Langsung ke konten utama

Jarak Yang Tak Terjangkau

Apakah kamu tau aku masih menyimpan segalanya didalam kotak yang namanya kenangan ??



Aku seperti berada dua musim secara bersamaan. Musim yang bengis dan membuat kelu secara tiba-tiba dalam kurun waktu yang hanya se per sekian detik. Musim itu lebih beku dari pada musim salju, membuat segalanya terasa dingin hanya dengan dilihat mata. Musim itu juga lebih kering dari musim kemarau, membuat segalanya terasa panas hanya dengan merasakannya.
Panas dan dingin itu datang secara bersamaan menjalar keseluruh tubuh tanpa diperintah. Panas dingin itu menimbulkan rasa aneh, rasa aneh yang aku tau namanya, Rindu.
Aku masih belum percaya dan benar-benat tak percaya dengan apa yang kulihat barusan tadi, ada sosok yang sangat kukenali hanya dengan melihat punggungnya dari belakang, sosok yang aku hafal benar setiap lekuk tubuhnya, kamu iya kamu. Kamu yang barusan tadi ada di depanku, dan hanya beberapa meter kita dipisahkan oleh jarak, dan jarak itu tak dapat kujangkau.
Aku, aku terpaku, terdiam, terperangah melihat pemilik punggung itu, ini pertama kalinya sejak beberapa bulan lalu terakhir aku melihat pemilik punggung itu. Aku tak tau mengapa hatiku berdegup kencang tak menentu.
Sambil menatap nanar tepat ke punggung yang dilapisi kaos berwarna biru dongker itu pikiranku melayang entah kemana. Memaksaku membuka kotak yang kusimpan dengan rapi selama ini, kotak itu bernama kenangan, dan pemberi kenangan itu bernama masalalu, dan masalalu itu amat kurindukan saat ini.
Terakhir kali aku ingat, ditepi pantai kita duduk dengan tangan saling menggenggam, dalam diam namun penuh cinta, cinta yang tak pernah hilang sampai saat ini. Kala itu angin berhembus dengan ringan namun masih dapat memainkan helai  rambutku. Angin itu pun membuat dedaunan mengambang diudara lalu terhempas kepasir yang putih juga lembut.
Itu terakhir kali kita berada dalam kebersamaan yang hangat sebelum keadaan menciptakan jarak dan waktu mulai menjauhkan kita.
Aku terbelenggu dalam pilu, aku terdiam dalam haru, melihat punggung itu tepat didepanku, aku ingin sekali menyentuhnya, lalu merengkuhnya dekat didekapanku. Aku tak tau jika rasa ini masih bisa muncul, sudah lama sekali dan aku fikir sudah hilang. Ternyata tidak hilang, hanya terbungkus rapi didalam kotak kenangan, rindu itu selama ini kesepian didalam kotak itu, rindu itu tak pernah berani berharap temu, rindu itu dipaksa bersembunyi.
Sudah terlanjur terbuka, hingga aku enggan menutup kembali kotak yang namanya kenangan itu, ku biarkan perasaanku merasakan hal-hal yang hilang sejak lama itu, kubiarkan pikiranku mengulas kembali memori yang terlewati dulu, hingga kubiarkan perasaan ini menjadi semakin tak karuan, kubiarkan perasaan ini bercampur aduk melewati kenangan yang diberikan oleh masalalu.
Selama ini aku tak berani mengingatnya karena bagiku hal-hal itu begitu menyedihkan untuk dikenang, namun juga begitu indah jika harus kulupakan, hingga aku hanya berani menyimpannya.
Begitu banyak, begitu lama, juga begitu berwarna dan bermacam-macam hal yang kusimpan itu. Aku fikir aku dapat menghilangkan jejak-jejak yang kusimpan itu namun ternyata tidak, seperti saat ini hal yang kusimpan dengan rapi dalam kotak kenangan tiba-tiba terbuka dengan sendirinya.
Ternyata kenangan bersama masalalu tidak bisa hilang begitu saja. Masalalu ternyata seperti asap rokok, ya rokok yang hampir tiap waktu menciumimu tiada henti itu hingga membuat ku iri karenanya. Dihisap, dihembuskan, menguap, lalu buyar ditiup angin semilir. Tetapi ternyata nikotinnya membercak lekat diparu-paru. Bekas masalalu tetap dan selalu meninggalkan jejak.
Masih kupandang dengan lekat punggung yang kurindukan itu, bersama kenangan yang masih berjalan-jalan diotakku tanpa lelah, pipiku terasa panas, hatiku terhimpit hingga sesak, ada butir-butir bening yang jatuh dari kelopak mataku, butiran itu bukan berlian namun mengkilap, butir-butir itu menggelinding kepermukaan pipiku yang tadi panas disusul dengan hujan yang tiba-tiba menitik dan punggung itu menjauh, berjalan tanpa menengok kebelakang, namun aku hanya dapat menatap pasrah sampai warna biru dongker yang terlihat semakin jauh dan perlahan menghilang.
Segalanya terjadi hanya se per sekian detik, namun begitu memilukan perasaan ini, dan yang pasti se per sekian detik tadi membangunkan kerinduan terbesarku yang selama ini tertidur nyenyak didalam kotak yang namanya kenangan tadi.




Dariku yang tak tau diri merindukanmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...