Langsung ke konten utama

cinta itu memahami bukan menjelaskan

Kita tidak pernah tau seperti apa kita jatuh cinta. Nyatanya cinta tidak semudah mengucap janji untuk selalu bersama "yang memang hanya ucapan", tidak juga sesederhana seperti makan malam yang romantis misalnya "yang hanya perayaan jika kau sedang sadar ",
Namun Tuan, ucapanmu terlalu banyak dan sepertinya kau sering bicara dalam kondisi yang tidak sadar "sengaja dimabukkan".
Aku tau cara mencintai setiap orang berbeda-beda, akupun tak menuntut kau untuk menjadi seperti dia, dia, atau dia. Aku tak memaksa kau untuk itu, itu, dan itu. Aku hanya ingin jadi satu-satunya. Ya hanya aku, aku, dan aku.
Aku lelah terlalu berkata-kata banyak padamu, mengharapkan ini itu yang sudah kutahui tak akan kudapati.
Hanya ingin menghibur diri, meski kadang miris sendiri.
Tuan, aku sedang sedih. Aku tak tau harus berkata apa lagi, dan aku tak tau harus bicara kepada siapa.
Tak ada yang kupercayai selain, kamu. Tapi nyatanya kamu hanya sekedar datang disaat kamu ingin, bukan disetiap saat.
Tuan apa salahku terlalu mempercayaimu?? apa salahku terlalu mencintaimu??
Aku tak mengerti dengan sikapmu itu "sungguh".
Semakin aku mencintaimu, kamu semakin melangit.
Kamu bagaikan langit yang tinggi dan angkuh. Bukan salahmu, jika langit diciptakan terlalu tinggi dan luas, namun tak dapatkah kau berbagi tempat denganku dilangitmu itu, walau hanya sepetak tempat peraduan.
Tuan, sesekali aku hanya sekedar butuh pelukan dibandingkan pertanyaan "kenapa?" darimu itu. Atau bisa juga kecupan ringan didahi untuk menghilangkan gelisah, kalau tidak genggaman tangan yang erat pun sudah cukup kurasa, setidaknya perlakuan hangat yang membuatku merasa aman.
Dibandingkan "kenapa?" aku lebih suka kamu berkata, aku mencintaimu, jangan khawatir aku selalu bersamamu, semua akan baik-baik saja, kamu wanita yang hebat, atau kita lalui ini bersama.
Ahh pahit sekali rasanya mengharapkan hal-hal manis dipagi yang gelap ini.
Tuan, aku lelah, aku lelah memberimu penjelasan yang tak pernah kau pahami.
Aku selalu bilang begini, begitu, mengoceh tanpa spasi, namun nyatanya ucapan itu hanya ikut terbang bersama daun kering yang tertiup angin.
Daun kering itu tak membenci angin karena menghempaskannya, tapi aku sungguh membencimu karena mengabaikanku.
Tuan, bagiku cinta itu memahami bukannya memberikan penjelasan.
Kurasa aku tak tau sedewasa apa usia hatimu, namun kurasa untuk urusan mencintai dan dicintai kita tak pernah sebaya.
Kamu atau aku yang usia hatinya lebih dewasa? aku pun tak tau, yang kutahui kita tak pernah sejalan.
Aku tidak menyesal masih mencintaimu dengan begitu dalam, dengan ketulusan yang aku sendiri tak tau apa bentuknya.
Yang kusesali hanyalah jika aku tetap cinta tapi kamu sembunyi lagi dan lagi, jika aku menunggu tapi kamu menghilang lagi dan lagi, jika aku berharap tapi kamu pergi lagi dan lagi.
Ahh.. aku ini kenapa.
Pagi ini masih terlalu gelap untuk memulai hari dengan perasaan gundah, padahal aku saja belum mengakhiri hari yang kemarin, mataku terlalu tangguh dari pada hatiku yang sudah terlanjur patah ini.
Tapi tetap saja, terlalu pagi kamu ada disini, dikepalaku.
Sedangkan yang kau bawa hanyalah rindu, tanpa pertemuan.



Selamat pagi Tuan tak tau diri.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...