Aku mengerti, aku hanya bisa melakukan langkah-langkah kecil untuk memperjuangkanmu. Aku hanyalah usapan halus diubun-ubun kepalamu, diantara megahnya pelukan kekasihmu. Dan segala kecupmu yang mendarat diwajahku tidak berarti apapun, selain kebetulan dan dukungan suasana.
Ada dunia dalam dirimu yang sangat ingin kusinggahi. Tapi aku sadar diri, kubiarkan mataku hanya mengintip setengah dalam dirimu, dan aku hanya memahami sebisaku, karena yang kutakutkan hanya satu, -aku mencintaimu terlalu dalam.
Namun kau tak mau dengar penjelasanku, kau genggam erat tanganku mengajakku masuk kedalam duniamu, sedangkan aku terlalu tak berdaya untuk berkata tidak. Kemudian kau peluk aku erat sekali, seakan tak ingin kehilangan, seperti tidak ingin aku pulang.
Semua terus berlanjut, bahkan aku tak mengerti maksud ajakanmu yang menyebabkan pertemuan kita jadi begitu rutin. Aku tidak mengerti mengapa saat itu aku merasa benar-benar dicintai, sekaligus merasa bersalah karena kamu sudah ada yang memiliki.
Aku juga tak mengerti, setiap kali kamu berbicara ditelingaku, setiap kali pandang kita bertemu, setiap kali kulit kita beradu, setiap kali kurasakan hangatnya nafasmu yang berhembus didekat tengkuk leherku, -aku cuma ingin kamu milikku satu.
Namun kesabaranku yang selalu menunggumu, tidak mampu membuatmu untuk tetap tinggal.
Kau sengaja simpan jutaan teka-teki yang tak bisa aku pecahkan, membiarkan aku terus menebak-nebak, membiarkan aku terus berharap, membiarkan aku berdiam dalam muak.
Tidak mungkin kau tak tau bahwa aku mencintaimu. Tidak mungkin kau tak menyadari, saat kau menyandarkan kepalaku dibahumu, saat kau membiarkanku bergelantungan dilenganmu, saat kau tatap begitu dalam mataku, waktu terhenti disitu. Tidak mungkin kau tak melihat cinta dimataku. Tidak mungkin kau tak menyadari, perempuan ini hanya padamu memberi hati. Tidak mungkin kamu tidak mengerti, ada aku yang terluka disini.
Kau terus berbuat seperti ini, memelukku, mengecupku, membuatku kecurian dipipi kananku, menghabiskan waktu beberapa saat sambil kita menatapi langit-langit kamar, lalu kau pergi lagi bergumul dengan duniamu yang tak pernah melibatkan aku.
Salahku memang yang terlalu serius mencintai dan menggilaimu. Sebagai yang tak dianggap aku tak punya hak untuk meminta dan menuntut. Silahkan kau pergi sesuka hati, lakukan apa yang kau mau, asalkan berjanji kau akan kembali, karena aku selalu menunggumu dan membiarkan pintu ini terbuka saat pintu yang lain tertutup untukmu.
Apakah cinta kita semustahil langit yang tinggi tanpa penyangga??
Aku masih menjaga kita dengan banyak semoga, sampai kini diujung malam yang hujan.
Sampai kapan kita disini, dikebingungan yg sama.
Terkadang aku bingung, sebenarnya apa yang sedang kulakukan.
Membuat diri terlihat bodoh dengan memperjuangkanmu, yang bahkan tidak menjadikanku satu-satunya.
Dicaci, dimaki, seolah tak peduli, yang kutau hanya ingin sembunyi lebih lama lagi.
Bahkan aku rela tetap tinggal dengan segala syarat yang diminta kekasihmu.
Apa aku begitu tolol hingga bersedia berkorban untuknya, hanya untuk menjaga kebersamaan kita.
Rasanya masih samar-samar, sakit yang tersisa kupikir sudah usai, rupanya malah mengendap dalam, dan hujan air mata membuatnya menguap.
Sampai kapan? Entahlah
Aku hanya ingin memahami pikiranmu yang tak dapat ku mengerti, namun ini begitu membingungkan.
Bagaimana kamu bisa begitu tenang, padahal dalam kepala ada riuh penuh suara.
