Langsung ke konten utama

Memeluk Masa Lalu

Apa aku menyerah saja.
Aku sungguh takut pertahananku roboh, setelah kamu mendatangiku dalam mimpi, menegur diri ini dengan tawa dan canda tanpa benci, dan aku malah menatap pedih.
Aku tau itu bukan kamu, bahkan dinding yang terbangun diantara kita cukup kental untuk menyiratkan kebencian, tapi sungguh aku tak membencimu, aku hanya membenci kebodohanku, -kala itu.
Kenapa kamu muncul dengan senyum selebar itu, senyum yang bahkan membuatku menangis melihatnya, lekuk yang terlupakan dari wajahmu itu muncul dan membuatku jadi tak karuan.
Entah aku bahagia atau sedih, hanya saja saat terbangun ada rasa yang tak ku mengerti -aku takut.
Aku menyelami kenangan yang tlah berlalu, ada yang membuatku tersebyum kecil, ada juga yang membuatku terisak dalam diam, yang jelas ada kamu.
Apa kamu hadir untuk memberitahuku, atau menyalahkanku, atau ingin membodohiku??
Maaf, aku tau aku terlalu naif.
Aku baru tau, bahwa menyalahkanmu dimasa lalu adalah kebodohan terbesarku.
Aku baru menyadari, bahwa kebodohan itu adalah inginku, bukan karenamu, tidak sama sekali salahmu -kamu hanya perantara.
Makian dan alasan yang kulontarkan saat itu kini begitu memalukan terdengar ditelingaku, bahkan kini aku lebih hina dari masa itu.
Entah mengapa, hanya saja ada sisi lain diriku yang kurasa amat menyedihkan karena hal itu.
Kamu mungkin menertawaiku dengan rasa bencimu, aku bahkan heran kamu mau datang ke mimpiku, bahkan dengan kondisi nyata kita tak pernah saling tahu -pasti ada banyak rindu.
Tapi aku senang bukan kepalang, aku tak harus lagi menyalahkanmu, dan aku dapat membelamu jika orang itu pun menyalahkanmu karena kebodohanku.
Maafkan aku untuk waktu yang lalu, aku begitu berharap kau dapat hidup dengan baik dan tawa serta jabat tanganmu itu akan menjadi nyata.
Aku hanya ingin kamu tau -aku tidak menyesal untuk perpisahan kita, tapi sesekali aku merindukanmu.


dari wanita yang terpenjara dalam rasa bersalah
mari memeluk masalalu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...