Langsung ke konten utama

Bukan Kisah Yang Terlalu Penting



“Kenangan Masa Lalu”


Di senja yang sedikit mendung aku berjalan menyusuri tepian sungai, jalan yang sudah sekitar 12 tahun tak pernah kulewati. Dalam setiap langkah kurasakan semilir angin yang berhembus meniup rambutku yang tergerai panjang. Seketika aku menghentikan langkahku saat kulihat sebuah pohon besar diseberang sungai, sejenak kupejamkan mata sambil menerawang kenangan yang kurasa pernah kualami 12 tahun lalu dibawah pohon itu.
            Masih dengan mata terpejam sepertinya aku tersenyum kecil saat dalam bayanganku aku melihat dibawah pohon besar itu ada seorang anak perempuan dengan rambut hitamnya yang pendek mengenakan baju berwarna putih sedang tertawa sangat bahagia, disampingnya ada seorang pria dan wanita yang sedang ikut tertawa bersamanya, mereka sedang bercanda dengan bahagianya.
            Dalam bayanganku hari itu sangat cerah tidak mendung seperti sore ini, suasana yang sangat hangat bagi keluarga yang kulihat dibawah pohon sebrang sungai itu, mereka mulai bangun dari duduknya, wanita dan pria itu berjalan sambil bergandengan tangan sedangkan kulihat anak kecil berambut pendek itu berada dipunggung ayahnya. Sambil berjalan mereka masih saling bercanda, tertawa dengan sangat bahagia sampai membuat orang lain yang lewat merasa iri dengan kebahagiaan mereka.
            Suara petir tiba-tiba mengagetkanku, membuat pemandangan indah dalam bayanganku lenyap seketika, tak kusadari langit mulai gelap dan rintik-rintik hujan mulai tiba, namun aku masih berdiri ditempatku, kupandang langit yang gelap dengan tangan menadahi air yang jatuh dari langit. Hujan semakin deras tapi aku tak dapat melangkahkan kakiku, tiba-tiba air mataku mengalir mengikuti derasnya hujan, dadaku terasa sesak dan perasaan mulai kacau balau.
            Samar-samar terlihat lagi bayangan akan keluarga bahagia yang kulihat tadi, namun dadaku semakin sesak seakan terhimpit sebuah batu besar yang tak dapat tergeser lagi, menghujam perasaan yang kacau balau. Perlahan kusadari sepertinya aku mengenali sosok yang kulihat dalam bayangan itu, sepertinya aku pernah merasakan kebahagiaan yang mereka alami itu.
            Ya memang benar, aku memang mengenalnya karena anak kecil berambut pendek yang kulihat dalam bayangan itu adalah aku, aku yang masih polos dan dikelilingi oleh kebahagiaan, kebahagiaan yang 12 tahun terakhir ini tak pernah aku dapatkan lagi. Sedangkan wanita dan pria yang bersamanya mereka adalah orang tuaku, orang tua yang sangat kurindukan saat ini.
            Semua kehangatan dan kebahagiaan yang aku rasakan mulai menghilang dimalam itu, samar-samar masih ku ingat pertengkaran kedua orang tuaku malam itu, saat dalam tidurku aku mendengar teriakan seorang wanita disertai suara piring pecah yang kukira adalah mimpi. Namun itu bukan mimpi, itu adalah suara teriakan ibuku yang sedang bertengkar dengan ayahku, aku beranjak dari tempat tidurku dan mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit, aku tidak tahu apa yang terjadi saat itu namun aku menangis hingga menghentikan pertengkaran mereka.
            Sejak malam itu aku tidak pernah lagi melihat ayahku, aku bahkan tidak pernah tahu dimana keberadaannya, saat kutanyakan kepada ibuku dia tak pernah menjawabnya, kadang hanya diam dan mengalihkan pertanyaanku itu. Beberapa bulan dari kepergian ayahku, ibuku mulai sibuk dengan urusannya, aku mulai merasa kesepian dan hingga aku terbiasa kesepian sampai saat ini.
            Lambat laun dengan bertambahnya umurku, aku mulai mengerti apa yang sedang terjadi, orang tuaku ternyata bercerai, entah masalah apa yang membuat perpisahan itu terjadi aku tidak mengetahuinya hingga saat ini. Setiap orang yang kutanyai tidak ada yang bersedia menceritakan masalahnya kepadaku.
            Sekarang hal itu bukan masalah penting lagi bagiku, sekarang aku hanya merindukan mereka, aku ingin merasakan kebahagiaan itu lagi, aku ingin tertawa dan bercanda lagi dengan mereka, aku ingin seperti teman-temanku yang saat ada masalah dapat menceritakan kepada ibunya serta ada ayah yang mengantarnya berangkat ke sekolah.
            Namun semua harapanku tak mungkin terjadi, semua tak dapat kurasakan, aku hanya dapat iri melihat kebahagiaan orang lain, aku hanya dapat membayangkan kisah-kisah indah akan menghampiri hidupku. Aku menyadari aku tidak akan dapat mendapatkan kebahagiaan yang orang lain miliki, kebahagiaanku sudah hilang dan kini hanya sebuah kenangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...