hujan menghampiriku saat sendiri, hujan yang menyedihkan menemaniku yang sedang tidak baik-baik saja.
entah mengapa rasanya begitu resah, suasana hujan makin membuat keadaan jadi melankolis.
aku benci situasi yang seperti ini, terlalu dingin untuk kurasakan sendiri.
aku tidak mengerti apa sebab yang pasti dari resah ini, yang jelas aku ingin terus menulis tanpa titik.
hanya saja tak akan jadi kalimat yang indah jika tanpa tanda baca.
tapi aku tidak suka tanda titik, aku tak suka kamu berkata titik, titik bagiku adalah sebuah akhir, hanya ada cerita yang berbeda setelah titik, dan aku tak mau kita berakhir tanpa memulainya.
aku tau kita adalah kesalahan, atau lebih tepatnya aku yang salah bukan kamu.
hanya saja aku terlanjur jatuh, aku terlanjur ingin kamu, yang jelas aku candu kamu.
aku hampir hilang akal sehat jika memikirkan tentangmu, banyak hal yang kutakuti yang tak akan pernah kamu pahami.
katamu tak ada yang bisa disalahkan jika itu perihal perasaan, tapi bagaimana jika orang lain tak mengerti, kamu belum tau diposisiku, lebih dari luka tapi kenyataan bahwa memang segalanya salahku amat menampar hatiku.
aku tau ini terdengar agak berlebihan tapi sekali lagi aku tak pernah menang jika harus melawan perasaan, aku butuh kamu lebih dari kesanggupanmu, aku ingin kamu lebih dari yang kudapati saat ini, sudah kubilang aku ingin egois sekali saja, tapi aku bisa apa karena segalanya lagi-lagi terserah kamu.
aku rindu kamu padahal pertemuan belum lama berlalu, rindu ini mengendap tak berbalas seperti ampas kopi yg tak pernah di tengguk dan aromamu tertinggal bersama bau asap rokok yang menempel dibajuku.
aku tidak akan pernah memaksakan ketidakmungkinan ini, aku hanya sedang menunggu Tuhan selesai mengurusi orang lain baru kemudian mengurusi kita, seperti yang kau katakan.
saat ini biarkan kita menepi, berdiskusi dengan perasaan masing-masing.
aku tidak tau bagaimana percakapanmu dengan hatimu, yang kutau aku terlalu tak berdaya.
aku mulai berambisi dengan segala ilusi yang kuciptakan sendiri.
aku tau seharusnya ini tak boleh berlanjut, tapi aku tidak siap jika harus melewati titik ini -tanpamu.
masih musim hujan, aku khawatir basah sendiri, dan aku takut terjebak rindu.
aku suka hujan yang hadir disela-sela kisah kita, aku suka gemerciknya yang membuat kita membeku, aku suka dinginnya yang membuat kita menggigil, aku suka suasananya yang membuat kita makin dekat, makin tak berjarak.
dan aku suka saat hujan menjebakku ditempat yang sama denganmu namun aku benci menantimu sendiri saat hujan, sedangkan yang kunanti sedang bersama miliknya.
entah mengapa rasanya begitu resah, suasana hujan makin membuat keadaan jadi melankolis.
aku benci situasi yang seperti ini, terlalu dingin untuk kurasakan sendiri.
aku tidak mengerti apa sebab yang pasti dari resah ini, yang jelas aku ingin terus menulis tanpa titik.
hanya saja tak akan jadi kalimat yang indah jika tanpa tanda baca.
tapi aku tidak suka tanda titik, aku tak suka kamu berkata titik, titik bagiku adalah sebuah akhir, hanya ada cerita yang berbeda setelah titik, dan aku tak mau kita berakhir tanpa memulainya.
aku tau kita adalah kesalahan, atau lebih tepatnya aku yang salah bukan kamu.
hanya saja aku terlanjur jatuh, aku terlanjur ingin kamu, yang jelas aku candu kamu.
aku hampir hilang akal sehat jika memikirkan tentangmu, banyak hal yang kutakuti yang tak akan pernah kamu pahami.
katamu tak ada yang bisa disalahkan jika itu perihal perasaan, tapi bagaimana jika orang lain tak mengerti, kamu belum tau diposisiku, lebih dari luka tapi kenyataan bahwa memang segalanya salahku amat menampar hatiku.
aku tau ini terdengar agak berlebihan tapi sekali lagi aku tak pernah menang jika harus melawan perasaan, aku butuh kamu lebih dari kesanggupanmu, aku ingin kamu lebih dari yang kudapati saat ini, sudah kubilang aku ingin egois sekali saja, tapi aku bisa apa karena segalanya lagi-lagi terserah kamu.
aku rindu kamu padahal pertemuan belum lama berlalu, rindu ini mengendap tak berbalas seperti ampas kopi yg tak pernah di tengguk dan aromamu tertinggal bersama bau asap rokok yang menempel dibajuku.
aku tidak akan pernah memaksakan ketidakmungkinan ini, aku hanya sedang menunggu Tuhan selesai mengurusi orang lain baru kemudian mengurusi kita, seperti yang kau katakan.
saat ini biarkan kita menepi, berdiskusi dengan perasaan masing-masing.
aku tidak tau bagaimana percakapanmu dengan hatimu, yang kutau aku terlalu tak berdaya.
aku mulai berambisi dengan segala ilusi yang kuciptakan sendiri.
aku tau seharusnya ini tak boleh berlanjut, tapi aku tidak siap jika harus melewati titik ini -tanpamu.
masih musim hujan, aku khawatir basah sendiri, dan aku takut terjebak rindu.
aku suka hujan yang hadir disela-sela kisah kita, aku suka gemerciknya yang membuat kita membeku, aku suka dinginnya yang membuat kita menggigil, aku suka suasananya yang membuat kita makin dekat, makin tak berjarak.
dan aku suka saat hujan menjebakku ditempat yang sama denganmu namun aku benci menantimu sendiri saat hujan, sedangkan yang kunanti sedang bersama miliknya.
selamat malam hujan
terimakasih hadir menemaniku bersama ketidakberdayaan
Komentar
Posting Komentar