Hanya coretan sang pemimpi yang gila dengan imajinasi
Egoiskah jika aku menginginkan kamu jadi sebab bahagiaku??
Mungkin aku terdengar seperti terlalu memaksa, tapi apa dayaku yang tak kuasa jika kamu yang kucintai malah jadi sebab sedihku.
Aku takut. Aku takut kamu pergi lagi
Padahal aku punya mimpi kalau kita bisa bersama sampai besok, minggu depan, bulan selanjutnya, tahun yang akan datang, selama aku hidup, sampai kita terpisah di dunia yang fana hingga dipertemukan lagi di nirwana.
Aku terlanjur candu. Aku takut kalap jika tak menghirup aroma tubuhmu, aku tak masalah kalau harus overdosis karena berlebihan memandangimu.
Seperti kemarin saat kamu pergi, aku tak mengerti hidupku, mengapa tiba-tiba seperti didunia ini aku hanya sendiri.
Aku gila, sampai tak tau aku ini siapa. Kamu juga gila, meninggalkan aku saat sedang cinta-cintanya. Ya, kita berdua adalah orang gila yang saling cinta.
Ketergantungan ini amat membebaniku, menghantui setiap sudut fikiranku kalau sewaktu-waktu kamu akan pergi lagi.
Aku takut aku tak bisa memaksamu tetap bersamaku seperti kemarin. Aku terlalu egois dengan harga diriku yang tak mau mengakui kalau aku takut kehilanganmu.
Tapi bukankah kamu seharusnya mengerti, bukankah kamu tau aku wanita yang rela mati menahan rindu dari pada harus menahan malu. Aku tak mungkin melakukan hal-hal diluar akal sehat yang dapat menunjukkan jati diriku sebagai orang gila.
Aku sedih, aku patah saat kamu bilang kamu akan pergi, tapi aku tak mungkin merengek-rengek memintamu untuk tetap tinggal.
Aku ingin kamu tetap bersamaku, memegang erat tanganku, hingga nanti kamu bisa menjagaku saat aku terlelap.
Aku ingin kita melangkah lebih jauh dari ini, entah berapa meter, kilometer, mil atau jarak yang lebih jauh hingga tak terukur lagi.
Aku ingin kita ke ujung Lampung, ke Bogor, ke Rinjani, ke Lombok, ke Korea, ke London, Hijrah bersama mencium Kakbah, aku juga ingin kamu menungguku disebrang saat aku berjalan meniti jembatan Shiratal Mustaqim agar kita dapat membuka pintu Nirwana bersama.
Tolong, tetap disini dan saling menjaga. Agar aku dan kamu tetap jadi kita. Aku tak ingin berjalan sendiri lagi, aku takut sepi.
Bagaimana kalau langit gelap? Aku takut berjalan dibawah pekatnya atap langit, namun jika bersamamu aku tenang.
Bagaimana kalau tiba-tiba ada halilintar? Aku takut tersambar karena hanya dapat menutup telinga mencegah suaranya menyelinap lebih dalam ke gendang telinga, kalau bersamamu pasti kamu akan merengluhku dalam pelukan yang bagai perisai.
Bagaimana jika hujan? Aku takut rinainya menyakitiku, membuatku flu atau beku kedinginan, mau kah kamu menyelinap diantara hujan untuk memberikan payung padaku.
Iya aku memang terlalu banyak meminta, tapi bukankah yang kumau itu segalanya cukup sederhana. Hanya impian-impian kecil yang kutulis secara mendramatisir.
Tolong jangan terbebani, aku janji aku tak akan memaksa jika kamu tak bisa, tapi setidaknya aku ingin kamu berusaha. Aku juga janji akan melakukan hal yang sebanding dengan permintaan-permintaan kecilku itu.
Aku akan menjadi wanita yang baik untukmu, patuh dengan ucapanmu kelak jika kamu bersedia jadi pemimpin hidupku, aku akan memasak untukmu walau sesungguhnya aku benci memasak, aku akan jadi alarmmu agar kau tak terlambat ke kantor, aku akan menunggumu hingga larut saat kau lembur, aku akan mengantarmu sampai depan pintu saat kau akan bekerja, mencium tanganmu dan membiarkanmu mengecup keningku saat kau pulang kerumah.
Jadi tolong, biarkan aku egois dengan berharap kamu selalu jadi sebab bahagiaku.
