Langsung ke konten utama

Masih Tanpa Hitungan

Malam ini debu jalanan di Jalan Lintas Sumatera itu membuatku makin gila. Bagaimana tidak, debunya sampai seperti asap, belum lagi ditambah deru kendaraan yang asapnya membuat bumi makin keropos ini juga mendominasi penyebaran polusi udara. Mataku basah karena ada debu yang dengan jahat bertamu dimataku.
Ahh.. Itu alasanku saja !
Bagaimana ini, entah aku tak tau lagi cara untuk memulai tulisan yang ceritanya pasti menyedihkan ini.
Yang aku tau, aku hanya tak ingin lagi terbiasa hingga mati rasa !
Aku harus bisa terbiasa dengan tiadanya kamu, tapi bagaimana bisa !!
Membayangkannya saja sudah membuatku hampir gila !
Belum lagi jika harus menghadapi rindu, aku harus apa ?? Bagaimana mungkin harus tanpamu !
Yang tadi itu apa ?? Aku takut. Mengapa tawanya tak serenyah biasanya, aku bingung bagaimana bisa muncul tawa disaat hati ni sedang patah, remuk, hancur atau apalah, hanya saja aku tak bisa melewatkan kesempatan untuk tertawa bersamamu tadi, "aku takut itu yang terakhir", segalanya berlalu seolah tak akan pernah terulang lagi.
Jangan sedih katamu !! Jangan mengeluh katamu !! Jangan menangis katamu !! Kamu tak tau rasanya jadi aku, dengan mudahnya berkata jangan yang seperti itu, bagaimana tidak sedih jika aku harus pura-pura kuat tanpamu, bagaimana tidak menangis jika kamu orang yang kucintai sepenuh hati malah menyakiti hati, bagaimana tidak mengeluh jika kamu yang selama ini jadi pendengar terbaikku memilih berjalan menjauh. Sekarang saja aku taktau lagi rupa hatiku ini apa ? Jika terlihat mungkin sudah busuk karena terlalu lama menahan yang katanya baik-baik saja tapi nyatanya bahkan jauh dari hanya baik.
Aku tak bahkan tak peduli lagi jika genangan air dipelupuk mata ini tak dapat berhenti dan malah membuat mataku sebesar jambu biji dan mungkin hanya bisa dibuka selebar 1centi.
Baiklah aku tak apa, aku terima ! Hanya saja mengapa terlalu jahat kamunya, baru kemarin rasanya kau genggam dengan erat tangan ini tapi sekejap saja kau lepaskan tanpa perlahan.
Hancur sungguh !! Aku tau aku kamu ta cengeng yang tak tau diri, aku hanya bisa menyulitkanmu dengan permasalahanku yang tak kunjung habis, aku hanya bisa mengganggumu karena hanya ingin diperhatikan, aku hanya bis menambah bebanmu dengan ceritaku yang tanpa yang titik, tapi ini aku "aku yang sampai tak k ini masih mencintaimu tanpa hitungan".
Aku tau jika kamu tau, tapi mengapa hati kita tak saling tahu, ini sungguh titik terberat bagiku sebelum aku berani merangkai kalimat baru, kalimat yang setiap katanya tak akan pernah kamu mengerti sayang!
Baiklah, kita begini ! Berjalan sendiri-sendiri meski aku tak tau harus jalan kemana. "Padahal sungguh aku masih mau mengikutimu, mengikuti setiap jejakmu dan berada dibelakangmu", ini sulit bagiku karena pasti aku rindu kamu !
Tak apalah, aku saja yang rindu, kamu jangan! Ini berat sayang, kamu tak akan kuat.
Hanya saja kalau boleh, aku ingin memelukmu walau dalam diam dan tak perlu bicara, sebentar pun tak apa, hanya sebentar ! Dan sekali saja!


Dariku,
Wanita yang tadi diam-diam menangis dibahumu
"Maaf bahumu jadi agak basah, sayang!"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...