Aku masih percaya, bahwa segalanya hanyalah cara tuhan untuk mengujiku. Aku pun masih percaya bawa segalanya akan utuh lagi, akan pulih lagi, akan baik lagi, aku tau kalau semua sakit butuh proses untuk sembuh, termasuk soal hati, aku pun tau kalau semua yang jatuh butuh proses untuk bangkit, termasuk soal hati.
Kini yang kusesali adalah waktu, pertemuan, perkenalan, dan segala hal yang kusebut kenangan.
Darimu yang kuanggap tak tau diri, aku belajar untuk tidak lagi terlalu mempercayai, untuk tidak lagi bersedia dibodohi, untuk tidak lagi terlalu memakai hati.
Entah sampai kapan aku hanya ingin seperti ini, sendiri berlari mengejar angin, sendiri menangis dibawah hujan, sendiri terisak di pekat yang gelap, sendiri menerobos masa sulit yang takkan pernah kamu mengerti.
Tidak menangis bukan berarti aku tak sedih, hanya saja sesak ini menahan tangisku. Bukan hanya benci, namun lebih dari itu kecewa ini terlalu dalam.
Tidak hanya karena kau pergi tanpa pamit, tidak hanya karena kau pergi tanpa lambaian tangan, tidak hanya karena kau berlari sendiri, tidak hanya karena wanita itu, ini soal janji yang kau bumbui harapan sudah terlanjur kutelan, kupercayai, kuharapkan, dan kini kau hempaskan.
Kini bagiku, kamu terlalu tak pantas untuk hidup, kamu tak layak disebut manusia, dan kamu tak seharusnya masih ada!
Aku terlalu lelah untuk mengingat segalanya, namun ini tak mudah untuk kuhilangkan. Segalanya masih tersimpan baik ditempatnya, dan kamu terlalu bajingan untuk tidak segera pudar!!
Aku bukan ibu peri sungguhan, aku tak punya kekuatan apapun untuk membuat segalanya jadi lebih baik.
Segalanya hanya andai-andai yang tak ada kekuatan magicnya.
Aku terlalu lemah untuk bilang aku baik-baik saja, aku bahkan terlalu rapuh untuk bilang aku turut bahagia untuk bahagiamu.
Ini tidak semudah kelihatannya, dan aku tidak begitu baik untuk tetap terlihat tidak terjadi apa-apa.
Aku memaki segala hal yang sudah terlalui, aku merutuki keberuntungan yang tak pernah berpihak.
Aku harus apa lagi, aku bisa apa lagi.
Yang jelas ini sungguh tragedi bukannya misteri.
Dan sialnya, aku terlalu patah untuk saat ini.
Kini yang kusesali adalah waktu, pertemuan, perkenalan, dan segala hal yang kusebut kenangan.
Darimu yang kuanggap tak tau diri, aku belajar untuk tidak lagi terlalu mempercayai, untuk tidak lagi bersedia dibodohi, untuk tidak lagi terlalu memakai hati.
Entah sampai kapan aku hanya ingin seperti ini, sendiri berlari mengejar angin, sendiri menangis dibawah hujan, sendiri terisak di pekat yang gelap, sendiri menerobos masa sulit yang takkan pernah kamu mengerti.
Tidak menangis bukan berarti aku tak sedih, hanya saja sesak ini menahan tangisku. Bukan hanya benci, namun lebih dari itu kecewa ini terlalu dalam.
Tidak hanya karena kau pergi tanpa pamit, tidak hanya karena kau pergi tanpa lambaian tangan, tidak hanya karena kau berlari sendiri, tidak hanya karena wanita itu, ini soal janji yang kau bumbui harapan sudah terlanjur kutelan, kupercayai, kuharapkan, dan kini kau hempaskan.
Kini bagiku, kamu terlalu tak pantas untuk hidup, kamu tak layak disebut manusia, dan kamu tak seharusnya masih ada!
Aku terlalu lelah untuk mengingat segalanya, namun ini tak mudah untuk kuhilangkan. Segalanya masih tersimpan baik ditempatnya, dan kamu terlalu bajingan untuk tidak segera pudar!!
Aku bukan ibu peri sungguhan, aku tak punya kekuatan apapun untuk membuat segalanya jadi lebih baik.
Segalanya hanya andai-andai yang tak ada kekuatan magicnya.
Aku terlalu lemah untuk bilang aku baik-baik saja, aku bahkan terlalu rapuh untuk bilang aku turut bahagia untuk bahagiamu.
Ini tidak semudah kelihatannya, dan aku tidak begitu baik untuk tetap terlihat tidak terjadi apa-apa.
Aku memaki segala hal yang sudah terlalui, aku merutuki keberuntungan yang tak pernah berpihak.
Aku harus apa lagi, aku bisa apa lagi.
Yang jelas ini sungguh tragedi bukannya misteri.
Dan sialnya, aku terlalu patah untuk saat ini.
Komentar
Posting Komentar