Langsung ke konten utama

Bukan kisah yang begitu penting :')

"Begitu terik sang surya memberikan kehangatannya hari ini hingga ku benar-benar rindu hujan. Biasanya kutatap langit yang teduh bahkan hari ini mataku menyipit saat mendongak kearah langit dan tak tahan akan cahaya dari sang surya yang begitu terang beribu kali lipat dari biasanya. Kurasakan ada air keringat yang menetes dari dahiku, bahkan setengah bajuku seperti dibasahi oleh hujan keringat dari tubuhku. Namun perjalananku masih jauh, belum setengah kutempuh dari tempat tujuanku, menyusahkan sekali memang pergi dihari yang cuacanya tidak berpihak seperti ini. Namun tujuanku begitu ingin kucapai, kudengar kabar masku pulang dari perantauannya, mas yang setahun ini aku tunggu kepulangannya, mas yang amat sangat kurindukan."



Ahh suara petir membuyarkan konsentrasiku, hingga imajinasi dari tulisan yang kubuat terpencar kemana-mana, baru saja aku terhanyut masuk sebagai tokoh dalam tulisanku dengan peran sebagai gadis desa yang menggebu ingin mengejar cinta seorang mas nya.
Sulit untuk menyatukan kembali imajinasi fanaku, apalagi menyusun eksplorasi diksi yang berantakan ketika konsentrasiku buyar seperti ini.
Rasanya kini aku lebih baik memilih untuk menyelesaikan membaca novel karya penulis idolaku yang juga menjadi motivator dari tulisan-tulisan yang kubuat selama ini.
Ah sialnya karya dari penulis idolaku ini selalu sama dengan kisahku, lebih parahnya lagi pilihan kata ditulisannya mampu membuat hatiku getir teringat pahitnya kisahku yang terbuka karena membaca novel ini.
Sosok dalam novel itu adalah aku yang berperan sebagai wanita yang punya semangat tinggi dan memperjuangkan cintanya hingga berdarah-darah namun selalu ditinggalkan saat sedang cinta-cintanya.
Sama persis, sial. Belum sampai ending ceritanya pun aku sudah dibuat meneteskan air mata berkali-kali karena tulisan ini.
Masih penasaran pada endingnya, namun tak dapat kulanjutkan membaca karena ku dengar suara ibuku memanggil.
Ibuku memang selalu begitu, kadang memanggil disaat yang tidak begitu tepat.
Ternyata waktunya makan malam tiba, dan seperti biasanya hanya ada aku dan ibuku di meja ini, ayahku entah mungkin sedang dimeja yang berbeda bersama wanita lain.
Ibuku memulai percakapan sambil menyodori piring kearahku. Ah, sialnya perkataan ibuku benar-benar membuat nafsu makan ku hilang.
Ibuku menanyakan dia, kabarnya, mengapa akhir-akhir ini dia jarang mengunjungi, dia seseorang yang beberapa waktu lalu kukenalkan kepada ibuku sebagai kekasihku.
Apa yang harus kukatakan untuk menjawab segala pertanyaan ibu ku, masih dengan diam aku memikirkan kata apa yang harus kuucap sebagai jawaban.
Aku hanya dapat berkata, kabarnya baik dan akhir-akhir ini ia sedang lebih sibuk dari biasanya hingga jarang mengunjungi.
Namun dalam hatiku yang menangis aku menjawab pula. Ibu, tahukah ibu beberapa waktu terakhir ini hatiku sangat sedih, kondisiku amat kacau, hanya saja aku begitu berusaha berakting dan menjadi artis yang baik didepanmu. Aku tak ingin menambahkan kekhawatiran ditengah kesedihan yang kau alami karena ayah.
Ibu, tahukah apa sebab dari keterlukaan hatiku. Pria itu bu, dia yang kau tanyai telah melukaiku, setelah aku percaya akan adanya cinta setelah bertemu dengannya dalam seketika ia juga membuatku kembali tak percaya bahwa masih ada cinta yang tulus saat dia telah meninggalkanku dalam kondisi yang sedang cinta-cintanya.
Tahukah ibu apa lagi yang lebih membuatku terluka, ia pergi hanya karena ada wanita lain yang katanya lebih baik dariku bu. Ia bilang ia muak denganku wanita berkacamata yang berpenampilan seperti wanita kuno, dia bilang dia muak harus menghadapi imajinasi yang selalu kutuangkan dalam tulisanku itu. Katanya aku tidak berpotensi apa-apa untuk pantas bersanding dengannya.
Salahku apa bu, apakah salah jika aku tumbuh sebagai wanita sederhana yang apa adanya, apakah salah jika aku gila dalam imajinasiku.
Dulu katanya ia dapat menerima segala kurang dan lebihku, tapi dia ingkar bu, hingga kini aku benar-benar terluka.
Apakah pria memang seperti itu bu, sama seperti ayah juga??
Mengapa pria-pria disekitarku berperan dengan sangat jahat, apakah pria semuanya selalu begitu, para pria menyanjung wanita sampai nirwana hingga jika mereka mencapai tujuannya mereka menghempaskan para wanita begitu saja sampai jatuh ke samudera terdalam.
Aku tenggelam bu, aku hanyut dalam kesedihan, aku sama seperti ibu, sama terluka karena cinta namun tetap diam dalam kepedihan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...