Aku butuh lautan untuk
menghujankan seluruh tangisku, segalanya begitu tragis untuk ku konsumsi
sendiri. Semilir angin meniup dedaunan kemudian ia terbang melalui semburat
jingga di senja sore ini. Senja yang pilu_.
Aku harus apa lagi jika sudah tau
bahwa sebagai bukan yang pertama aku harus siap untuk tidak di prioritaskan. Bahkan
saat rindu ini menekan hati, aku harus tau diri untuk tidak menghubungimu, dan
membiarkan waktu dengan leluasa mengawasi kalian sampai aku sesak menunggumu
tiap detiknya ditemani pikiran, -pasti kamu sedang bahagia dalam peluknya.
Mengapa menyukaimu semenyesakkan
ini, dan aku benci karena tidak ada yang bisa kusalahkan perihal ini, pun hati
malah semakin tersayat kala aku terbelenggu diantara sepi.
Masih sadarkah kau akan
keberadaanku, aku sedang mengamatimu, dan aku mengerti, aku tak boleh
mengganggu waktu kalian. Aku menunggu, bersama keresahan bercampur peluh yang makin
menyesakkan.
Apa kamu cemas??
Aku sedang cemas, aku sedang
rindu, bahkan percakapan terakhir kita masih terngiang-ngiang dipikiranku. Aku tak
ingin melupakannya, aku harus ingat segalanya, setidaknya jika nanti kamu
hilang, dan benar-benar hilang, aku masih memiliki kisah itu untuk menuntaskan
rindu kepadamu.
Olehmu perasaan ini jadi hilang
waras, pun dalam kebingungan aku hanya ingin kamu, ingin kamu yang sedang dalam
peluknya. Ini terdengar gila, tapi sekali lagi segalanya tak dapat disalahkan.
Bahkan hingga mata terasa perih
dan hati ini merintih lirih, tetap saja kamu yang kucintai tanpa pamrih.
Meskipun mencintaimu adalah
urusanku, rasanya tidak adil jika ini kurasakan sepihak. Namun nyaman terlalu
membodohiku, nyaman itu jebakan, dan sial aku terjebak! Aku terlanjur terbiasa
olehmu, bahkan rasanya sangat rindu meski terhitung jam kita dibatasi temu, dan
merindukanmu adalah rindu paling memalukan, karena merindukanmu adalah merindukan
milik orang lain, sedangkan aku siapa, hanya wanita yang memelukmu melalui doa disertai
andai-andai.
Aku sudah meramal apa yang akan
terjadi setelah ini, setelah waktu memisahkan kalian dan membiarkan kita
bertemu.
Setelahnya kita akan saling tatap,
membiarkanmu menatapku dengan raut wajah yang kuhapal setiap garisnya, aku
membiarkanmu memelukku dalam diam, aku hanyut, aku kalut karena rindu dan kepura-puraanku
bahwa aku baik-baik saja secara otomatis terobati oleh pelukmu, kemudian kita
bercakap-cakap tentang apa saja yang terdengar seru, membiarkan segalanya
mengalir begitu saja, tanpa membahas kamu dari mana, tanpa membahas
kekhawatiranku, hanya menikmati kebersamaan dan bersikap seolah tidak ada
antara yang membatasi kita, seakan-akan kita normal, kamu tidak memikirkan,
sedangkan aku pasrah saja dibahagiakan dengan cara yang membingungkan.
Benar, kamu terlalu brengsek. Sedangkan
cinta ini terlalu tak tau diri untuk tetap bertahan.
Komentar
Posting Komentar