Selamat malam hujan, aku sedang mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku.
Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan.
Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku.
Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana.
Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku.
Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku, kupikir aura kebahagiaan sudah tidak lagi berada disekelilingku, selama ini aura hitam penuh muslihat yang kurasa berada disekeliling.
Hujan, entah mengapa aku pun seperti terpedaya, rasanya aku jatuh cinta lagi. Aku yakin sebelumnya pernah merasakan hal seperti ini, hanya saja sudah lama sekali sejak beberapa tahun yang lalu.
Kini yang kurasa, hatiku indah seperti taman bunga nan wangi, jantungku berdebar tiap kali raut wajahnya terbayang ataupun kudengar namanya.
Rasanya aneh, seperti anak kecil yang bahagia mendapatkan hadiah dari jajanan yang dibelinya. Bahkan senyumku terus mengembang tanpa kusadar apa yang uadi sebab dari rekah sunggingan di pipiku ini.
Nyaman.. begitu nyaman.. bahagia.. dan amat membahagiakan.
Hujan, sampaikan padanya aku jatuh cinta, terimakasih telah menjadi casper yang menghantui hatiku, terimakasih telah memberikan rasa yang namanya berdebar ini.
Aku bahagia karenanya hujan, biarkan bahagia ini terus menjalar di sel-sel tubuhku, tak apa aku terkontaminasi lebih lanjut dengan virus ini, yang penting bahagia ini selalu kurasa.
Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan.
Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku.
Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana.
Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku.
Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku, kupikir aura kebahagiaan sudah tidak lagi berada disekelilingku, selama ini aura hitam penuh muslihat yang kurasa berada disekeliling.
Hujan, entah mengapa aku pun seperti terpedaya, rasanya aku jatuh cinta lagi. Aku yakin sebelumnya pernah merasakan hal seperti ini, hanya saja sudah lama sekali sejak beberapa tahun yang lalu.
Kini yang kurasa, hatiku indah seperti taman bunga nan wangi, jantungku berdebar tiap kali raut wajahnya terbayang ataupun kudengar namanya.
Rasanya aneh, seperti anak kecil yang bahagia mendapatkan hadiah dari jajanan yang dibelinya. Bahkan senyumku terus mengembang tanpa kusadar apa yang uadi sebab dari rekah sunggingan di pipiku ini.
Nyaman.. begitu nyaman.. bahagia.. dan amat membahagiakan.
Hujan, sampaikan padanya aku jatuh cinta, terimakasih telah menjadi casper yang menghantui hatiku, terimakasih telah memberikan rasa yang namanya berdebar ini.
Aku bahagia karenanya hujan, biarkan bahagia ini terus menjalar di sel-sel tubuhku, tak apa aku terkontaminasi lebih lanjut dengan virus ini, yang penting bahagia ini selalu kurasa.
Komentar
Posting Komentar