aku sedang mengingat rindu saat kita menyesap kopi malam itu.
kopi yang aromanya tak pernah kulupakan meski sisa pahitnya sudah menghilang.
aku takut akan melupakannya ketika selamat tinggal akan terucapkan lagi.
entah kenapa aku punya firasat buruk tentang selamat tinggal yang berulang-ulang, tapi mungkin kata itu akan jadi penutup kali ini, karena diwaktu ini aku tidak sebodoh diwaktu kemarin dan kemarinnya.
saat ini aku hanya ingin mematikan hal yang menyakitkan ini, -agar kelak kurindukan.
hanya saja apa kamu sudah selesai mempermainkanku, dan jika belum lanjutkanlah, aku akan menunggumu, sampai kau berani bilang selamat tinggal lagi.
aku tau kamu terlalu pengecut untuk mengambil keputusan itu hingga kamu hanya bisa bermain dititik ini, dimana hatiku kau tarik ulur dan kau biarkan menunggu, kau bahkan mendiamkan aku saat aku mencintaimu, mencekik saat hanya namamu yang kusebut dalam lafalan doa.
aku bahkan bukan malaikat tapi mengapa aku hanya membiarkanmu untuk menyakitiku lagi dan lagi.
aku merasa dejavu pada hal ini, seperti akan terulang lagi.
tahun yang lalu dibulan yang sama situasi ini pernah terjadi, kamu menjauh, mengabaikanku, dan pada klimaksnya kamu meninggalkanku tanpa lambaian tangan disaat aku sedang cinta-cintanya.
ini sudah sampai titik pengabaian dan sebentar lagi waktunya klimaks, apa akan sama lagi, apa akan terjadi lagi, apa bukan hanya dejavu tapi kenyataan.
aku tak ingin memikirkannya tapi ini sungguh menyiksa diri.
aku terlalu muak harus menghadapi hal seperti ini -jika lagi terjadi.
aku muak jika harus menahanmu tapi kamu tetap memilih pergi.
aku lebih muak mendengar alasanmu yang bagiku seperti skenario drama itu.
aku amat muak harus memaafkanmu dan mengikhlaskanmu lagi.
dan aku begitu muak jika kamu datang lagi dan akan meminta kembali.
aku tidak siap dengan segala kemungkinan itu, tidak bisakah aku hanya hidup dengan tenang bahkan jika kamu menyakitiku terus-menerus.
dan kumohon aku hanya tidak ingin merasa seperti ini lagi, merasa sesak seperti aku akan kehilanganmu sungguhan, karena aku ketakutan, aku takut duduk disini sendiri, menyesap kopi pahit sendiri tanpamu, dan aromanya mengendap bersama luka.
kopi yang aromanya tak pernah kulupakan meski sisa pahitnya sudah menghilang.
aku takut akan melupakannya ketika selamat tinggal akan terucapkan lagi.
entah kenapa aku punya firasat buruk tentang selamat tinggal yang berulang-ulang, tapi mungkin kata itu akan jadi penutup kali ini, karena diwaktu ini aku tidak sebodoh diwaktu kemarin dan kemarinnya.
saat ini aku hanya ingin mematikan hal yang menyakitkan ini, -agar kelak kurindukan.
hanya saja apa kamu sudah selesai mempermainkanku, dan jika belum lanjutkanlah, aku akan menunggumu, sampai kau berani bilang selamat tinggal lagi.
aku tau kamu terlalu pengecut untuk mengambil keputusan itu hingga kamu hanya bisa bermain dititik ini, dimana hatiku kau tarik ulur dan kau biarkan menunggu, kau bahkan mendiamkan aku saat aku mencintaimu, mencekik saat hanya namamu yang kusebut dalam lafalan doa.
aku bahkan bukan malaikat tapi mengapa aku hanya membiarkanmu untuk menyakitiku lagi dan lagi.
aku merasa dejavu pada hal ini, seperti akan terulang lagi.
tahun yang lalu dibulan yang sama situasi ini pernah terjadi, kamu menjauh, mengabaikanku, dan pada klimaksnya kamu meninggalkanku tanpa lambaian tangan disaat aku sedang cinta-cintanya.
ini sudah sampai titik pengabaian dan sebentar lagi waktunya klimaks, apa akan sama lagi, apa akan terjadi lagi, apa bukan hanya dejavu tapi kenyataan.
aku tak ingin memikirkannya tapi ini sungguh menyiksa diri.
aku terlalu muak harus menghadapi hal seperti ini -jika lagi terjadi.
aku muak jika harus menahanmu tapi kamu tetap memilih pergi.
aku lebih muak mendengar alasanmu yang bagiku seperti skenario drama itu.
aku amat muak harus memaafkanmu dan mengikhlaskanmu lagi.
dan aku begitu muak jika kamu datang lagi dan akan meminta kembali.
aku tidak siap dengan segala kemungkinan itu, tidak bisakah aku hanya hidup dengan tenang bahkan jika kamu menyakitiku terus-menerus.
dan kumohon aku hanya tidak ingin merasa seperti ini lagi, merasa sesak seperti aku akan kehilanganmu sungguhan, karena aku ketakutan, aku takut duduk disini sendiri, menyesap kopi pahit sendiri tanpamu, dan aromanya mengendap bersama luka.
selamat malam tuan
aku harap asap rokokmu tidak segera membunuh
Komentar
Posting Komentar