku hanya bisa melakukan langkah-langkah kecil untuk memperjuangkanmu. Aku hanyalah usapan halus diubun-ubun kepalamu, diantara megahnya pelukan kekasihmu. Dan segala kecupmu yang mendarat diwajahku tidak berarti apapun, selain kebetulan dan dukungan suasana. Ada dunia dalam dirimu yang sangat ingin kusinggahi. Tapi aku sadar diri, kubiarkan mataku hanya mengintip setengah dalam dirimu, dan aku hanya memahami sebisaku, karena yang kutakutkan hanya satu, -aku mencintaimu terlalu dalam. Namun kau tak mau dengar penjelasanku, kau genggam erat tanganku mengajakku masuk kedalam duniamu, sedangkan aku terlalu tak berdaya untuk berkata tidak. Kemudian kau peluk aku erat sekali, seakan tak ingin kehilangan, seperti tidak ingin aku pulang. Semua terus berlanjut, bahkan aku tak mengerti maksud ajakanmu yang menyebabkan pertemuan kita jadi begitu rutin. Aku tidak mengerti mengapa saat itu aku merasa benar-benar dicintai, sekaligus merasa bersalah karena kamu sudah ada yang memil