Langsung ke konten utama

Katakan Tuan

Bagaimana ini Tuan. Ketakutanku selalu menghantui, rasanya begitu tidak nyaman di dada, ini seperti suatu firasat atau sebuah prasangka.
Aku tidak ingin memikirkannya, tapi ini segalanya dengan sendiri berlalu lalang.
Mengapa kau lakukan ini Tuan. Aku hanya mencintaimu tanpa sengaja, apa salahku jika ini terjadi begitu saja.
Lantas mengapa aku begitu gelisah, aku khawatir Tuan hatimu masih belum utuh, tidak untukku sepenuhnya. Namun tak ada yang dapat kulakukan, aku hanya berusaha untuk percaya bahwa segalanya akan berujung indah untuk kita. Tapi nyatanya tak semudah itu Tuan,   aku takut kepercayaan itu terhianati, aku takut untuk menerima resiko itu.
Bukankah kau tau Tuan, aku pernah jatuh srjatuh-jatuhnya, hingga rasanya ingin mati, hidup menelan luka dan di dampingi kecewa. Kau tau Tuan itu sangat menyakitkan, dan aku tak ingin lagi, apalagi jika sebabnya kau.
Aku tau Tuan, kita bersama melalui jalan yang tak seharusnya, tapi iru semua diluar kendaliku, bahkan jika ada yang terluka karena kebersamaan kita, aku bahkan lebih terluka jika tak bersamamu, aku tak ingin kamu hilang.
Apa yang harus kulakukan Tuan, aku tak ingin kamu berpaling, ataupun berbalik arah, selalu ada yang kuandaikan untuk kita setiap harinya, dan aku ingin kamu mengamininya.
Tuan, aku tau segalanya terlihat gila, tapi saat kukatakan aku menyayangimu lebih dari yang kau tau, hal itu benar-benar sungguhan Tuan.
Apakah kau tau Tuan, betapa bahagianya aku saat kau mengajakku bicara tentang masa depan, katamu kau tidak akan membicarakannya dengan org yg tak kau sayangi, tapi aku takut Tuan, aku takut kau membagi cerita itu dengan yang lainnya.
Aku tak ingin kau tertawa dengan wanita lain, atau dia misalnya.
Aku tak ingin kau bergurau tentang bagaimana kau akan hidup nanti dengan orang lain, rasanya sangat mencemaskan.
Apalagi melihatnya seperti mengejekku, apa yang dia katakan tentangmu selalu merisaukanku. Amat meyakinkan dirinya jika kamu bukan milikku, dan seringkali aku terpengaruh, kesalnya lagi aku tak dapat melakukan apapun, bahkan mengatakan pada dunia bahwa aku mencintaimu seperti sebuah dosa, yang hukuman beratnya diberikan olehmu.
Mengapa kau membiarkannya tapi tak membiarkan aku, kau yang jadi sebeb resahku Tuan, mengapa tak menenangkanku dengan memberiku keyakinan itu. Keyakinan kalau dia salah, keyakinan kalau wanita itu tidak benar, keyakinan kalau aku yang kau inginkan, mengapa tak kau lakukan Tuan.
Aku sangat tersiksa oleh hal itu, batinku membisu dalam asap yang membuat sesak. Aku hanya ingin merasa diinginkan Tuan, olehmu.
Aku ingin begitu mempercayaimu dan mempercayai hatiku, kalau tidak ada apa-apa diantara kalian. Tapi pikiranku tidak mendukung itu, kupikir karena aku begitu takutnya. Lantas aku harus apa tuan, semua ini tak dapat kuabaikan begitu saja.
Resah dan putus asa, ini begitu sulit.
Dan kurasa yang kubutuhkan hanyalah satu Tuan, darimu.
Misalnya seperti sebuah pengakuan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...