Langsung ke konten utama

apakah kita begitu mustahil?

Aku mengerti, aku hanya bisa melakukan langkah-langkah kecil untuk memperjuangkanmu. Aku hanyalah usapan halus diubun-ubun kepalamu, diantara megahnya pelukan kekasihmu. Dan segala kecupmu yang mendarat diwajahku tidak berarti apapun, selain kebetulan dan dukungan suasana.
Ada dunia dalam dirimu yang sangat ingin kusinggahi. Tapi aku sadar diri, kubiarkan mataku hanya mengintip setengah dalam dirimu, dan aku hanya memahami sebisaku, karena yang kutakutkan hanya satu, -aku mencintaimu terlalu dalam.
Namun kau tak mau dengar penjelasanku, kau genggam erat tanganku mengajakku masuk kedalam duniamu, sedangkan aku terlalu tak berdaya untuk berkata tidak. Kemudian kau peluk aku erat sekali, seakan tak ingin kehilangan, seperti tidak ingin aku pulang.
Semua terus berlanjut, bahkan aku tak mengerti maksud ajakanmu yang menyebabkan pertemuan kita jadi begitu rutin. Aku tidak mengerti mengapa saat itu aku merasa benar-benar dicintai, sekaligus merasa bersalah karena kamu sudah ada yang memiliki.
Aku juga tak mengerti, setiap kali kamu berbicara ditelingaku, setiap kali pandang kita bertemu, setiap kali kulit kita beradu, setiap kali kurasakan hangatnya nafasmu yang berhembus didekat tengkuk leherku, -aku cuma ingin kamu milikku satu.
Namun kesabaranku yang selalu menunggumu, tidak mampu membuatmu untuk tetap tinggal.
Kau sengaja simpan jutaan teka-teki yang tak bisa aku pecahkan, membiarkan aku terus menebak-nebak, membiarkan aku terus berharap, membiarkan aku berdiam dalam muak.
Tidak mungkin kau tak tau bahwa aku mencintaimu. Tidak mungkin kau tak menyadari, saat kau menyandarkan kepalaku dibahumu, saat kau membiarkanku bergelantungan dilenganmu, saat kau tatap begitu dalam mataku, waktu terhenti disitu. Tidak mungkin kau tak melihat cinta dimataku. Tidak mungkin kau tak menyadari, perempuan ini hanya padamu memberi hati. Tidak mungkin kamu tidak mengerti, ada aku yang terluka disini.
Kau terus berbuat seperti ini, memelukku, mengecupku, membuatku kecurian dipipi kananku, menghabiskan waktu beberapa saat sambil kita menatapi langit-langit kamar, lalu kau pergi lagi bergumul dengan duniamu yang tak pernah melibatkan aku.
Salahku memang yang terlalu serius mencintai dan menggilaimu. Sebagai yang tak dianggap aku tak punya hak untuk meminta dan menuntut. Silahkan kau pergi sesuka hati, lakukan apa yang kau mau, asalkan berjanji kau akan kembali, karena aku selalu menunggumu dan membiarkan pintu ini terbuka saat pintu yang lain tertutup untukmu.
Apakah cinta kita semustahil langit yang tinggi tanpa penyangga??
Aku masih menjaga kita dengan banyak semoga, sampai kini diujung malam yang hujan.
Sampai kapan kita disini, dikebingungan yg sama.
Terkadang aku bingung, sebenarnya apa yang sedang kulakukan.
Membuat diri terlihat bodoh dengan memperjuangkanmu, yang bahkan tidak menjadikanku satu-satunya.
Dicaci, dimaki, seolah tak peduli, yang kutau hanya ingin sembunyi lebih lama lagi.
Bahkan aku rela tetap tinggal dengan segala syarat yang diminta kekasihmu.
Apa aku begitu tolol hingga bersedia berkorban untuknya, hanya untuk menjaga kebersamaan kita.
Rasanya masih samar-samar, sakit yang tersisa kupikir sudah usai, rupanya malah mengendap dalam, dan hujan air mata membuatnya menguap.
Sampai kapan? Entahlah
Aku hanya ingin memahami pikiranmu yang tak dapat ku mengerti, namun ini begitu membingungkan.
Bagaimana kamu bisa begitu tenang, padahal dalam kepala ada riuh penuh suara.
Aku hanya sedang memahami, memaklumi kondisi ini, hingga sampai akhirnya kutau tiada jawaban lain selain menyadari untuk mengikhlaskan segalanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...