Langsung ke konten utama

Rabu pagi

Rabu, pagi.

mentari pagi menembus embun yang mangambang di udara, hangat pun menjalar menggantikan dingin yang menikam, tapi kenyataan tak dapat dipungkiri, hangat itu tidak menyeruak seperti biasanya, malah rasanya seperti gundah terpaut asa.
aku tak mengerti, dan untuk kesekian kalinya tak mengerti, tentang hidup, hidup yang terkadang begitu lucu, aneh, membahagiakan, juga menyakitkan.
aku tak mengerti mengapa harus ada yang diatas dan harus ada yang dibawah, mengapa harus ada yang tertawa sedangkan yang lain terluka, dan begitu lainnya entah berapa banyak perbandingan yang bertolak belakang itu ada.
sebenarnya, aku harus jadi yang seperti apa.
dari kemarin aku menguras habis air mataku, entah heran mengapa aku menyia-nyiakan air asin tak berdosa itu.
aku yang berdosa, lalu apa salah nya??
apakah kalian tau makna apa yang ada dibalik "waktu". aku sedang mencoba untuk mengerti hal yang berhubungan dengannya, waktu dari masa lalu, waktu sekarang, dan waktu yang akan datang.
waktu dulu ada sekeping bahagia yang kusimpan dalam kotak yang kini tertutup rapat dan tersimpan digudang berdebu, entah dibagian sudut hatiku yang mana, yang pastinya gelap. kepingan itu tadinya utuh, ada keutuhan, kehangatan, dan kebahagiaan nyata yang sejenak membahagiakan namun jika kuingat semakin lama malah makin menyakitkan, kenangan yang tak kalian mengerti, kenangan yang aku rindu, kehangatan yang tak kan mungkin kudapatkan lagi.
"aku ingin kembali, kembali menjadi balita yang duduk dipangkuan ayahnya, gadis kecil yang rambutnya disisir ibunya, dapatkah aku kembali??"
itu dulu, aku tahu waktu tak dapat dikembalikan, karena aku tau dunia ini bukan film animasi yang memiliki mesin waktu seperti itu.
disinilah aku sekarang, dimasa kini, masa yang tak kumengerti, masa yang sulit untukku, bahkan hanya untuk membuka mata dipagi hari dan melupakan hari kemarin yang terasa pahit. aku seperti teracuni oleh hidup ini, sesak seperti meneguk obat pahit yang lebih dari dosisnya, hidupku yang dimasa kini pun kurasa sulitnya kelebihan dosis, aku bahkan sudah menempa tubuhku agar lebih kuat lagi dari baja, namun nyatanya baja pun terkikis oleh air hujan.
sedangkan dimasa depan akan seperti apa, aku tidak tahu, aku ingin memimpikan sesuatu yang indah, mengkhayal harapan yang kutahui itu fana, namun aku takut, aku tak berani berharap, karena sering aku berharap, namun lagi lagi kecewa yang kujumpai pada pintu harapan itu.
aku disini terpaku, aku butuh jeda, aku butuh spasi, aku lelah bertubi-tubi lewat dijalan yang terjal ini, bisakah aku mati suri??  ah.. jangan! aku takut hidup lagi jika mati suri, aku takut diteriaki, aku tak mau dipanggil zombie.
Lalu bagaimana, aku benar-benar ingin berhenti, aku lelah harus ber"haha" "hehe" "hihi" seperti itu, aku ingin menangis saja sejadi-jadinya, tapi aku tak ingin dikasihani, aku pun tak ingin disedekahi, aku hanya ingin kalin mengerti bahwa segalanya tak semudah ini.
lagi, lagi-lagi aku terlalu meluap-luap.
aku terlalu terbawa lari oleh emosi ini.
dan melankolis amat terlihat menjijikan kini.
aku ingin lari saja, dari sini saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...