Tuan, tak sadarkah kamu sedang menyaksikan hiruk pikuk hatiku yang penuh sandiwara.
Yang kubisa hanya menata diksi lewat aksara tuan, hanya saja ini tidak kamu pahami.
Tuan, tahukah kamu apa yang paling dikhawatirkan seorang wanita? jawabnya adalah perubahan.
Apapun yang berubah, pasti tidak begitu menyenangkan bagi kami kaum pecinta adam. Entah usia, berat badan, warna kulit, tempat tinggal, teman/kerabat, sifat, harga sepatu/tas/lainnya, bagi kami perubahan itu menjengkelkan, apalagi berubahnya hati.
Bagaimana hatimu tuan, berubahkah? Hatiku masih sama, selalu mencintaimu, selalu menyemogakan kita, selalu mengharapkan akhir yang bahagia.
Tuan, tahukah kamu apa yang menyebalkan dari hatiku? Ia selalu tau caranya berpura-pura baik-baik saja, sungguh sandiwara yang menyedihkan!
Katanya hatiku rindu, mungkin padamu.
Bisa jadi ini perihal awal kedekatan kita, bukan kita yang sekarang.
Tapi tentang rasa yang dahulu tak pernah bisa kita salahkan, tentang bagaimana kita memulai segalanya, tentang saling temunya tatap mata kita, tentang sapaan mengagetkan yang mengawali pesan singkat kita, dari chat dan ketawa-ketawa sampai jam 2 malam, dari chat yang cuman 3hari sekali, 2 hari sekali, dari chat yang cuman saling sapa abis itu udah, dari chat yang cuman sekedar komentarin pm bbm, sampai chat itu makin intens setiap harinya.
Sampai rasa yang kita sebut "gak tau" itu muncul.
Tuan, aku yakin kamu sadar, segala awal itu selalu indah, tapi bukankah tidak begitu indah bagi kita, dari semua cerita, banyak yang terselip perihal hati yang berkorban, hati yang menangis, hati yang tersakiti, sampai kita bisa menjadi kita.
Sebabnya ini tak mudah tuan, bagiku seorang hawa.
Sebagai wanita, aku memang terlalu merepotkan bukan? ini itu pintaku mungkin sangat menyebalkan bagimu. Tapi sungguh tuan, hatiku ingin itu.
Aku tak suka dibandingkan, apalagi perihal bagaimana tentangmu dan mantan kekasihmu, sebabnya aku tak ingin kamu memperlakukanku dengan cara yang sama, mengapa tak kita lakukan dengan cara yang berbeda, tapi kamu terlalu keras kepala untuk memahami itu.
Bukannya ingin menyalahkanmu, hanya saja kamu harus tau, ini bukan hanya keharusanku untuk memahamimu, aku juga ingin dipahami.
Bahkan apa yang kuminta bukan hal menyulitkan, tapi kamu selalu mengabaikanku dengan segala alasan yang kau anggap prinsip itu.
Untuk ukuran saling mencintai, ini keterlaluan! Sering kurasa kau terlalu egois dengan membebankan segalanya padaku, bahkan ucapku tentang ini itu yang katamu harus ku ungkapkan mulai melelahkan karena tak ada yang ajaib kamu kabulkan.
Jika bagimu sulit, bagaimana denganku? Aku hanya ingin membuat segalanya adil bagiku.
Rasanya hatiku remuk, lebam, ruyam. Apakah hatimu berubah ataukah masih ada hati yang kau jaga? Lantas bagaimana dengan hatiku, siapa yang menjaganya jika kamu saja tak mengkhawatirkannya.
Aku merasa bertahan sendirian, keluhku terabaikan, pintaku terlewatkan, aku ingin marah, menangis sejadi-jadinya. Sudah kulakukan, sudah kukatakan segalanya, berkali-kali hingga selalu berujung perdebatan yang tak pernah aku menangkan, aku selalu kalah mutlak, sebab hati ini terlalu kepada siapa ia merajuk, hingga aku menyerah, selalu dalam dekapmu yang membungkam.
Tak usah kau beri penjelasan, akan kuusahakan hati ini selalu memahami, akan kupastikan selalu mencintai, karena aku tak ingin menyusahkanmu dengan perasaanku yang merepotkan ini.
