Dihampir pagi ini hujan masih merintik, dari atap yang berlubang air menitik. Mendung dimataku bisa jadi hujan dihatiku.
Perasaan selalu menyusahkan, memang!
Hatiku terlibat terlalu banyak saat ini, pikiran, akal, dan kenyataan namun tak seiring dengannya.
Rasanya ada sesak yang tak dapat kujelaskan tapi semoga kamu mengerti perihal nyeri hatiku ini, nyeri yang indah, nyeri yang kutau pasti kudapati, nyeri yang akan kamu abaikan.
Bagaimana rasanya begitu tidak adil, makin kesini aku makin ingin kamu seutuhnya, sedangkan kenyataannya aku tak tau berapa bagian dari hatimu yang memang milikku.
Rasanya masih samar-samar, ini begitu abu-abu dan terlalu aneh bagiku.
Aku tak tau kita ini apa, tak ada komitmen tapi ada perasaan yang salah.
Aku begitu bodoh sedangkan kamu begitu brengsek dan kita terlibat makin jauh, keterlibatan yang kita tak tau bagaimana akhirnya.
Pikiranku selalu buruk jika membahas soal ini, upayaku untuk tidak peduli pada status kita tidak pernah berhasil, karena selalu aku yang kalah, aku yang terlalu ingin kamu, aku yang terlalu berharap, aku yang terlalu ambisi, sedangkan kamu terlalu tak peduli dengan kata terserah-mu.
Kurang ajar memang!! Selalu saja kamu punya cara untuk membuatku makin cinta, dan ini merepotkan, hingga aku sulit mengatasinya.
Lagi-lagi ini terjadi begitu saja, tanpa rencana A B C, dan kita kebingungan seperti tanda tanya yang tak menemukan jawabannya.
Karena kita adalah spontanitas ketika aku dan kamu berdialetika tentang rasa.
Dan nyatanya bukan kita, aku saja yang terlalu perasa.
Hatiku adalah terdakwa, mencintaimu adalah vonisnya, dan aku terbukti bersalah.
Semuanya menyalahkanku, padahal kamu yang membuatku terlibat, rasanya begitu menyakitkan, aku ditampar cercaan satu per satu oleh mereka yang tau kerahasiaan ini, kata mereka ini terlalu beresiko, mereka melempariku bertubi-tubi oleh makian, memaksaku sadar kalau kita adalah kesalahan.
Mereka tak tau aku terlalu tak berdaya, mengapa aku yang disalahkan, mengapa aku yang dipojokkan, mengapa hanya aku yang disudutkan, padahal katamu jika ini soal rasa tak ada yang dapat disalahkan.
Mencintaimu benar-benar diluar batas logikaku, itu yang kukatakan pada mereka, tapi mereka tetap tak peduli, dan malah menyeretku dilubang hitam rasa bersalah.
Jika mencitaimu begitu mudah lantas mengapa mempertahankannya begitu sulit, aku seperti diambang kematian pada malam penebusan dosa, karena diantara kita, kamu dan dia, katanya aku yang akan dieksekusi.
Sepantas itukah aku menerima ini dan terlalu berdosakah perasaan ini.
Tolong jawab aku??
Aku terlalu tak berdaya untuk menghadapi ini, aku butuh kamu lebih dari sekedar kebersamaan kita, setidaknya tetap disampingku ketika mereka menyalahkanku terus-menerus.
Aku takut, aku takut menghadapi mereka sendirian, aku kelelahan tapi tak ingin berhenti sekarang, namun kamu harus tau bahwa semesta pun mengerti rasanya menanti hingga mati.
Dan aku begitu takut kamu akan pergi saat aku sedang cinta-cintanya.
Perasaan selalu menyusahkan, memang!
Hatiku terlibat terlalu banyak saat ini, pikiran, akal, dan kenyataan namun tak seiring dengannya.
Rasanya ada sesak yang tak dapat kujelaskan tapi semoga kamu mengerti perihal nyeri hatiku ini, nyeri yang indah, nyeri yang kutau pasti kudapati, nyeri yang akan kamu abaikan.
Bagaimana rasanya begitu tidak adil, makin kesini aku makin ingin kamu seutuhnya, sedangkan kenyataannya aku tak tau berapa bagian dari hatimu yang memang milikku.
Rasanya masih samar-samar, ini begitu abu-abu dan terlalu aneh bagiku.
Aku tak tau kita ini apa, tak ada komitmen tapi ada perasaan yang salah.
Aku begitu bodoh sedangkan kamu begitu brengsek dan kita terlibat makin jauh, keterlibatan yang kita tak tau bagaimana akhirnya.
Pikiranku selalu buruk jika membahas soal ini, upayaku untuk tidak peduli pada status kita tidak pernah berhasil, karena selalu aku yang kalah, aku yang terlalu ingin kamu, aku yang terlalu berharap, aku yang terlalu ambisi, sedangkan kamu terlalu tak peduli dengan kata terserah-mu.
Kurang ajar memang!! Selalu saja kamu punya cara untuk membuatku makin cinta, dan ini merepotkan, hingga aku sulit mengatasinya.
Lagi-lagi ini terjadi begitu saja, tanpa rencana A B C, dan kita kebingungan seperti tanda tanya yang tak menemukan jawabannya.
Karena kita adalah spontanitas ketika aku dan kamu berdialetika tentang rasa.
Dan nyatanya bukan kita, aku saja yang terlalu perasa.
Hatiku adalah terdakwa, mencintaimu adalah vonisnya, dan aku terbukti bersalah.
Semuanya menyalahkanku, padahal kamu yang membuatku terlibat, rasanya begitu menyakitkan, aku ditampar cercaan satu per satu oleh mereka yang tau kerahasiaan ini, kata mereka ini terlalu beresiko, mereka melempariku bertubi-tubi oleh makian, memaksaku sadar kalau kita adalah kesalahan.
Mereka tak tau aku terlalu tak berdaya, mengapa aku yang disalahkan, mengapa aku yang dipojokkan, mengapa hanya aku yang disudutkan, padahal katamu jika ini soal rasa tak ada yang dapat disalahkan.
Mencintaimu benar-benar diluar batas logikaku, itu yang kukatakan pada mereka, tapi mereka tetap tak peduli, dan malah menyeretku dilubang hitam rasa bersalah.
Jika mencitaimu begitu mudah lantas mengapa mempertahankannya begitu sulit, aku seperti diambang kematian pada malam penebusan dosa, karena diantara kita, kamu dan dia, katanya aku yang akan dieksekusi.
Sepantas itukah aku menerima ini dan terlalu berdosakah perasaan ini.
Tolong jawab aku??
Aku terlalu tak berdaya untuk menghadapi ini, aku butuh kamu lebih dari sekedar kebersamaan kita, setidaknya tetap disampingku ketika mereka menyalahkanku terus-menerus.
Aku takut, aku takut menghadapi mereka sendirian, aku kelelahan tapi tak ingin berhenti sekarang, namun kamu harus tau bahwa semesta pun mengerti rasanya menanti hingga mati.
Dan aku begitu takut kamu akan pergi saat aku sedang cinta-cintanya.
Komentar
Posting Komentar