Langsung ke konten utama

Kita dan Jarak

Mengapa kita harus menciptakan jarak kalau tau kebersamaan itu indah?? 

Aku sedih berjalan sendirian melalui berbagai terpaan yang sebelumnya kubagi denganmu.
Tak ingin memberatkan langkahmu,  hanya saja aku rindu kamu,  teman berbagi yang paling menyenangkan.
Yang paling menyakitkan kini adalah kebersamaan kita yang berjarak.
Aneh rasanya memandangmu sebagai sosok yang lain,  bukan lagi seseorang yang terdekat melainkan partner yang saling memerlukan.
Aku rasa seharusnya kita tidak seperti ini.
Bukankah dulu tawa renyah menjadi sahabat kita,  mengelilingi hari yang indah dan mengukirkan cerita.
Melakukan hal gila bahkan lapar dan lelah tak lagi kita hiraukan,  berbagi cerita hingga larut atau malah tak kenal waktu.
Ada aku ada kamu.
Ada kamu ada aku.
Dan kita dulu adalah kebersamaan yang menyenangkan.
Tapi mengapa sekarang kita di atmosfer yang berbeda,  bertegur sapa pun terdengar menggelikan.
Apalagi bercerita hingga beralinea-alinea,  kukira itu tak lagi sama.
Mengapa kini berbeda,  aku benci jarak yang tercipta,  aku butuh jembatan untuk melalui jarak yang kufikir akan semakin jauh ini.
Kemana rasa yang namanya nyaman itu,  aku yang salah atau kamu yang tak mengerti hingga bisa ada jarak diantara kita.
Aku tak ingin kamu pergi padahal kamu ada.
Aku tak ingin kamu jauh padahal kutau kita begitu dekat.
Aku tak ingin ada yang berubah walau kutau kita berbeda.
Bukankah saat kita beriringan segalanya terasa menyenangkan, mengapa tak kita ciptakan lagi rasa hangat itu,  mengapa tak kita hadirkan lagi rasa nyaman itu.
Aku rindu kamu,  aku rindu kita,  aku rindu walau kita hanya bisa melakukan hal sederhana yang menyenangkan.
Aku rindu kamu sahabat terbaik dalam mengejar mimpi.
Hanya saja maaf jika tuturku melukai hatimu. Maaf jika lakuku menyinggung dirimu.  Maaf pula jika khilafku bertumpuk padamu.  Dari hatiku aku tak pernah bermaksud menyakitimu,  bahkan memikirkannya saja amat menyakiti hatiku.
Satu pintaku,  jangan berfikir aku meninggalkanmu.

Salam rindu untukmu rekan bahagiaku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...