Langsung ke konten utama

Menghitung Lagi

Menghitung lagi.. 

Aku bangun dari tidurku dan kepalaku terasa begitu berat,  kedua mataku pun sulit sekali untuk terbuka. Hatiku masih terasa sakit, masih sama sakitnya seperti semalam. Ternyata bukan mimpi,  padahal aku berharap apa yang terjadi hanyalah mimpi buruk yang mengusik tidurku,  ternyata saat bangun segalanya malah terasa nyata.
Aku sendiri tak tau kapan aku tertidur,  yang kuingat aku tak bisa tidur karena pikiranku diganggu oleh rasa sakit yang bersarang dan tak mau pergi,  yang ku ingat semalam aku menangis dan menenggelamkan wajah ini didalam selimutku, mungkin karena sudah terlalu lelah jadi aku tak sadar lagi sampai tertidur.
Aku masih berbaring di kasurku yang empuk,  dan aku sama sekali tak berniat untuk beranjak dari sini,  aku malas dan tak siap rasanya menghadapi hari ini,  padahal kufikir semalam aku sudah memantapkan hatiku bahwa "aku baik-baik saja", dan ternyata untuk merasa baik-baik saja tidak semudah itu.
Kalian pasti tidak mengerti dan berfikir aku terlalu melankolis,  tapi ya begitulah yang aku rasakan saat ini,  dan ingat kalian tak perlu berkomentar apa-apa!
Aku bingung bagaimana harus melanjutkan hidup,  kali ini amat berbeda dengan sebelumnya,  sakitnya lebih dalam dan makin membuatku tak dapat berpikir lagi.
Yang jelas sekali lagi "aku ditinggalkan saat sedang cinta-cintanya oleh orang yang sangat teramat kucintai dan orang itu bilang dia juga mencintaiku".
Kalian pasti tidak mengerti apa yang kukatakan,  mana ada kalu sama-sama cinta tapi aku ditinggalkan.  Ya disitulah aku jiga tidak mengerti kenapa.
Rasanya aku ingin memaki dan mengeluarkan segala macam kata sumpah serapah,  tapi aku tak mau terlalu munafik karena masih cinta dia.
Aku tak mau menjiplak kemunafikannya, sama seperti saat dia memberikan seribu alasan untuk meninggalkanku. Dan aku benci semua alasan itu.
Aku benar-benar tak habis pikir olehnya yang sekali lagi pergi dengan seenaknya tanpa memikirkan hati yang mencintainya ini.
Tak punya hatikah dia,  terbuat dari batukah hati itu,  astaga Tuhan tolong katakan padanya jangan jadi orang jahat yang tak punya hati lagi.
Kamu mengapa kini jadi monster sayang,  padahal kemarin kau pernah jadi malaikatku.  Apa yang kemarin itu topeng,  tapi sungguh mengapa terasa begitu nyata jika hanya sebuah kepura-puraan.
Aku yang bodoh atau kau yang tak punya hati sih??
Aku masih tak percaya pagi ini kita bukan siapa-siapa lagi.




Buat hati ini lebih kuat dalam menghitung langkah yanh kupijak sendiri Tuhan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...