Langsung ke konten utama

terhimpit

Malam ini begitu dingin, entah mengapa tapi rasanya amat menyesakkan, dadaku terhimpit lagi.
Tidak peduli malam ataupun pagi, selalu saja nyeri ini yang kau suguhkan, sampai aku membenci kenyataan.
Aku harus apalagi, bahkan berharap pun tak bisa kulakukan, sudah terlalu banyak sebabnya yang kau hempaskan.
Aku hanya merasa manusia paling bodoh, bodoh sekali.
Bagaimana bisa aku jadi hampir gila karenamu, rasanya tak karuan, sekeras apapun aku untuk tak peduli, tetap saja memikirkanmu jadi prioritasku.
Bodohnya lagi, aku sendiri tak tau bahwa aku ini apa bagimu, kenyataan bahwa aku tak pernah jadi penting untukmu sangat mencambukku.
Aku sudah mencoba bertahan, sekuat yang kubisa dan semampu kulakukan, tapi tetap saja aku tak pernah bernilai dimatamu.
Bahkan kau tak pernah tau bahwa aku mencintaimu dengan sepenuh hati, bukan hanya sekedar kebetulan seperti pada awalnya, bukan ketidaksengajaan yang tanpa alasan, aku memang tidak tau kenapa, tapi aku tau jika aku benar-benar menyukaimu.
Kau tak pernah tau betapa remuknya hatiku diperlakukan seakan tidak ada, air mataku tumpah hingga sulit bernafas, menahan agar tak terlalu banyak yang tumpah namun malah semakin sesak, sesenggukan setengah mati hingga rasanya semua ini terlihat tak adil, aku mengalami semua itu tanpa kau peduli.
Aku bisa apa jika aku memang tak berarti bagimu, aku lelah tapi aku tak berani pergi.
Aku tak bisa membayangkan bagaimana hariku tanpamu, jangankan sehari, satu jam, dua jam yang berlalu sejak kemarin saja sungguh amat menyiksaku.
Aku tak ingin menulis cerita di blogku dengan judul satu hari setelah kamu pergi, lima hari setelah semuanya berlalu,  sepuluh hari tanpamu, ataupun hari-hari menyedihkan penuh kekosaongan lainnya yang kulalui tanpamu.
Lalu aku harus apa, ini begitu sepi dan begitu dingin, memikirkanmu makin membuatku sulit bernafas, tapi kamu tetap tak ada, dalam kedip lampu handphoneku lewat pesan singkatmu.
Padahal aku merindukanmu, dengan marah luar biasa karena merasa dicampakkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...