Langsung ke konten utama

terjebak

harummu tertinggal dan kini kujadi satukan dengan kalimat yang terpenggal penggal.
aku masih disini, duduk diam dan berperang melawan ego, masih menunggu siapa yang akan jadi pemenangnya.
hati nuraniku berbisik, katanya tak adil jika aku hanya melihatmu dari sebelah sisi, perlahan egoku tersentuh ketika menyadari memang semua itu benar.
kalau kamu jahat, kamu pun pernah baik.
kalau kamu menyakiti, kamu pun pernah mencintai.
aku mulai berpikir bahwa ini bukan soal kamu yang salah dan aku yang benar ataupun sebaliknya.
tapi ini soal kedewasaan, usia hati kita masih terlalu muda untuk saling paham dan bisa mengerti.
bahkan kita masih terlalu egois untuk berani mengkritisi diri sendiri, tak berani menilai diri sendiri namun pandai mengomentari orang lain.
tapi aku gundah..
aku hanya takut menghadapi apa yang akan terjadi nanti, banyak andai-andai yang kutakutkan.
apalagi hidup kita terlalu banyak yang mempedulikan.
aku hanya takut tak bisa mengabaikan bisik-bisik yang tak enak di dengar.
terkadang aku hanya ingin meminta untuk jangan pernah menilai terlalu dalam, bahkan ada yang membenci padahal belum saling kenal.
apa salahku jika aku tetap cinta meski disakiti berulang-ulang, kurasa itu salah hatiku.
apa salahku jika aku tetap rindu meski akan terus diabaikan, kurasa itu juga salah hatiku.
aku hanya tidak siap jika semua orang menghardikku sebagai wanita bodoh yang selalu bersedia kamu sakiti berulang-ulang, yang mereka salahkan bukan hatiku tapi aku!!
bagiku ini sedikit tidak adil, karena mereka belum pernah diposisiku, bahkan jika mereka pernah diposisi ini sudah kubilang, kita cenderung egois untuk berani mengakui kesalahan, yang mereka lihat hanya salah orang lain.
hati mereka yang benar dan aku salah.
lalu aku harus apa, hatiku makin lama makin sesak.
kesibukan yang jadi pelarian pun melarikan diri, teman bicara pun malah terbawa dengan perasaannya sedangkan aku tak ingin memulai lagi, rutinitas makin lama pun malah terasa begitu membosankan, dan yang paling sial aku terjebak rindu.


Selamat malam wahai MALAM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...