Egoiskah jika aku menginginkan kamu jadi sebab bahagiaku??
Mungkin aku terdengar seperti terlalu memaksa, tapi apa dayaku yang tak kuasa jika kamu yang kucintai malah jadi sebab sedihku.
Aku takut. Aku takut kamu pergi lagi
Padahal aku punya mimpi kalau kita bisa bersama sampai besok, minggu depan, bulan selanjutnya, tahun yang akan datang, selama aku hidup, sampai kita terpisah di dunia yang fana hingga dipertemukan lagi di nirwana.
Aku terlanjur candu. Aku takut kalap jika tak menghirup aroma tubuhmu, aku tak masalah kalau harus overdosis karena berlebihan memandangimu.
Seperti kemarin saat kamu pergi, aku tak mengerti hidupku, mengapa tiba-tiba seperti didunia ini aku hanya sendiri.
Aku gila, sampai tak tau aku ini siapa. Kamu juga gila, meninggalkan aku saat sedang cinta-cintanya. Ya, kita berdua adalah orang gila yang saling cinta.
Ketergantungan ini amat membebaniku, menghantui setiap sudut fikiranku kalau sewaktu-waktu kamu akan pergi lagi.
Aku takut aku tak bisa memaksamu tetap bersamaku seperti kemarin. Aku terlalu egois dengan harga diriku yang tak mau mengakui kalau aku takut kehilanganmu.
Tapi bukankah kamu seharusnya mengerti, bukankah kamu tau aku wanita yang rela mati menahan rindu dari pada harus menahan malu. Aku tak mungkin melakukan hal-hal diluar akal sehat yang dapat menunjukkan jati diriku sebagai orang gila.
Aku sedih, aku patah saat kamu bilang kamu akan pergi, tapi aku tak mungkin merengek-rengek memintamu untuk tetap tinggal.
Aku ingin kamu tetap bersamaku, memegang erat tanganku, hingga nanti kamu bisa menjagaku saat aku terlelap.
Aku ingin kita melangkah lebih jauh dari ini, entah berapa meter, kilometer, mil atau jarak yang lebih jauh hingga tak terukur lagi.
Aku ingin kita ke ujung Lampung, ke Bogor, ke Rinjani, ke Lombok, ke Korea, ke London, Hijrah bersama mencium Kakbah, aku juga ingin kamu menungguku disebrang saat aku berjalan meniti jembatan Shiratal Mustaqim agar kita dapat membuka pintu Nirwana bersama.
Tolong, tetap disini dan saling menjaga. Agar aku dan kamu tetap jadi kita. Aku tak ingin berjalan sendiri lagi, aku takut sepi.
Bagaimana kalau langit gelap? Aku takut berjalan dibawah pekatnya atap langit, namun jika bersamamu aku tenang.
Bagaimana kalau tiba-tiba ada halilintar? Aku takut tersambar karena hanya dapat menutup telinga mencegah suaranya menyelinap lebih dalam ke gendang telinga, kalau bersamamu pasti kamu akan merengluhku dalam pelukan yang bagai perisai.
Bagaimana jika hujan? Aku takut rinainya menyakitiku, membuatku flu atau beku kedinginan, mau kah kamu menyelinap diantara hujan untuk memberikan payung padaku.
Iya aku memang terlalu banyak meminta, tapi bukankah yang kumau itu segalanya cukup sederhana. Hanya impian-impian kecil yang kutulis secara mendramatisir.
Tolong jangan terbebani, aku janji aku tak akan memaksa jika kamu tak bisa, tapi setidaknya aku ingin kamu berusaha. Aku juga janji akan melakukan hal yang sebanding dengan permintaan-permintaan kecilku itu.
Aku akan menjadi wanita yang baik untukmu, patuh dengan ucapanmu kelak jika kamu bersedia jadi pemimpin hidupku, aku akan memasak untukmu walau sesungguhnya aku benci memasak, aku akan jadi alarmmu agar kau tak terlambat ke kantor, aku akan menunggumu hingga larut saat kau lembur, aku akan mengantarmu sampai depan pintu saat kau akan bekerja, mencium tanganmu dan membiarkanmu mengecup keningku saat kau pulang kerumah.
Jadi tolong, biarkan aku egois dengan berharap kamu selalu jadi sebab bahagiaku.
Komentar
Posting Komentar