Langsung ke konten utama

"ketidaktahuan"

Tentang ketidaktahuan kita yang lebih dari sekedar tidak tau yang membahagiakan ini, sisi lain hatiku merasakan sesak yang mendalam saat realita mulai datang dan menohok hatiku.
Bukan soal ketidakpastian tapi lebih dari itu aku malu kepada kenyataan karena ia mengetahui aku sedang pura-pura tidak tau tentang hal yang jadi permasalahan, aku sedang berusaha untuk tidak peduli tentang milik siapa sebenarnya dia, yang kutau saat bersamaku -dia milikku.
Hujan makin deras dan malam makin larut, menyamarkan isakanku yang tertahan dan malah makin menyesakkan ini, gelap malam menyembunyikan bulir asin yang mengalir lewat pipi ini, dan mataku makin sayu digenanginya.
Amat menyedihkan, ini seperti aku yang terlalu memaksakan. Padahal aku tau, tentang keberlangsungan kita, segalanya hanya soal seberapa mampu aku bertahan, -bertahan diantara kalian -dia dan kekasihnya.
Aku merasa terjebak didalam keadaan yang mengambang, dan aku menyimpan perasaan yang tidak dia rasakan.
Aku tidak bisa menyesali perasaan ini hadir untuknya, segalanya terjadi begitu saja, lewat obrolan gila yang menyenangkan, lewat genggaman yang menguatkan, lewat tatapan membunuh yang menegangkan, lewat pelukan hangat yang menenangkan, lewat kejahatan yang membahagiakan, dan entah mengapa kejahatannya makin membuatku mencintainya.
Aku tau bahwa ketidaktahuan ini bukan yang kita harapkan, tapi kenyataan ini tetap menyesakkan untuk kuterima, meski aku bilang pada mereka aku tak apa-apa, aku cukup tau diri tentang kita, aku baik dan ini bukan masalah besar, tapi aku tetap tidak tau apa yang membuatku bertahan setelah ini -selain dia.
Apa yang akan membuatku baik-baik saja setelah ini, aku hanya sedang menyiapkan diri untuk sanggup akan segala konsekuensinya -apapun itu.
Hahahahaha! Brengsek! Aku hanya ingin tertawa sekencang-kencangnya, bahagia sejadi-jadinya, tapi harus kuterima bahwa tidak ada kisah cinta yang tak mengenal air mata.
Aku hanya sedang bersikeras agar semua ini tak bias, apalagi berujung nahas. Aku tidak ingin kelak hanya dapat menandaskan rindu, hingga kumohon pada Tuhan untuk menjadikan yang fana menjadi nyata -KITA.
Tak boleh ada kata saling mengikhlaskan, karena jika ada yang terluka -biarkan aku saja. Pun jika aku yang tersiksa -akupun mulai membiasakannya. Katamu aku tak boleh payah kan -tidak akan untuk kamu, manusia yang mendewa.
Andaikan bisa waktu bergesekan dengan ego, aku ingin memutarnya dan kembali diawal pertemuan kita, aku ingin memilikinya saat itu juga jika tau hal ini akan terjadi.
Keterlambatan, aku benci hal itu.
Kejelasan, aku juga tidak begitu menyukainya.
Kenyataan, aku amat merutukinya, dasar sialan!
Hampir tengah malam, dan hujan makin murka, aku malah memikirkannya yang hatinya terbelah dua, dan entah aku dapat berapa bagian, yang jelas aku terima saja dengan bodohnya.
Suara hujan membungkam keheningan, aku menunggu dalam diam disela isakan, bertahan tidak memiliki, dan berharap kepekaannya menghampiri.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...