Langsung ke konten utama

Aku Ingin Pucat Pasi

Semilir angin merasuk secara perlahan. Ditengah galau, dilema, dan kacau ini rasa muram dan durja menjalar kemana-mana.
Aku kalap, aku kecewa dalam lelah.
Hujan, aku rindu gemercikmu yang suaranya bising namun meneduhkan hatiku, aku rindu dingin yang membuat tubuhku menggigil kaku, hujan aku ingin pucat pasi.
Aku lelah karena lelahku tak dihargai. Apa mereka tak tau kalau lelahku ini karena mereka bahkan untuk mereka!!
Aku berjalan diatas duri menahan perih dengan hati yang berdarah karena siapa??? "karena mereka".
Persoalan yang mereka tak mengerti tapi mereka komentari itu begitu menyulitkanku, aku lelah hujan.
Tolong tutup mulut mereka atau tutup saja kupingku ini, agar aku lebih tegar dari pada hari ini.
Aku rapuh, benar-benar dititik kerapuhan yang tertinggi. Kini sampai aku sulit bernafas, aku sesak, aku tak kuasa membendung bulir asin ini.
Hujan, tanpamu aku tak bisa menangis dengan bebas. Aku takut mereka tau.
Aku tak ingin caci maki terdengar lagi, aku ingin pucat pasi.
Satu pun tak ada yang tau, apalagi mengerti!
Ibu mana??  Ayah mana ?? Keluarga mana??  Kekasih mana??  Sahabat mana?? Bahkan dunia saja tak mengharapkanku. "aku ingin pucat pasi saja".
Hujan aku ingin sepertimu, yang berkali-kali jatuh namun tak pernah lelah. Kalau tak bisa biar saja aku pucat pasi.
Terbang ke nirwana bersama burung cendrawasih yang telah mati. Biar saja begitu, biar saja pucat pasi.
Aku tak ingin dimarahi aku ingin pucat pasi.
Aku tak ingin tersakiti lebih baik pucat pasi.
Aku tak ingin ditinggal pergi lebih baik pucat pasi.
Aku ingin seperti daun yang terbawa angin tanpa pernah kembali menempel ditangkai pohon. "mungkin daun itu terbakar bersama sampah plastik dipojok sana".
Biar saja terbakar "sekaligus aku membakar amarah yang tak berarti ini".
Atau biar saja "aku pucat pasi".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...