Sudah lewat setengah jam dari waktu tengah malam, berarti sudah lewat tiga hari dari setengah jam yang lalu sejak kau pergi tanpa lambaian tangan, dan hari ini memasuki hari keempat.
Sebenarnya aku tak ingin mengingat hal ini tapi entah mengapa waktu seolah sengaja berjalan lamban agar aku tak dapat melupakan hari dimana segalanya berakhir tanpa alasan itu.
Sampai selarut ini aku masih terjaga, aku tak bisa tidur, sudah beberapa waktu lalu sebelum kau pergi kebiasaan ini muncul lagi, jika sedang gelisah dan merasa banyak sekali sesuatu yang berjalan-jalan dipikiranku ini memang aku kesulitan untuk tidur.
Bahkan ingat tidak kamu?? Dulu kita sering melakukan percakapan diwaktu selarut ini saat kita belum mengenal suatu hal yang namanya "sayang" satu sama lain.
Kala itu kau menyapaku lewat timeline karena melihatku online tengah malam. Aku rindu saat-saat itu sungguh.
Sebenarnya malam ini kondisi badanku sedang tidak baik, aku merasa kelelahan, tulang serasa menolak dilekati ototnya, bahkan segala macam isi diperutku keluar denga menjijikkan melalui mulut. Iya aku muntah, aku merasa kesakitan, perutku rasanya tidak enak sekali, bahkan di kepalaku terasa seperti ada beban seberat 1 ton , dan aku terus-terusan mengeluarkan suara uhuk-uhuk seperti kodok yang sedang terjepit.
Orang dirumahku tak ada yang tau hal ini, lagi pula aku tak tega untuk membangunkan wajah lelah mereka.
Entah tiba-tiba sebersit rasa sedih datang, iya aku kesepian, lalu air hangat tiba-tiba pula mengalur dari kelopak mataku.
Astaga, aku ini kenapa???
Mengapa tiba-tiba ulu hatiku dua kali lipat terasa sakit dari biasanya.
Sial, sepertinya aku rindu kamu. Disaat seperti ini segalanya terasa miris, aku fikir aku begitu kuatnya menahan air mata ini didalam bendungan kebohongan selama tiga hari terakhir, dan akhirnya saat ini bendungan itu amblas juga.
Aku menangis sejadi-jadinya, mengingat kisah singkat kita yang penuh cerita itu kini telah berakhir, padahal aku harap segalanya itu hanya mimpi, tapi setiap kali aku menbuka mata dipagi hari, kenyataan pahit itu hanya dapat kutelan bulat-bulat sebagai sarapan pagi yang sangat mengenyangkan.
Napasku kini terengah, aku terisak tanpa suara dan hal itu membuat dadaku semakin sesak. Kenyataan kamu terlalu jahat yang meninggalkanku dengan mengingkari sendiri janjimu membuat hati ini tambah sesak lagi.
kemarin ini kamu kemana?? Apakabarmu? Mengapa tak ada satu pesan singkatmu yang mampir keponselku??
Aku menatap ponsel seharian dengan harapan yang penuh, dua hari kemarin setelah hal naas itu kamu masih menyapaku walau pesan itu sengaja aku abaikan. Aku hanya takut untuk membalasnya, aku takut tak dapat menerima kenyataan bahwa kau bukan milikku lagi. Aku takut terlalu berharap kau akan kembali. Angan-angan itu sepertinya tidak mungkin, aku bahkan sempat berpikir gila berharap kau datang kembali dan bilang keputusanmu ini hanya bercanda, tapi sungguh ini amat sangat tidak lucu jadi aku membuang pikiran tak berkemungkinan itu.
Ah, saat ini aku kacau, aku tak tau harus melakukan apa. Sudah habis daya upayaku untuk bertahan, kini aku roboh.
Andai saja aku dapat menghentikan waktu, atau memutar balikkan keadaan, atau memiliki mesin waktu seperti punya doraemon untuk kembali kemasa lalu.
Aku ingin kembali dimasa aku masih belum mengerti hal membodohkan yang namanya cinta ini, aku ingin kembali dimasa ketika masalah terbesarku hanyalah sebuah PR Matematika.
Andai aku bisa, dan sayang sekali à ku hanya bisa berà ndai-andai, dan itu sangat menyedihkan.
Tiba-tiba udara terasa dingin dan menusuk, dan aku rindu dekapan hangatmu. Aku rindu segala hal tentangmu yang taÄ· dapat kumiliki lagi.
Mengapa hal ini terjadi, disaat seperti ini aku sangat membenci pertemuan kita yang membuatku mencintaimu itu.
Kamu, iya kamu seorang pria tak tau diri yang namanya masih dihatiku sampai saat ini.
Dan yanģ sangat kusesali mengapa saat itu kau hadir menyembuhkan lukaku jika kini pada akhirnya kau pun membuat luka yang sama dihatiku.
Sudahlah memikirkanmu hanya membuat kondisiku semakin buruk. Aku ingin sekà li sesegera mungkin melupakanmu dan aku rasa lebih baik juga aku merubah rasa cinta ini menjadi benci dari pada aku menderita mencintaimu tanpa hitungan secara sepuhak.
