Rasa ini tanpa sebab, tanpa mula, tanpa nama, dan tanpa akhir.
Aku tak tau dan benar-benar tak tau, padahal aku belum pernah melihatmu selain màta kita yang berpapasan melalui mimpi kala itu.
Kala itu senja sedang menanti malam, mega memperindah langit dengan jingganya.
Mata itu sekilas terlihat namun amat bercahaya, dan sayang sekali begitu cepat menghilangnya.
Tatapannya yang sekilas itu mampu membius bagaikan zat aditif, membuatku jadi tak realistis hingga tak tau mana yang fakta dan mana yang fiktif.
Senja membuatku gelagapan, karena perlahan-lahan ia menghilang. Padahal aku sedang mencari mata itu namun tiba-tiba gelap.
Namun mata itu masih terbayang, mata cokelat bundar yang mampu membiusku, membuatku tak mampu berkata-kata kala itu.
Mata yang aku ingin dipandandanginya setiap waktu, dengan lekat, penuh hasrat serta cinta.
Aku sungguh terheran-heran, apakah mata itu adalah mata penghipnotis hingga kini aku tidak dapat melupakan tatapannya dengan lekat.
Aku suka tatapannya yang sekilas itu, menghentikan bagaikan mesin waktu, membuatku membayangkan berpenggal-penggal kalimat indah yang mungkin terucap oleh pemilik mata itu.
Tapi kemana kini tatapan itu, mengapa ia menghilang dengan cepat seperti bintang yang jatuh. Mengapa cahayanya redup dan tak lagi terlihat. Hingga kini aku merasa gelap seperti pluto yang merindukan matahari.
Aku tak tau dan benar-benar tak tau, padahal aku belum pernah melihatmu selain màta kita yang berpapasan melalui mimpi kala itu.
Kala itu senja sedang menanti malam, mega memperindah langit dengan jingganya.
Mata itu sekilas terlihat namun amat bercahaya, dan sayang sekali begitu cepat menghilangnya.
Tatapannya yang sekilas itu mampu membius bagaikan zat aditif, membuatku jadi tak realistis hingga tak tau mana yang fakta dan mana yang fiktif.
Senja membuatku gelagapan, karena perlahan-lahan ia menghilang. Padahal aku sedang mencari mata itu namun tiba-tiba gelap.
Namun mata itu masih terbayang, mata cokelat bundar yang mampu membiusku, membuatku tak mampu berkata-kata kala itu.
Mata yang aku ingin dipandandanginya setiap waktu, dengan lekat, penuh hasrat serta cinta.
Aku sungguh terheran-heran, apakah mata itu adalah mata penghipnotis hingga kini aku tidak dapat melupakan tatapannya dengan lekat.
Aku suka tatapannya yang sekilas itu, menghentikan bagaikan mesin waktu, membuatku membayangkan berpenggal-penggal kalimat indah yang mungkin terucap oleh pemilik mata itu.
Tapi kemana kini tatapan itu, mengapa ia menghilang dengan cepat seperti bintang yang jatuh. Mengapa cahayanya redup dan tak lagi terlihat. Hingga kini aku merasa gelap seperti pluto yang merindukan matahari.
Komentar
Posting Komentar