Langsung ke konten utama

Air Mata Kecewa Karenamu

Dadaku amat sesak seperti terhimpit batu besar dikedua sisinya. Pipiku panas dan terasa basah disekitar pelupuk mataku seperti ada sesuatu yang menggenang.
Dan diluar turun hujan padahal tadi siang matahari bersinar begitu terik, ini hujan pertama yang turun setelah kemarau panjang melanda bumi.
Oh Tuhan aku memang meyakini bahwa tidak akan turun hujan sampai rasa rapuh datang, tapi kenapa harus malam ini buliran air itu turun dari langit. Apakah sebegitu rapuhnya aku ?? Sepertinya amat menyedihkan melihat kondisiku saat ini.
Ah air yang menggenangi pelupuk mataku tumpah ruah, kelopak sayuku tak lagi kuasa membendungnya.
Astaga apakah aku menangis?? Ah ya aku memang sedang terisak dan hatiku merasa tersakiti.
Percakapan barusan begitu mengejutkanku. Ini pertama kalinya aku menangis karenanya setelah aku benar-benar cinta. Dan tadi perkataannya begitu menyayat hatiku. Tak kusangka ia dapat berbicara padaku dengan nada setinggi itu padahal beberapa saat sebelumnya aku benar-benar resah mengkhawatirkannya.
Apakah salah jika wanita yang mencintainya ini cemas setengah mati karena berjam-jam tak dapat kabar darinya.
Aku bahkan tak selera makan karena memikirkannya, berkali-kali menatap layar ponsel berharap ada satu pesan darinya.
Tapi apa malah selanjutnya setelah berhasil mendapat kabar melalui ujung ponsel malah suara diujung yang satunya menjelaskan dengan nada tinggi. Apakah tak bisa berkata halus untuk membuat tenang. Siapa yang salah ? Aku atau dirimu ?
Iya memang sepertinya aku yang salah, aku yang terlalu brrlebihan mengkhawatirianmu karena amat mencintaimu.
Tapi bukankan sudah kukatakan jika aku masih mau marah berarti kau begitu penting untukku dan jika aku sudah tidak peduli lagi seolah tidak terjadi apa-apa berarti kau tiada artinya lagi untukku.
Jadi apa ?? Baiklah aku tidak akan mengganggumu lagi dengan sejuta kekhawatiranku padamu, sekarang terserah apapun yang kau lakukan aku takkan peduli. Bukankah itu yang kau inginkan ??
Ya aku berjanji tak akan sekalipun aku mengulangi segalanya lagi. Kau bahkan berkata segala tulisan cinta yang kubuat untukmu tak ada artinya.
Jadi baiklah mungkin tulisan ini yamg terakhir. Maaf jika hatiku terlalu perasa tapi sungguh aku benar-benar terluka.
Apakahkau tau ini luka yang sama seperti yang dibuat oleh orang dimasalaluku. Aku fikir kau tak akan melukaiku seperti ini sebelum aku memutuskan untuk memberi hatiku padamu dulu.
Aku kecewa, sungguh ! Mengapa luka ini datang ketika aku benar-benar mencintaimu. Bahkan air mataku tak lekas habis malah semakin banyak, aku makin sulit bernafas tuan.
Aku heran apakah pria selalu seperti ini, menghempaskan setelah menerbangkan ke angkasa terdalam.
Oh ya tuan aku lupa mengucapkan, terimakasih untuk lukanya. Bau darahnya begitu segar dan aku tak tau kapan luka ini akan kering. Tapi kuharap luka ini akan kering disaat aku masih mencintaimu. Hingga tak akan terjadi hal yang tak kita inginkan namun pernah kita bayangkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...