Sebenarnya aku tak ingin mengingat hal ini tapi entah mengapa waktu seolah sengaja berjalan lamban agar aku tak dapat melupakan hari dimana segalanya berakhir tanpa alasan itu.
Sampai selarut ini aku masih terjaga, aku tak bisa tidur, sudah beberapa waktu lalu sebelum kau pergi kebiasaan ini muncul lagi, jika sedang gelisah dan merasa banyak sekali sesuatu yang berjalan-jalan dipikiranku ini memang aku kesulitan untuk tidur.
Bahkan ingat tidak kamu?? Dulu kita sering melakukan percakapan diwaktu selarut ini saat kita belum mengenal suatu hal yang namanya "sayang" satu sama lain.
Kala itu kau menyapaku lewat timeline karena melihatku online tengah malam. Aku rindu saat-saat itu sungguh.
Sebenarnya malam ini kondisi badanku sedang tidak baik, aku merasa kelelahan, tulang serasa menolak dilekati ototnya, bahkan segala macam isi diperutku keluar denga menjijikkan melalui mulut. Iya aku muntah, aku merasa kesakitan, perutku rasanya tidak enak sekali, bahkan di kepalaku terasa seperti ada beban seberat 1 ton , dan aku terus-terusan mengeluarkan suara uhuk-uhuk seperti kodok yang sedang terjepit.
Orang dirumahku tak ada yang tau hal ini, lagi pula aku tak tega untuk membangunkan wajah lelah mereka.
Entah tiba-tiba sebersit rasa sedih datang, iya aku kesepian, lalu air hangat tiba-tiba pula mengalur dari kelopak mataku.
Astaga, aku ini kenapa???
Mengapa tiba-tiba ulu hatiku dua kali lipat terasa sakit dari biasanya.
Sial, sepertinya aku rindu kamu. Disaat seperti ini segalanya terasa miris, aku fikir aku begitu kuatnya menahan air mata ini didalam bendungan kebohongan selama tiga hari terakhir, dan akhirnya saat ini bendungan itu amblas juga.
Aku menangis sejadi-jadinya, mengingat kisah singkat kita yang penuh cerita itu kini telah berakhir, padahal aku harap segalanya itu hanya mimpi, tapi setiap kali aku menbuka mata dipagi hari, kenyataan pahit itu hanya dapat kutelan bulat-bulat sebagai sarapan pagi yang sangat mengenyangkan.
Napasku kini terengah, aku terisak tanpa suara dan hal itu membuat dadaku semakin sesak. Kenyataan kamu terlalu jahat yang meninggalkanku dengan mengingkari sendiri janjimu membuat hati ini tambah sesak lagi.
kemarin ini kamu kemana?? Apakabarmu? Mengapa tak ada satu pesan singkatmu yang mampir keponselku??
Aku menatap ponsel seharian dengan harapan yang penuh, dua hari kemarin setelah hal naas itu kamu masih menyapaku walau pesan itu sengaja aku abaikan. Aku hanya takut untuk membalasnya, aku takut tak dapat menerima kenyataan bahwa kau bukan milikku lagi. Aku takut terlalu berharap kau akan kembali. Angan-angan itu sepertinya tidak mungkin, aku bahkan sempat berpikir gila berharap kau datang kembali dan bilang keputusanmu ini hanya bercanda, tapi sungguh ini amat sangat tidak lucu jadi aku membuang pikiran tak berkemungkinan itu.
Ah, saat ini aku kacau, aku tak tau harus melakukan apa. Sudah habis daya upayaku untuk bertahan, kini aku roboh.
Andai saja aku dapat menghentikan waktu, atau memutar balikkan keadaan, atau memiliki mesin waktu seperti punya doraemon untuk kembali kemasa lalu.
Aku ingin kembali dimasa aku masih belum mengerti hal membodohkan yang namanya cinta ini, aku ingin kembali dimasa ketika masalah terbesarku hanyalah sebuah PR Matematika.
Andai aku bisa, dan sayang sekali à ku hanya bisa berà ndai-andai, dan itu sangat menyedihkan.
Tiba-tiba udara terasa dingin dan menusuk, dan aku rindu dekapan hangatmu. Aku rindu segala hal tentangmu yang taÄ· dapat kumiliki lagi.
Mengapa hal ini terjadi, disaat seperti ini aku sangat membenci pertemuan kita yang membuatku mencintaimu itu.
Kamu, iya kamu seorang pria tak tau diri yang namanya masih dihatiku sampai saat ini.
Dan yanģ sangat kusesali mengapa saat itu kau hadir menyembuhkan lukaku jika kini pada akhirnya kau pun membuat luka yang sama dihatiku.
Sudahlah memikirkanmu hanya membuat kondisiku semakin buruk. Aku ingin sekà li sesegera mungkin melupakanmu dan aku rasa lebih baik juga aku merubah rasa cinta ini menjadi benci dari pada aku menderita mencintaimu tanpa hitungan secara sepuhak.
Komentar
Posting Komentar