Langsung ke konten utama

Monster Tak Berhati

Hujan menenangkan suasana hatiku, namun flu yang kini menyerangku benar-benar menyiksa.
Hari ini kondisi tubuhku tidak begitu baik, seharian aku hanya meringkuk didalam selimutku.
Kebetulan hari ini hujan turun dengan gilanya, ia tidak memberikan kesempatan bagi para manusia untuk menjalani aktivitas mereka dengan lancar.
Kubuka tirai jendelaku, ku tatap butir-butir air yang turun dari langit itu.  Jalanan begitu sepi, tak ada pejalan kaki yang lewat, pengendara sepeda motor pun tak terlihat, hanya beberapa mobil pribadi yang berlalu lalang.
Beberapa hari ini hidupku terasa melankolis, segala hal yang terjadi terasa salah dan menyedihkan.
Entah aku yang berlebihan dengan sikapku atau memang nyatanya begitu melankolisnya.
Bencana alam terjadi dimana-mana, namun bukan bencana alam seperti halnya gempa bumi, banjir, tanah longsor atau semacamnya.
Namun bencana dalam realita kehidupan, penghianatan, kebohongan, terbongkarnya fakta kejahatan, konspirasi merajalela, hingga lunturnya rasa kepercayaan.
Menyakitkan bila teringat hal menjijikan yang kalian lakukan.
Siapa aku ini??  Apa kesalahanku pada kalian keturunan adam dan hawa yang begitu kusayangi??
Begitu peliknya kejahatan kalian!
Keduanya orang-orang terdekatku kalian yang menghianatiku.
Apa yang harus kulakukan pada kalian, aku terlalu sayang untuk marah pada kalian.
Kamu, apakah tidak menganggap penting hubungan kita yang namanya persahabatan itu?  Jika kau menyukai pria brengsek itu, katakan saja dari awal, aku akan begitu rela melepaskannya untukmu, setidaknya sebelum aku terjebak dalam hal yang namanya cinta olehnya.
Dan kau!  Lelaki brengsek yang aku cinta.
Mengapa kau peluk aku jika kau pun memeluk wanita yang kusebut sahabat itu.
Aku begitu menyayangi kalian namun mengapa kalian berikan balasan yang begitu kejinya.
Kalian memelukku namun juga menusukku secara bersamaan.
Tidak ada satupun dari bagian tubuhku yang terluka dan berdarah. Namun luka itu terasa tepat dijantung hatiku, begitu hancurnya perasaanku hingga tak terbendung lagi kesedihanku.
Bahkan aku tak dapat lagi meledak-ledak seperti biasanya dikala kemarahanku memuncak.
Kepada siapa aku dapat berbagi kepahitan ini. Jika biasanya kalian lah tempatku berbagi kini kalian malah menjadi pemeran utama dalam drama menjijikan ini.
Aku yang kini hanya dapat berdiri diam dan mematung melihat drama indah kalian yang menyayat nadiku.
Aku bersedih hingga muak oleh cerita cinta yang kalian buat begitu ironis ini.
Sungguh kalian adalah aktris dan aktor kawakan yang begitu hebat. Berpura-pura dengan kepalsuan. Menggoreskan tinta hitam dalam catatan indah hidupku, mengobrak-abrik ruang lingkup bahagiaku.
Pedih memang yang kurasa, namun apa yang dapat ku lakukan. Hatiku tak sanggup untuk menghukum kalian, bibirku tak dapat untuk mencaci bahkan memaki. Kalianlah tersangka yang jadi terdakwa tapi mengapa aku yang membayar hukuman ini untuk kalian.
Tak banyak yang dapat ku ucapkan pada kalian yang tidak akan pernah mengerti betapa hancurnya diriku.
Hanya terimakasih pernah menjadi sahabat dan kekasihku sebelum kalian menjadi monster tak berhati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...