Langsung ke konten utama

Skenario !

Malam makin pekat, tak ada suara yang mengiringi malam sepi ini.
Hanya detik jam dinding dan suara detak jantungku yang ritmenya seperti saling mengejar terdengar dengan jelas, hanya saja detakan jantung ini lebih cepat dari pada ritme jam dinding yang tergantung di atas pintu kamarku.
Aksen merah muda dengan degradasi ungu yang menghiasi tembok kamarku tak terlihat sama sekali, tak ada cahaya disini karena aku sengaja mematikan lampunya sejak awal masuk ke kamarku ini.
Udara terasa dingin sekali, aku merasa tertusuk dibagian tulangku oleh bekunya oksigen yang mengelilingi tubuhku. Bahkan bedcover  kesayanganku yang berhiaskan motif bunga mawar yang berwarna ungu tak lagi fungsional saat ini.
Tubuhku menggigil hebat, kupeluk erat Teddy Bear Purple milikku untuk mengurangi getaran tubuh ini.
Namun ulu hatiku seperti tercekik setiap kali aku mempererat pelukan ini.
Sesak, sedari tadi dadaku sesak entah karena dingin atau karena beban hati yang menumpuk tinggi.
Entah mengapa, hanya saja aku merasa sedih. Mengapa dunia benar-benar tak berpihak.
Mengapa segalanya yang terjadi menimpaku secara berturut-turut. Mengapa aku terbodohi dan diperlakukan sebegitu menyedihkannya oleh kalian. Apa salàhku Tuhan??
Tidak bolehkah aku berbahagia walau hanya sejenak?? Tak dapatkah aku hidup tanpa beban walau sekejap.
Mengapa mereka Tuhan, orang-orang terdekatku yang malah mengecewakanku.
Begitu teganya kah mereka?? Bukankah mereka tahu selama ini aku tak punya yang lain selain mereka. Bukankah mereka tahu pula segala bentuk derita yang menimpaku.
Lalu apa ini?? Jadi selama ini mereka hanya bermain peran dihadapanku.
Oh Tuhan .. aku bahkan tak menyukai drama seperti ini dalam serial apapun tapi mengapa kini hal seperti itu nyata terjadi dalam hidupku.
Wanita itu!! Apaķah ia tak lagi menganggapku sahabatnya?? Kufikir hubungan kami lebih dari sahabat karena hubungan baik kita selama 12tahun terakhir sejak pertama kali aku mengenalnya dibangku sekolah dasar kala itu. Aku tak pernah membayangkan hal ini terjadi sebelumnya, tak kusangka ia sebegitu naifnya.
Pria itu pula!! Mulut manisnya sungguh layak dipenuhi oleh semut. Kufikir dia tahu wanita itu adalah sahabatku, kufikir ia tulus dengan segala apa yang diucapkannya padaku.
Tapi apa ini, apa yang kalian lakukan dibelakangku. Ini begitu menyakitkan ketika mengetahui kalian melakukan hal ini padaku.
Aku tak ingin menangis tapi aku bersedih.
Aku tak ingin marah tapi aku kecewa.
Apa yang harus kulakukan kini, bagaimana aku dapat melanjutkan hidup jika separuh dari hidupku menghianatiku.
Kepada siapa kini aku mengeluh kesahkan persoalan hidupku jika orang yang terpercaya malah bermuslihat.
Oh tuhan aku lelah, Sungguh!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...