Langsung ke konten utama

Aku Debu Jalanan

Aku ingin menjadi bongkahan batu berlian walaupun kini aku hanyalah butiran debu jalanan yang akan hilang saat tersapu hujan.
Aku ini apa??
Hanya debu yang bergerak kesana kemari mengikuti hembusan angin, bagaikan hama yang tanpa pestisida tak bisa mati, mirip parasit yang hanya menumpang makan pada tumbuhan lain, merebut sari pati tanpa punya hati.
Aku takut pada pemangsa, karena aku tak kuat seperti predator lain, aku payah.
Aku terlalu melankolis, terlalu memperkeruh suasana hati dengan menganggap kenyataan yang ada terlalu menyedihkan.
Aku ingin berontak tapi aku takut dibilang tak tau diri lagi. Aku ingin marah tapi terkadang mereka terlalu murah hati, akunya saja yang lagi-lagi tak tau diri. Aku ingin pergi tapi aku tak punya tujuan, aku takut malu jika nanti kembali, lagi-lagi aku akan dibilang tak tau diri. Aku ingin kabur tapi takut tak ada yang akan menghibur.
Lalu aku bolehnya apa??  Lalu aku bisanya apa??
Aku ingin menangis saja rasanya, itu hal menyedihkan yang paling menyenangkan. Sedikit menumpahkan air asin dari kelopak mata ini bisa agak menetralisir pahitnya hidup bagiku, walaupun setelahnya malah menjadi tawar dan tak ada rasa.
Tapi lagi-lagi aku tak bisa bebas, menangis pun tak boleh!
Dia melarangku!  Padahal dadaku sudah sesak dan aku hampir mati!
Aku harus apa sekarang, aku butuh asupan kekuatan agar aku lebih tangguh untuk bermain peran seperti kemarin yang berlagak bagaikan pahlawan super.
Aku sepertinya terlalu jera sampai-sampai bicara seperti orang sakit jiwa yang tidak gila. Baiklah sepertinya aku sudah hampir gila. Hilang akal sepertinya akan lebih membahagiakan dari pada aku begini terus dipermainkan oleh akal pikiran.
Sudahlah percuma!  Aku mau bilang apa saja tetap saja mereka bilang lagi-lagi tak tau diri, atau tak dihiraukan karena sudah dianggap sakit jiwa.
Tak seperti mereka yang terserah mau apa saja, aku hanya bisa bermusuhan dengan perasaan ketika mau apa saja. Aku masih takut dibilang tak tau diri, tak ada pikiran atau apalah.
Aku ingin cemburu!  Bolehkah aku cemburu ??
Aku cemburu pada kalian yang tertawa sungguhan sejak kemarin sedangkan aku lupa apa itu yang namanya tertawa, yang ku tau tertawa itu hanya sekedar "hahahahaa".
Aku cemburu pada kalian yang tau caranya menikmati hidup dengan sungguhan sedangkan aku bahkan tak tau jiwa ini masih hidup atau tidak.
Aku cemburu pada kalian yang punya rasa bahagia sedangkan aku sudah tak bisa bedakan mana bahagia mana kemunafikan.
Pokoknya aku cemburu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...