Semilir angin merasuk secara perlahan. Ditengah galau, dilema, dan kacau ini rasa muram dan durja menjalar kemana-mana.
Aku kalap, aku kecewa dalam lelah.
Hujan, aku rindu gemercikmu yang suaranya bising namun meneduhkan hatiku, aku rindu dingin yang membuat tubuhku menggigil kaku, hujan aku ingin pucat pasi.
Aku lelah karena lelahku tak dihargai. Apa mereka tak tau kalau lelahku ini karena mereka bahkan untuk mereka!!
Aku berjalan diatas duri menahan perih dengan hati yang berdarah karena siapa??? "karena mereka".
Persoalan yang mereka tak mengerti tapi mereka komentari itu begitu menyulitkanku, aku lelah hujan.
Tolong tutup mulut mereka atau tutup saja kupingku ini, agar aku lebih tegar dari pada hari ini.
Aku rapuh, benar-benar dititik kerapuhan yang tertinggi. Kini sampai aku sulit bernafas, aku sesak, aku tak kuasa membendung bulir asin ini.
Hujan, tanpamu aku tak bisa menangis dengan bebas. Aku takut mereka tau.
Aku tak ingin caci maki terdengar lagi, aku ingin pucat pasi.
Satu pun tak ada yang tau, apalagi mengerti!
Ibu mana?? Ayah mana ?? Keluarga mana?? Kekasih mana?? Sahabat mana?? Bahkan dunia saja tak mengharapkanku. "aku ingin pucat pasi saja".
Hujan aku ingin sepertimu, yang berkali-kali jatuh namun tak pernah lelah. Kalau tak bisa biar saja aku pucat pasi.
Terbang ke nirwana bersama burung cendrawasih yang telah mati. Biar saja begitu, biar saja pucat pasi.
Aku tak ingin dimarahi aku ingin pucat pasi.
Aku tak ingin tersakiti lebih baik pucat pasi.
Aku tak ingin ditinggal pergi lebih baik pucat pasi.
Aku ingin seperti daun yang terbawa angin tanpa pernah kembali menempel ditangkai pohon. "mungkin daun itu terbakar bersama sampah plastik dipojok sana".
Biar saja terbakar "sekaligus aku membakar amarah yang tak berarti ini".
Atau biar saja "aku pucat pasi".
Aku kalap, aku kecewa dalam lelah.
Hujan, aku rindu gemercikmu yang suaranya bising namun meneduhkan hatiku, aku rindu dingin yang membuat tubuhku menggigil kaku, hujan aku ingin pucat pasi.
Aku lelah karena lelahku tak dihargai. Apa mereka tak tau kalau lelahku ini karena mereka bahkan untuk mereka!!
Aku berjalan diatas duri menahan perih dengan hati yang berdarah karena siapa??? "karena mereka".
Persoalan yang mereka tak mengerti tapi mereka komentari itu begitu menyulitkanku, aku lelah hujan.
Tolong tutup mulut mereka atau tutup saja kupingku ini, agar aku lebih tegar dari pada hari ini.
Aku rapuh, benar-benar dititik kerapuhan yang tertinggi. Kini sampai aku sulit bernafas, aku sesak, aku tak kuasa membendung bulir asin ini.
Hujan, tanpamu aku tak bisa menangis dengan bebas. Aku takut mereka tau.
Aku tak ingin caci maki terdengar lagi, aku ingin pucat pasi.
Satu pun tak ada yang tau, apalagi mengerti!
Ibu mana?? Ayah mana ?? Keluarga mana?? Kekasih mana?? Sahabat mana?? Bahkan dunia saja tak mengharapkanku. "aku ingin pucat pasi saja".
Hujan aku ingin sepertimu, yang berkali-kali jatuh namun tak pernah lelah. Kalau tak bisa biar saja aku pucat pasi.
Terbang ke nirwana bersama burung cendrawasih yang telah mati. Biar saja begitu, biar saja pucat pasi.
Aku tak ingin dimarahi aku ingin pucat pasi.
Aku tak ingin tersakiti lebih baik pucat pasi.
Aku tak ingin ditinggal pergi lebih baik pucat pasi.
Aku ingin seperti daun yang terbawa angin tanpa pernah kembali menempel ditangkai pohon. "mungkin daun itu terbakar bersama sampah plastik dipojok sana".
Biar saja terbakar "sekaligus aku membakar amarah yang tak berarti ini".
Atau biar saja "aku pucat pasi".
Komentar
Posting Komentar