Langsung ke konten utama

de javu

Kamu merasakan hal yang sama dengannya bukan, kalian sama-sama rindu, kalian berharap temu, kalian saling merasakan kekhawatiran, dari jauh kalian saling memikirkan. Namun kalian terlalu malu untuk mengakuinya, terlalu bodoh dengan rindu yang kalian pendam, terlalu mempertahankan egois yang sangat tinggi.
Kalian mengaku sudah nyaman dengan kehidupan kalian yang sekarang, namun aku tahu kalian sangat menderita oleh perasaan kalian.
Kamu yang diam tiap kali mengingat hal tentangnya, siang tadi aku melihatmu menangis, aku tahu kau sangat sedih ketika ada gadis kecil yang menyapamu dengan suara yang keras diiringi tawanya yang renyah dengan senyum polos yang dimilikinya.
Aku dapat melihat ada sesuatu dalam fikiranmu, beberapa  kenangan yang bersangkutan dengan gadis itu. Aku lihat kau ada disuatu rumah dimana ada gadis itu dan keluarganya, kau melakukan berbagai hal bersama didalam rumah itu, memasak dan membuat kue bersama ibunya , bersenda gurau bersama anggota keluarganya yang lain.
Kau terlihat salah satu dari bagian keluarga itu walaupun kutahu tak ada sedikitpun aliran darah yang sama antara kau dan mereka.
Dejavu, segalanya seperti pernah terjadi pada diriku juga, sepertinya aku pun pernah merasakan hal-hal yang kulihat dalam fikiranmu itu, saat melihatmu menangis hatiku pun luluh terasa sesak dan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Makin lama makin tak beraturan, semakin menyakitkan seperti teriris pisau tajam pada dinding-dinding hatiku. Darahku seakan berhenti mengalir, nadiku bagaikan diikat oleh rantai. Nafasku mengambang, ragaku seakan berpisah dengan jiwanya, bayangan itu sangat indah namun juga menakutkan, aku tahu perasaanmu dan aku tahu apa sebab dari kau menangis.
Aku rasa aku lebih mengerti apa yang sedang terjadi dibandingkan dirimu, aku tahu kau merindukan masa-masa yang membuat mu menangis itu, aku tahu kau juga merindukannya, aku tahu kau ingin memeluknya dengan erat, bahkan saat mendengar namanya pun kutahu kau pun ikut terpanggil. Aku bukannya tahu segala hal tentangmu, namun aku dapat mengerti dirimu dan kusadari itu ketika aku berdiri tegak dan menatap kedepan, baru kusadari sejak tadi aku sedang bercermin dan baru kusadari ternyata yang kubicarakan sejak tadi adalah diriku sendiri.
Astaga ternyata aku sangat menyedihkan, apakah aku benar-benar terlihat seperti itu, lemah, bodoh, tak berdaya, penuh penyesalan, serta ketakutan.
Haruskah aku mengkhawatirkan apa yang terjadi kali ini, rasanya aku lebih suka untuk mengkhawatirkanmu, tak begitu menjijikkan menyebut diriku sebagai dirimu dibandingkan aku harus mengakui diriku sendiri saat terlihat seperti itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...