Langsung ke konten utama

Sembilan Hari Berlalu

Malam ini berbeda dari biasanya. Angin yang bertiup membuat tubuh ini tak kuasa untuk tidak bersembunyi dibalik selimut. Namun malam ya tetap saja begini, gelap, sunyi, dan sepi. Seolah pagi benar-benar enggan untuk kembali.
Aku masih disini dan belum memahami apapun mengenai perpisahan kita yang tak terasa sudah sembilan hari berlalu. Aku lihat kamu baik-baik saja tanpaku, tak seperti diriku yang begitu terlihat menyedihkannya karena merasa menderita oleh perpisahan ini.
Tampaknya kau bahagia?? Egois sekali perasaanmu itu, bahkan aku disini bersedih karena berhari-hari memeluk rindu yang tak dapat kurengkuh.
Aku mencoba menjauhkan segalanya tentangmu dari hidupku, tapi mengapa tetap saja walau tanpa diminta kamu masih bermunculan disudut hati dan otakku. Kamu benar-benar tak tau diri, mengapa tak mau pergi dari hati ini padahal hatimu saja sudah mengusirku secara paksa dengan kejamnya.
Malam ini aku mencoba membalas chat dari beberapa teman priaku, tapi tetap saja tak ada yang menggugah seleraku untuk merasa tertarik dan bahagia. Mereka tak ada yang seperti kamu, pria konyol yang amat aku cintai sampai kini.
Aku rindu kamu, aku rindu berpenggal-penggal kata yang kau ucapkan dengan dialek Jawa itu. Aku bahkan masih heran mengapa kamu pria yang tak berdarah Jawa malah fasih sekali berbicara menggunakan Bahasa Jawa dengan dialek yang pas. Iya kamu adalah pria berdarah Ogan dengan logat bicara khas Jawa yang aku cintai. Aku rindu lelucon-leluconmu yang tak lucu itu. Aku rindu suaramu yang menyapaku dari ujung telepon dikala malam. Aku rindu senandungmu yang terdengar sangat fals saat kau bernyanyi. Aku rindu makan bakso ikan bersamamu dikampus tetangga. Aku rindu kejutan-kejutan yang biasa kau berikan untukku. Aku rindu segala hal tentang kita yang aku tau tak kau rindukan sama sekali itu.
Andai aku dapat membuang segala memori tentang kita secepat yang kamu lakukan. Aku juga ingin tak peduli kamu seperti kamu tak peduli aku. Tapi mengapa tak bisa!
Beberapa waktu lalu kamu bilang kepada dunia bahwa aku tidak mengerti. Iya aku memang tidak mengerti sama sekali tentang semua ini. Aku tak mengerti tentang perpisahan ini, aku tak mengerti tentang sikapmu yang tanpa alasan ini, aku tak mengerti mengapa kamu mengirimiku pesan dipagi buta hanya untuk mengatakan masih menyayangiku, aku tak mengerti mengapa kamu mengatakan itu, aku tak mengerti mengapa jika sayang kau pergi dariku, aku tak mengerti mengapa kau masih memberi perhatian kepada wanita yang kau lukai dengan sangat dalam ini.
Apa maumu sesungguhnya ?? Mengapa masih saja berprilaku bodoh dengan memberiku harapan yang tak dapat kau wujudkan, mengapa ?? Jawab tolong jawab !!
Aku benci jika harapanku isinya selalu kosong. Aku benci kau melakukan ini semua padaku. Aku benci melihatmu bahagia tanpaku. Aku benci kini bukan lagi aku yang jadi sebab senyummu. Aku benci ada orang lain yang membuatmu tertawa. Aku benci mengapa aku masih mencintaimu hingga kini. Dan aku benci, mengapa aku tak dapat benar-benar membencimu setelah mendapat perlakuan seperti ini.
Aku tak tau sampai kapan semua ini akan terus berlarut. Aku mohon padamu jangan membuat segalanya sulit bagiku. Jika kau memang ingin pergi, jangan katakan hal yang namanya sayang itu lagi padaku.
Jujur aku begitu bahagia karena hal itu kau ucap untukku. Tapi sekejap segalanya berubah jadi menakutkan dan amat menyedihkan, karena meskipun sayang masih ada diantara kita. Tetap saja hal itu tak dapat menyatukan kita. Hingga kini aku yang menderita, dan kamu sendiri tak pernah mengerti penderitaanku ini.
Kamu terlalu jahat dengan cintamu.
Jadi biarlah, biar saja sembilan hari ini berlalu dengan hari-hari selanjutnya tanpa harapan darimu. Hal itu lebih baik untukku. Dan mengertilah sakit yang ada dihatiku, jangan menaburkan garam dilukaku yang bahkan belum mengering ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...