Langsung ke konten utama

Tujuh Hari Tanpamu

Tujuh hari tanpamu,  aku pikir aku baik-baik saja
Tapi nyatanya tidak. 

Hari terasa berjalan amat lama dan segalanya makin menyulitkanku karena hatiku masih belum mengizinkan kamu untuk pindah tempat.
Aku harus apa kalau nyatanya aku tidak sekuat itu untuk terlihat baik. Aku lelah lagi karena harus terus menerus memakai topeng ini.
Lalu,  aku harus apa jika melihat foto kita tiba-tiba membuat dadaku sesak,  lalu aku harus apa jika mendengar namamu saja aku rindu,  lalu aku harus apa jika semua orang bertanya tentang hubungan kita,  lalu aku harus apa jika tatkala kita berpapasan ditengah pelarian,  lalu aku harus apa jika melihatmu saja pandangan ini selalu lekat.
Aku tidak sedewasa itu untuk berada disekitarmu dan melihatmu,  sedangkan pikiranku berkata kalau "kita bukan siapa-siapa lagi".
Aku bahkan ingin menyapamu dengan senyum yang merekah ataupun tawa yang renyah tapi aku takut suaraku parau,  aku takut kamu melihat jelas kepedihan yang kusembunyikan dalam-dalam ini, "padahal aku ingin kamu menganggapku bahagia tanpamu".
Aku sedang berjalan menjauh dari segala memori tentangmu,  dari sudut-sudut kenangan yang menyebar,  namun tetap saja sedih yang berlabuh pada akhirnya.
Aku harus meracik kata apa lagi supaya aku terlihat bahagia yang teramat sangat,  agar kamu percaya aku tidak terluka walau ditinggalkanmu saat sedang cinta-cintanya.

Ya baiklah,  memang aku tidak terlalu pintar untuk meracik kata menjadi ramuan yang menguatkan,  kamu pun tahu kan kalau aku ini penulis amatiran.

Ya aku saja yang terlalu perasa,  sampai-sampai hanya masalah seperti ini saja membuatku begitu tersiksanya.  Atau kamu punya pikiran sendiri yang sampai saat ini masih tak dapat kumengerti.  Entahlah,  itu urusanmu bersama pikiran konyolmu!

"Ya, aku yang merasakan dan kau yang memikirkan.  Sudah takdirnya seperti itu.  Aku memakai perasaanku,  sedang kau pakai pikiranmu."

"Kita tak pernah sejalan."

Mengapa seperti ini jadinya??  Kamu memilih berjalan sendiri tanpa membiarkanku mengikutimu dadi belakang.
Jarak kita bahkan begitu dekat, namun tetap saja kau tak dapat ku rengkuh.
Andai saja jarak kita terpisah ribuan kilometer,  mungkin tak akan sesulit ini untuk melupakanmu.

Aku menulis ditemani gerimis dan seraya menangis. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...