Apa aku menyerah saja.
Aku sungguh takut pertahananku roboh, setelah kamu mendatangiku dalam mimpi, menegur diri ini dengan tawa dan canda tanpa benci, dan aku malah menatap pedih.
Aku tau itu bukan kamu, bahkan dinding yang terbangun diantara kita cukup kental untuk menyiratkan kebencian, tapi sungguh aku tak membencimu, aku hanya membenci kebodohanku, -kala itu.
Kenapa kamu muncul dengan senyum selebar itu, senyum yang bahkan membuatku menangis melihatnya, lekuk yang terlupakan dari wajahmu itu muncul dan membuatku jadi tak karuan.
Entah aku bahagia atau sedih, hanya saja saat terbangun ada rasa yang tak ku mengerti -aku takut.
Aku menyelami kenangan yang tlah berlalu, ada yang membuatku tersebyum kecil, ada juga yang membuatku terisak dalam diam, yang jelas ada kamu.
Apa kamu hadir untuk memberitahuku, atau menyalahkanku, atau ingin membodohiku??
Maaf, aku tau aku terlalu naif.
Aku baru tau, bahwa menyalahkanmu dimasa lalu adalah kebodohan terbesarku.
Aku baru menyadari, bahwa kebodohan itu adalah inginku, bukan karenamu, tidak sama sekali salahmu -kamu hanya perantara.
Makian dan alasan yang kulontarkan saat itu kini begitu memalukan terdengar ditelingaku, bahkan kini aku lebih hina dari masa itu.
Entah mengapa, hanya saja ada sisi lain diriku yang kurasa amat menyedihkan karena hal itu.
Kamu mungkin menertawaiku dengan rasa bencimu, aku bahkan heran kamu mau datang ke mimpiku, bahkan dengan kondisi nyata kita tak pernah saling tahu -pasti ada banyak rindu.
Tapi aku senang bukan kepalang, aku tak harus lagi menyalahkanmu, dan aku dapat membelamu jika orang itu pun menyalahkanmu karena kebodohanku.
Maafkan aku untuk waktu yang lalu, aku begitu berharap kau dapat hidup dengan baik dan tawa serta jabat tanganmu itu akan menjadi nyata.
Aku hanya ingin kamu tau -aku tidak menyesal untuk perpisahan kita, tapi sesekali aku merindukanmu.
Aku sungguh takut pertahananku roboh, setelah kamu mendatangiku dalam mimpi, menegur diri ini dengan tawa dan canda tanpa benci, dan aku malah menatap pedih.
Aku tau itu bukan kamu, bahkan dinding yang terbangun diantara kita cukup kental untuk menyiratkan kebencian, tapi sungguh aku tak membencimu, aku hanya membenci kebodohanku, -kala itu.
Kenapa kamu muncul dengan senyum selebar itu, senyum yang bahkan membuatku menangis melihatnya, lekuk yang terlupakan dari wajahmu itu muncul dan membuatku jadi tak karuan.
Entah aku bahagia atau sedih, hanya saja saat terbangun ada rasa yang tak ku mengerti -aku takut.
Aku menyelami kenangan yang tlah berlalu, ada yang membuatku tersebyum kecil, ada juga yang membuatku terisak dalam diam, yang jelas ada kamu.
Apa kamu hadir untuk memberitahuku, atau menyalahkanku, atau ingin membodohiku??
Maaf, aku tau aku terlalu naif.
Aku baru tau, bahwa menyalahkanmu dimasa lalu adalah kebodohan terbesarku.
Aku baru menyadari, bahwa kebodohan itu adalah inginku, bukan karenamu, tidak sama sekali salahmu -kamu hanya perantara.
Makian dan alasan yang kulontarkan saat itu kini begitu memalukan terdengar ditelingaku, bahkan kini aku lebih hina dari masa itu.
Entah mengapa, hanya saja ada sisi lain diriku yang kurasa amat menyedihkan karena hal itu.
Kamu mungkin menertawaiku dengan rasa bencimu, aku bahkan heran kamu mau datang ke mimpiku, bahkan dengan kondisi nyata kita tak pernah saling tahu -pasti ada banyak rindu.
Tapi aku senang bukan kepalang, aku tak harus lagi menyalahkanmu, dan aku dapat membelamu jika orang itu pun menyalahkanmu karena kebodohanku.
Maafkan aku untuk waktu yang lalu, aku begitu berharap kau dapat hidup dengan baik dan tawa serta jabat tanganmu itu akan menjadi nyata.
Aku hanya ingin kamu tau -aku tidak menyesal untuk perpisahan kita, tapi sesekali aku merindukanmu.
dari wanita yang terpenjara dalam rasa bersalah
mari memeluk masalalu
Komentar
Posting Komentar