Langsung ke konten utama

Mati Rasa Cinta

Hujan terimakasih telah mengguyur seluruh tubuhku sore ini, membasahi tubuhku hingga kurasa dingin disekujurnya, menggigil hingga kurasa amat tak berdayanya.
Hatiku luka, kini aku benar-benar hilang selera untuk berbahagia, rasanya begitu menyakitkan, ulu hatiku seakan terhimpit batu besar yang membuatnya amat sesak dan sebentar lagi seolah akan berhenti berdetak.
Air dari kelopak sayu ku ini pun memberontak, pipiku begitu panas, benteng pertahananku hancur, runtuh dalam seketika, aku merintih hingga mengerang, aku kesakitan, tak berdarah namun luka ini benar-benar lebih sakit dari pada tersayat pisau.
Bajuku basah karena guyuran hujan, hingga langit berhenti menangispun baju ini masih melekat ditubuhku, biarlah dinginnya terus menjalar, tak apa untuk menyejukkan hati yang panas karena terhimpit batu ini.
Malah kini makin basah, rupanya air asin yang mengalir dari kelopak mata sayu ini makin deras, mengapa hujan aku harus menangis ??
Apa yang begitu menyedihkan hingga aku terlihat seperti ini, bodoh menangisi pria yang hanya menjadikanku mainannya itu.
Apa kah aku terlihat seperti boneka, hingga aku layak dipermainkan, atau mungkin memang pria brengsek itu selalu begini pada setiap wanita !!!
Ah tapi ini begitu sakit, aku meledak, aku marah, aku tak pernah seperti ini jika aku tak benar-benar terluka.
Hujan, mengapa rasanya begitu naif ! Lagi-lagi aku dibodohi oleh cinta, mengapa aku harus terperosok kedalam jurang yang dibuatnya, mengapa aku cinta lagi kepada pria yang hanya membuatku merasa melayang ditengah kebahagiaan sesaat dan menghempaskanku dalam kepedihan dengan sekejap.
Apakah pria selalu begitu adanya ??
Hah.. cinta !!! Persetan dengan cinta, aku benar-benar tak percaya lagi dengan yang namanya cinta.
Cinta hanya sebuah kebohongan yang terbungkus manis, kejahatan yang terskenario dengan rapi, penipuan yang benar-benar menghipnotis, mati rasaku pada cinta.




Untuk pria yang menghadirkan luka ini

Terimakasih atas luka yang begitu dahsyat ini, tamparannya terasa dihatiku, jika terlihat mungkin hatiku sedang koma saat ini.
Terimakasih juga untuk segala drama yang kau perankan dengan baik itu, skenarionya begitu hebat, aku begitu terpukau dengan permainanmu.
Kupikir cinta yang kau ucap itu benar-benar pada kenyataannya, ternyata hanya aku yang terlalu bodoh untuk mempercai hal itu.
Oh yaa, kau berhasil membuatku cinta pada dirimu karena drama kawakan yang kau sutradai dan perankan itu sendiri, kau amat memukau.
Walau hanya sesaat hari kemarin begitu indah, terimakasih telah membuatku sesaat bahagia ditengah permainanmu sebelum hari ini hingga aku terluka karena kalah dalam permainan yang kau buat.


Dariku wanita yang terluka karena mencintaimu



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...