Langsung ke konten utama

Mawar Putih

Lanjutan 22:50




Tak ada kamu disana, aku masih berdiri dan membisu. Apakah yang sebenarnya terjadi, tubuhku seketika lemas seakan jiwaku terpisah dari raganya, aku berusaha beranjak dari tempatku berdiri menuju tempat tidurku, namun seketika semua menjadi gelap.
Terasa agak pusing dikepalaku saat kubuka kelopak mataku, rasanya seperti aku sudah tidur lama sekali. Aku beranjak dari tempat tidurku dengan tubuh yang lemah, tiba-tiba aku teringat sesuatu. Segala yang ku ingat rasanya semua bagaikan mimpi, tapi apa maksud dari mimpi itu.
Kubuka pintu kamar dan berjalan keluar, kulihat kedua orang tuaku mengenakan setelan baju berwarna hitam, mereka menatapku dengan tatapan yang menguatkanku. "Apa yang terjadi?? ", ujarku. Penjelasan mereka membuatku merasa lemah, aku tak percaya apa yang mereka katakan.
Aku bersiap menuju kediamanmu, sepanjang perjalanan entah apa yang kurasakan, aku tak percaya apa yang orang tuaku katakan tentangmu, tapi mengapa aku bersedih, mengapa aku menangis, mengapa aku sekhawatir ini.
Sesampai dirumahmu tak kutemui dirimu dimanapun, namun mengapa disini ramai sekali orang-orang yang mengenakan setelan hitam.
Aku berdiri dikamarmu, kupandangi potret kita yang terpajang didinding kamarmu. Aku bergegas berlari keluar saat kudengar suara ambulance berhenti didepan rumahmu, suaranya sangat memilukan.
Aku seketika terperangah, diam membisu, tubuhku terasa kaku saat kulihat sosok yang keluar dari ambulance itu.
Itu kamu, wajahmu pucat pasi, bibirmu terlihat beku dan matamu tertutup.
Aku masih tak percaya itu dirimu.
Seketika terbayang olehku masa-masa yang kulewati bersamamu, bahkan aku mendengar suara kita sedang tertawa. Namun dadaku terasa sesak, mataku panas dan pipiku terasa basah. Teringat percakapn kita beberapa waktu lalu, saat itu kau memberiku setangkai mawar berwarna merah sebagai permohonan maaf, waktu itu kutanya mengapa kau selalu memberiku mawar berwarna merah. Pilu sekali hatiku saat itu mengingat jawabanmu, kau bilang padaku kau memberi mawar merah itu sebagai permintaan maaf karena masih belum bisa berjanji padaku untuk berhenti balapan dan kau bilang bahwa ketika kau memberiku setangkai mawar berwarna putih kau baru akan berjanji padaku untuk berhenti balapan.
Mawar putih itu, yang tak kumengerti itu, sosok yang seperti dirimu memberikan mawar putih itu semalam dalam keadaan yang seakan mimpi bagiku.
Jadi ini janjimu, jadi maksudmu, jadi ini arti dari mawar putih itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...