Malam ini terlalu dingin untuk diselimuti sunyi. Rasanya banyak resah tapi lebih banyak rindu, dan banyak juga yang tak kumengerti.
Aku masih gamang, kupandangi malam yang semakin pekat, namun tetap resah ini tak jua hilang, malah rindu terus berlalu lalang.
Aku ketakutan, aku takut pada malam yang merenggut indahnya senja, ia terlalu pekat. Aku takut detak jam dinding disunyinya malam, ia terlalu mencekam. Aku takut angin malam yang berhembus mengitariku, ia terlalu sentimental.
Dan yang paling kutakutkan adalah, kamu menghilang diujung penantian, itu terlalu menyakitkan, dan tak sanggup kubayangkan.
Taukah kamu?? Kudengar, siapa yang paling banyak cintanya, justru ia pula yang terluka paling banyak. Lucu yaaa.
Lantas, diantara kita siapa yang cintanya paling banyak?? Jelas aku. Karena dari milikmu, aku hanya dapat separuh.
Sudahlah, dari awal kutahui itu -brengsek!
Bukan bodoh, tapi inilah cinta pada nalarnya.
Saat tau segalanya akan berakhir menyakitkan, aku tak sanggup berhenti saat semua ini masih terasa indah, karena aku masih percaya, ada pengharapan untuk kita, yang selalu aku andai-andaikan, dan alangkah indahnya jika kamu ikut serta menyemogakannya pula, -setidaknya aku tak berjuang sendirian lewat rapalan doa.
Maka aku hanya menikmati, saat kamu bertingkah seakan aku satu-satunya meskipun nyatanya aku selalu jadi salah satunya.
Salahkah aku??
Salahkah aku yang terlalu mudah menganggap ini cinta, salahkah jika aku terlalu mudah cinta pada matamu, hidungmu, pipimu, rangkulmu, pelukmu, pada tawamu, candamu yang segar dan pada kebersamaan kita.
Saat aku menatap matamu, aku berusaha keras menemukan cinta disana. Saat aku berharap jadi satu-satunya dalam tatapanmu, tapi aku gagal, -malah kutemukan pula cinta untuk yang lainnya. Tidak pernah seutuhnya untukku, walau sedetik saja.
Lalu aku harus apa?
Aku begitu menomorsatukan kamu, meskipun kamu selalu menempatkanku diposisi kedua. Aku begitu menyukaimu, meskipun berkali-kali aku tau, kamu tak akan meninggalkan dia, demi bersatu denganku.
Tidak ada surga untukku juga untukmu. Lalu? Mengapa aku masih ingin bersamamu? Karena bagiku, aku tak lagi butuh surga. Neraka dan luka bersamamu, sudah cukup bagiku. Asal aku bisa memelukmu, -itu cukup.
Aku masih gamang, kupandangi malam yang semakin pekat, namun tetap resah ini tak jua hilang, malah rindu terus berlalu lalang.
Aku ketakutan, aku takut pada malam yang merenggut indahnya senja, ia terlalu pekat. Aku takut detak jam dinding disunyinya malam, ia terlalu mencekam. Aku takut angin malam yang berhembus mengitariku, ia terlalu sentimental.
Dan yang paling kutakutkan adalah, kamu menghilang diujung penantian, itu terlalu menyakitkan, dan tak sanggup kubayangkan.
Taukah kamu?? Kudengar, siapa yang paling banyak cintanya, justru ia pula yang terluka paling banyak. Lucu yaaa.
Lantas, diantara kita siapa yang cintanya paling banyak?? Jelas aku. Karena dari milikmu, aku hanya dapat separuh.
Sudahlah, dari awal kutahui itu -brengsek!
Bukan bodoh, tapi inilah cinta pada nalarnya.
Saat tau segalanya akan berakhir menyakitkan, aku tak sanggup berhenti saat semua ini masih terasa indah, karena aku masih percaya, ada pengharapan untuk kita, yang selalu aku andai-andaikan, dan alangkah indahnya jika kamu ikut serta menyemogakannya pula, -setidaknya aku tak berjuang sendirian lewat rapalan doa.
Maka aku hanya menikmati, saat kamu bertingkah seakan aku satu-satunya meskipun nyatanya aku selalu jadi salah satunya.
Salahkah aku??
Salahkah aku yang terlalu mudah menganggap ini cinta, salahkah jika aku terlalu mudah cinta pada matamu, hidungmu, pipimu, rangkulmu, pelukmu, pada tawamu, candamu yang segar dan pada kebersamaan kita.
Saat aku menatap matamu, aku berusaha keras menemukan cinta disana. Saat aku berharap jadi satu-satunya dalam tatapanmu, tapi aku gagal, -malah kutemukan pula cinta untuk yang lainnya. Tidak pernah seutuhnya untukku, walau sedetik saja.
Lalu aku harus apa?
Aku begitu menomorsatukan kamu, meskipun kamu selalu menempatkanku diposisi kedua. Aku begitu menyukaimu, meskipun berkali-kali aku tau, kamu tak akan meninggalkan dia, demi bersatu denganku.
Tidak ada surga untukku juga untukmu. Lalu? Mengapa aku masih ingin bersamamu? Karena bagiku, aku tak lagi butuh surga. Neraka dan luka bersamamu, sudah cukup bagiku. Asal aku bisa memelukmu, -itu cukup.
Teruntuk Dewaku.
Dariku yang terlalu semu.
😩
BalasHapusOpo sol
BalasHapus