Aku hanya sedang memahami, memaklumi kondisi ini, hingga sampai akhirnya kutau tiada jawaban lain selain menyadari untuk mengikhlaskan segalanya.
Ada dunia dalam dirimu yang sangat ingin kusinggahi. Tapi aku sadar diri, kubiarkan mataku hanya mengintip setengah dalam dirimu, dan aku hanya memahami sebisaku, karena yang kutakutkan hanya satu, -aku mencintaimu terlalu dalam.
Namun kau tak mau dengar penjelasanku, kau genggam erat tanganku mengajakku masuk kedalam duniamu, sedangkan aku terlalu tak berdaya untuk berkata tidak. Kemudian kau peluk aku erat sekali, seakan tak ingin kehilangan, seperti tidak ingin aku pulang.
Semua terus berlanjut, bahkan aku tak mengerti maksud ajakanmu yang menyebabkan pertemuan kita jadi begitu rutin. Aku tidak mengerti mengapa saat itu aku merasa benar-benar dicintai, sekaligus merasa bersalah karena kamu sudah ada yang memiliki.
Aku juga tak mengerti, setiap kali kamu berbicara ditelingaku, setiap kali pandang kita bertemu, setiap kali kulit kita beradu, setiap kali kurasakan hangatnya nafasmu yang berhembus didekat tengkuk leherku, -aku cuma ingin kamu milikku satu.
Namun kesabaranku yang selalu menunggumu, tidak mampu membuatmu untuk tetap tinggal.
Kau sengaja simpan jutaan teka-teki yang tak bisa aku pecahkan, membiarkan aku terus menebak-nebak, membiarkan aku terus berharap, membiarkan aku berdiam dalam muak.
Tidak mungkin kau tak tau bahwa aku mencintaimu. Tidak mungkin kau tak menyadari, saat kau menyandarkan kepalaku dibahumu, saat kau membiarkanku bergelantungan dilenganmu, saat kau tatap begitu dalam mataku, waktu terhenti disitu. Tidak mungkin kau tak melihat cinta dimataku. Tidak mungkin kau tak menyadari, perempuan ini hanya padamu memberi hati. Tidak mungkin kamu tidak mengerti, ada aku yang terluka disini.
Kau terus berbuat seperti ini, memelukku, mengecupku, membuatku kecurian dipipi kananku, menghabiskan waktu beberapa saat sambil kita menatapi langit-langit kamar, lalu kau pergi lagi bergumul dengan duniamu yang tak pernah melibatkan aku.
Salahku memang yang terlalu serius mencintai dan menggilaimu. Sebagai yang tak dianggap aku tak punya hak untuk meminta dan menuntut. Silahkan kau pergi sesuka hati, lakukan apa yang kau mau, asalkan berjanji kau akan kembali, karena aku selalu menunggumu dan membiarkan pintu ini terbuka saat pintu yang lain tertutup untukmu.
Apakah cinta kita semustahil langit yang tinggi tanpa penyangga??
Aku masih menjaga kita dengan banyak semoga, sampai kini diujung malam yang hujan.
Sampai kapan kita disini, dikebingungan yg sama.
Terkadang aku bingung, sebenarnya apa yang sedang kulakukan.
Membuat diri terlihat bodoh dengan memperjuangkanmu, yang bahkan tidak menjadikanku satu-satunya.
Dicaci, dimaki, seolah tak peduli, yang kutau hanya ingin sembunyi lebih lama lagi.
Bahkan aku rela tetap tinggal dengan segala syarat yang diminta kekasihmu.
Apa aku begitu tolol hingga bersedia berkorban untuknya, hanya untuk menjaga kebersamaan kita.
Rasanya masih samar-samar, sakit yang tersisa kupikir sudah usai, rupanya malah mengendap dalam, dan hujan air mata membuatnya menguap.
Sampai kapan? Entahlah
Aku hanya ingin memahami pikiranmu yang tak dapat ku mengerti, namun ini begitu membingungkan.
Bagaimana kamu bisa begitu tenang, padahal dalam kepala ada riuh penuh suara.
Aku hanya sedang memahami, memaklumi kondisi ini, hingga sampai akhirnya kutau tiada jawaban lain selain menyadari untuk mengikhlaskan segalanya.
Komentar
Posting Komentar