Hatiku takkan berubah, kuharap juga dengan hatimu.
Yang kubisa hanya menata diksi lewat aksara tuan, hanya saja ini tidak kamu pahami.
Tuan, tahukah kamu apa yang paling dikhawatirkan seorang wanita? jawabnya adalah perubahan.
Apapun yang berubah, pasti tidak begitu menyenangkan bagi kami kaum pecinta adam. Entah usia, berat badan, warna kulit, tempat tinggal, teman/kerabat, sifat, harga sepatu/tas/lainnya, bagi kami perubahan itu menjengkelkan, apalagi berubahnya hati.
Bagaimana hatimu tuan, berubahkah? Hatiku masih sama, selalu mencintaimu, selalu menyemogakan kita, selalu mengharapkan akhir yang bahagia.
Tuan, tahukah kamu apa yang menyebalkan dari hatiku? Ia selalu tau caranya berpura-pura baik-baik saja, sungguh sandiwara yang menyedihkan!
Katanya hatiku rindu, mungkin padamu.
Bisa jadi ini perihal awal kedekatan kita, bukan kita yang sekarang.
Tapi tentang rasa yang dahulu tak pernah bisa kita salahkan, tentang bagaimana kita memulai segalanya, tentang saling temunya tatap mata kita, tentang sapaan mengagetkan yang mengawali pesan singkat kita, dari chat dan ketawa-ketawa sampai jam 2 malam, dari chat yang cuman 3hari sekali, 2 hari sekali, dari chat yang cuman saling sapa abis itu udah, dari chat yang cuman sekedar komentarin pm bbm, sampai chat itu makin intens setiap harinya.
Sampai rasa yang kita sebut "gak tau" itu muncul.
Tuan, aku yakin kamu sadar, segala awal itu selalu indah, tapi bukankah tidak begitu indah bagi kita, dari semua cerita, banyak yang terselip perihal hati yang berkorban, hati yang menangis, hati yang tersakiti, sampai kita bisa menjadi kita.
Sebabnya ini tak mudah tuan, bagiku seorang hawa.
Sebagai wanita, aku memang terlalu merepotkan bukan? ini itu pintaku mungkin sangat menyebalkan bagimu. Tapi sungguh tuan, hatiku ingin itu.
Aku tak suka dibandingkan, apalagi perihal bagaimana tentangmu dan mantan kekasihmu, sebabnya aku tak ingin kamu memperlakukanku dengan cara yang sama, mengapa tak kita lakukan dengan cara yang berbeda, tapi kamu terlalu keras kepala untuk memahami itu.
Bukannya ingin menyalahkanmu, hanya saja kamu harus tau, ini bukan hanya keharusanku untuk memahamimu, aku juga ingin dipahami.
Bahkan apa yang kuminta bukan hal menyulitkan, tapi kamu selalu mengabaikanku dengan segala alasan yang kau anggap prinsip itu.
Untuk ukuran saling mencintai, ini keterlaluan! Sering kurasa kau terlalu egois dengan membebankan segalanya padaku, bahkan ucapku tentang ini itu yang katamu harus ku ungkapkan mulai melelahkan karena tak ada yang ajaib kamu kabulkan.
Jika bagimu sulit, bagaimana denganku? Aku hanya ingin membuat segalanya adil bagiku.
Rasanya hatiku remuk, lebam, ruyam. Apakah hatimu berubah ataukah masih ada hati yang kau jaga? Lantas bagaimana dengan hatiku, siapa yang menjaganya jika kamu saja tak mengkhawatirkannya.
Aku merasa bertahan sendirian, keluhku terabaikan, pintaku terlewatkan, aku ingin marah, menangis sejadi-jadinya. Sudah kulakukan, sudah kukatakan segalanya, berkali-kali hingga selalu berujung perdebatan yang tak pernah aku menangkan, aku selalu kalah mutlak, sebab hati ini terlalu kepada siapa ia merajuk, hingga aku menyerah, selalu dalam dekapmu yang membungkam.
Tak usah kau beri penjelasan, akan kuusahakan hati ini selalu memahami, akan kupastikan selalu mencintai, karena aku tak ingin menyusahkanmu dengan perasaanku yang merepotkan ini.
Hatiku takkan berubah, kuharap juga dengan hatimu.
Komentar
Posting Komentar