Tangisku pecah dalam keheningan, semakin aku merajuk semakin terasa sakit tepat di ulu hatiku.
Hujan seolah memihak padaku, sepertinya ia tak ingin ada yang tahu tangisku, sehingga ia turun dengan derasnya turut pula memecah keheningan dengan bising rintiknya dalam ritme yang cepat.
Tangisku tak ada yang tahu, hanya aku dan hujan yang akan menyimpan rahasia dari tangisku.
Entah sedih atau bahagia yang menjadi alasan dari tangisku aku sudah tak tahu lagi, aku tak dapat membedakan antara keduanya.
Kedua hal tersebut begitu sulit kubedakan karena dulu aku sering bahagia didalam tangis kadang pula aku menangis karena benar-benar bersedih.
Aku merasa bersalah kepada diriku sendiri, mengapa aku menyakiti hatiku begitu dalamnya, hingga ada yang tersakiti pula karena kebodohanku.
Aku membohongi hatiku ketika aku bersama seseorang, seseorang yang kupikir benar-benar tulus.
Seseorang yang datang dengan sosok dewasanya datang memberikan kenyamanan.
Memanjakanku seperti abang kepada adiknya dengan penuh kasih sayang, hingga aku terlarut dalam kenyamanan dan kasih sayang yang diberikannya.
Hingga kini baru kurasa bahwa kemarin itu hanyalah emosi sesaatku, aku terlalu cepat mengartikan perasaanku kepada seseorang itu sebagai cinta, padahal semuanya hanya karena aku rindu cinta lamaku yang tak akan pernah kembali.
Maafkan aku memutuskan untuk pergi, rasa nyaman yang hadir hanya sesaat kurasakan, aku tidak akan bertahan lagi pada hal yang tidak membuatku bahagia, maafkan keegoisan dari perasaanku yang haus akan bahagia ini, aku hanya tidak ingin mengulangi kesalahanku.
Aku tak dapat membohongi diriku, selain itu menyakitiku, hal itu juga akan menyakitimu kelak ketika kau tahu kebenarannya.
Aku fikir kau sudah cukup dewasa untuk menerima keputusan ini, bukannya aku pergi tanpa alasan hanya saja segala alasanku itu tak akan pernah engkau mengerti, jadi lebih baik aku tidak mengatakannya.
Namun kuucap beribu terimakasih lewat tulisan yang mungkin tak akan pernah kamu baca ini, terimakasih karena hadirmu kemarin dapat sedikit menyembuhkan lukaku, terimakasih karena kebersamaan singkat kita kemarin dapat membuatku melupakan sedikit potongan dari kisah cinta lamaku, terimakasih karena dirimu memberikan sedikit cerita yang dapat kutuliskan disalah satu lembar dari deretan kisah hidupku.
Setidaknya tulisan itu yang akan membuatku selalu mengingat adanya sosokmu, abangku.
Hujan seolah memihak padaku, sepertinya ia tak ingin ada yang tahu tangisku, sehingga ia turun dengan derasnya turut pula memecah keheningan dengan bising rintiknya dalam ritme yang cepat.
Tangisku tak ada yang tahu, hanya aku dan hujan yang akan menyimpan rahasia dari tangisku.
Entah sedih atau bahagia yang menjadi alasan dari tangisku aku sudah tak tahu lagi, aku tak dapat membedakan antara keduanya.
Kedua hal tersebut begitu sulit kubedakan karena dulu aku sering bahagia didalam tangis kadang pula aku menangis karena benar-benar bersedih.
Aku merasa bersalah kepada diriku sendiri, mengapa aku menyakiti hatiku begitu dalamnya, hingga ada yang tersakiti pula karena kebodohanku.
Aku membohongi hatiku ketika aku bersama seseorang, seseorang yang kupikir benar-benar tulus.
Seseorang yang datang dengan sosok dewasanya datang memberikan kenyamanan.
Memanjakanku seperti abang kepada adiknya dengan penuh kasih sayang, hingga aku terlarut dalam kenyamanan dan kasih sayang yang diberikannya.
Hingga kini baru kurasa bahwa kemarin itu hanyalah emosi sesaatku, aku terlalu cepat mengartikan perasaanku kepada seseorang itu sebagai cinta, padahal semuanya hanya karena aku rindu cinta lamaku yang tak akan pernah kembali.
Maafkan aku memutuskan untuk pergi, rasa nyaman yang hadir hanya sesaat kurasakan, aku tidak akan bertahan lagi pada hal yang tidak membuatku bahagia, maafkan keegoisan dari perasaanku yang haus akan bahagia ini, aku hanya tidak ingin mengulangi kesalahanku.
Aku tak dapat membohongi diriku, selain itu menyakitiku, hal itu juga akan menyakitimu kelak ketika kau tahu kebenarannya.
Aku fikir kau sudah cukup dewasa untuk menerima keputusan ini, bukannya aku pergi tanpa alasan hanya saja segala alasanku itu tak akan pernah engkau mengerti, jadi lebih baik aku tidak mengatakannya.
Namun kuucap beribu terimakasih lewat tulisan yang mungkin tak akan pernah kamu baca ini, terimakasih karena hadirmu kemarin dapat sedikit menyembuhkan lukaku, terimakasih karena kebersamaan singkat kita kemarin dapat membuatku melupakan sedikit potongan dari kisah cinta lamaku, terimakasih karena dirimu memberikan sedikit cerita yang dapat kutuliskan disalah satu lembar dari deretan kisah hidupku.
Setidaknya tulisan itu yang akan membuatku selalu mengingat adanya sosokmu, abangku.
Dariku adikmu yang bodoh: ')
Komentar
Posting Komentar