Langsung ke konten utama

Imajinasi kosong

Imajinasiku kosong, aku kehabisan kata-kata, terlalu penat rasanya untuk menyampaikan segalanya lewat tulisan-tulisan seperti biasanya. Hanya saja tidak ada hal yang lebih baik dari pada aku berbicara dengan imajinasiku.
Tak ada yang lebih mengerti hatiku dari pada setiap kata yang ku tulis, tak ada yang memahaminya lebih dari pada kegilaan imajinasi yang selama ini menjadi pelipur laraku.
Aku memulainya lagi, aku memberikan hatiku, aku cinta lagi.
Ia bilang cintaku palsu, bukan palsu hanya saja aku belum terbiasa dengan cinta yang baru.
Hatiku sudah terlalu lama mencintai sosok yang kini telah menghilang bagai kayu yang berubah menjadi abu.
Bukan aku tak ingin membiasakan diri dengan cinta baruku, tetapi hati kecilku masih memberontak, katanya aku harus lebih berhati-hati lagi.
Aku tidak boleh terjebak lagi pada cinta yang salah, bukannya aku menyamakan masalalu dengan keadaan sekarang namun aku hanya berusaha belajar dari hal yang telah lalu itu, hal yang mengeksploitasi hidupku.
Katanya aku tidak bersungguh-sungguh, namun bukan seperti itu nyatanya. Aku tak bisa mengulangi hal-hal yang memberikan kenyamanan itu lagi, karena kutahu segalanya akan membuatku terlarut jika aku terjerumus kedalam perasaan yang mengambil alih hidupku.
Aku tak ingin lagi ada kata terbiasa yang membuatku mati rasa, seperti ketika aku terbiasa dengan sosok pahlawan masalalu yang membuatku mati rasa kepada pahlawan lain yang bersedia menggantikannya saat dia pergi, seperti saat aku hanya bergantung pada dirinya, terbuka padanya, memberikan hidupku padanya, mempercayainya, mencintainya, segalanya begitu sulit kuhadapi ketika kenyamanan itu pergi begitu saja.
Aku bagai yatim piatu sebatang kara, terjebak dalam hutan dengan gulita yang pekat, ditemani kesunyian tanpa suara yang menenangkan dan membuatku yakin masih ada sosok kehidupan.
Kala itu aku hancur, lemah, aku kehilangan bahagiaku, separuh dari hidupku tak kumiliki, hingga aku benar- benar harus memulai hidupku dari awal, mengisi kekosongan lewat tulisan yang kubuat dengan tinta hitam yang mengukir tentang kisah-kisah lalu yang pernah terjadi.
Kisah yang kusadari tak akan pernah kuulangi lagi, kisah yang kutahu seiring berjalannya waktu akan terhapus dan kulupakan.
Oleh karenanya sayang, sikapku masih begitu kaku, maaf aku blm dapat terbiasa, aku hanya ingin membuat kisah kita berbeda dengan cerita kelamku, aku ingin segalanya jadi lebih indah, agar aku dapat mengingatnya sampai ujung kehidupan.
Aku harap kau mengerti sedikit banyak dari keegoisan hatiku ini, mengerti lah hatiku belum sepenuhnya pulih dari luka masalalu, bukankah kau tahu itu??
Maka aku ingin kau yang menjadi penyembuh luka ku dan akan menjadi penjaga keindahan cerita hidupku sehingga aku tidak perlu membuang butiran air asin yang sering kali mengalir dari kelopak sayu mataku ini.
Juga biarkan aku menulis kisah kita dengan cerita cinta tanpa luka namun penuh pesona untuk menjadi penyemangat dikehidupan kelak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...