Langsung ke konten utama

22:50

Langit semakin pekat, kubuka tirai jendela untuk melihatnya tak ada cahaya bintang ataupun rembulan yang menghiasi malamnya. Kurasa sebentar lagi hujan akan turun dari persembunyiannya, dan kini terdengar gemuruh diatas sana. Lampu dikamarku sudah padam dan suasana diluar pun sudah semakin sepi, tak ada lagi kendaraan berlalu lalang yang lewat dijalan depan rumahku. Kutatap layar ponselku dan terlihat jam di ujung sebelah kanan layar ponselku yang menunjukkan sekarang sudah pukul 22.50. Tubuhku sudah terasa lelah namun mataku masih enggan untuk terpejam. Masih kupandangi layar ponselku namun kali ini aku melihat walpaper yang muncul dilayar ponselku itu, disana terlihat potretmu bersama denganku. Ahh.. aku resah saat ini, mengapa sampai selarut ini kamu belum juga mengabariku. Aku sudah merasa lelah menunggu pesan singkatmu, namun yang kuherankan mengapa aku masih tetap saja menunggu. Hatiku menggebu gebu karena resah, aku khawatir karena kabar terakhir yang kuterima darimu adalah kau bilang akan balapan mobil seperti biasanya. Bukankah sudah beberapa kali kita bertengkar hanya karena masalah ini, sudah kukatakan aku benci hobimu yang menurutnu keren itu. Bodoh melakukan hal yang mempertaruhkan nyawa, teruslah kau tak pernah mendengarkanku, menurutmu aku cemburu dengan gadis-gadis berpakaian minim yang ada di club itu bersamamu itu jadi kau hanya selalu meyakinkanku bahwa jau hanya mencintaiku dan apapun yang kau lakukan tidak akan melebihi batas karena kau hanya menyalurkan hobimu. Aku paham apa yang kau katakan, aku mengerti bahwa sulit untuk berhenti melakukan hobi yang kau suka, aku pun juga tak mungkin bisa jika ada seseorang yang menyuryhku berhenti menulis. Tapi bukan itu alasannya, bukan karena gadis-gadis itu permasalahannya, aku tak mengkhawatirkan mereka akan merebutmu dariku karena aku percaya padamu, hanya saja aku mengkhawatirkan keselamatanmu sayang, aku tidak ingin hal-hal buruk terjadi padamu. Sambil berbaring kupikir lebih baik menunggumu sambil mendengarkan musik supaya kantukku tidak begitu terasa. Terputar lagu "detik terakhir" dari band lyla saat ini di playlist daftar laguku. Aku bernyanyi pelan mengikuti suara vokalisnya, tok tok... ada yang mengetuk jendela kamarku, kuhentikan nyanyianku dan hanya terdengar suara vokalis yang bernyanyi, siapa fikirku datang selarut ini, kubuka tirai jendelaku dan kulihat kamu ada dibaliknya. Ahh membuatku kaget saja, kamu tersenyum dengan raut wajah yang amat manis dan teduh, namun malam ini kau terlihat sangat pucat, apa mungkin karena aku melihatmu dari balik jendela jadi kau terlihat pucat. Kubuka jendela kamarku agar bisa melihatmu dengan jelas walaupun masih terhalang oleh tralis besi tapi kurasa aku dapat melihatmu dengan sangat jelas, kau berjalan semakin mendekat kearahku nanun wajahmu begitu datar. Ketika kamu tepat didepanku tanpa memberimu kesempatan bicara aku langsung mengoceh melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sejak tadi membuatku khawatir,"kamu kemana aja sih, kenapa dari tadi gak ngabarin aku, kenapa telponku gak kamu angkat, aku kan udah bilang kamu jangan pergi, liat geh sekarang muka kamu pucet gitu, kamu belum makan ya, kamu sakit ya?". Membuatku kesal saja, kau menjawab pertanyaanku hanya dengan menggelengkan kepala, lalu kau tersenyum teduh sambil menyodorkan bunga mawar berwarna putih kepadaku. Selalu saja begitu, kau tahu sekali setiap aku marah kau selalu memberiku bunga mawar untuk meredakan amarahku. Kuraih bunga itu dan kubalas senyummu tanpa kata, tak ada lagi amarah dihatiku saat ini, kutahu kau benar-benar mencintaiku dari tatapanmu itu, kita saling berpandangan dengan senyum yang tersimpul diwajah satu sama lain namun tetap diam dalam keheningan. Ponselku berdering, sepertinya ada panggilan masuk dari nada yang terdengar, siapa pikirku menelpon selarut ini pasti ada hal penting. "Tunggu sebentar ya,  aku angkat telpon dulu", ujarku padamu. Tanpa mendengar jawabanmu aku langsung membalikkan badan dan meraih ponselku yang terletak diranjang tempat tidurku, tanpa melihat siapa yang menelpon aku menjawabnya. Terdengar nafas panik yang terengah-engah diujung telpon, aku bertanya "ada apa??". Suara diujung telpon menjawab dengan suara yang terdengar lirih dan terbata-bata. Aku berdiri diam sambil mendengarkan apa yang dikatakannya. Setelah telpon terputus aku berkata "apakah dia bercanda? Apakah maksudnya berkata seperti itu, jika itu benar-benar terjadi bagaimana, apakah hal tersebut pantas dijadikan lelucon, dasar bajingan!. Namun saat itu entah mengapa sambil marah aku merasa sangat sedih, seperti ada pisau yang menancap dalam dihatiku. Apa yang dia katakan tadi kembali kupikirkan dan terus saja terngiang, suara diujung telpon itu bilang kau kecelakaan pukul 22:50 tadi saat balapan, katanya kau terluka sangat parah dan meninggal ditempat kejadian. Lelucon macam apa itu pikirku. Hingga aku lupa tadi aku sedang bicara denganmu dari balik jendela kamarku. Dan saat aku kembali, kulihat sudah tidak ada lagi sosokmu dibalik jendela yang terbuka itu, hanya ada angin yang berhembus menyelinap masuk lewat jendela yang menuju kearahku hingga membuat seluruh tubuhku dingin seketika. Sambil kurasakan dingin yang menyelimuti, aku masih tetap berdiri terdiam dan menatap kebalik jendela.


Bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...