Malam ini begitu dingin, entah mengapa tapi rasanya amat menyesakkan, dadaku terhimpit lagi.
Tidak peduli malam ataupun pagi, selalu saja nyeri ini yang kau suguhkan, sampai aku membenci kenyataan.
Aku harus apalagi, bahkan berharap pun tak bisa kulakukan, sudah terlalu banyak sebabnya yang kau hempaskan.
Aku hanya merasa manusia paling bodoh, bodoh sekali.
Bagaimana bisa aku jadi hampir gila karenamu, rasanya tak karuan, sekeras apapun aku untuk tak peduli, tetap saja memikirkanmu jadi prioritasku.
Bodohnya lagi, aku sendiri tak tau bahwa aku ini apa bagimu, kenyataan bahwa aku tak pernah jadi penting untukmu sangat mencambukku.
Aku sudah mencoba bertahan, sekuat yang kubisa dan semampu kulakukan, tapi tetap saja aku tak pernah bernilai dimatamu.
Bahkan kau tak pernah tau bahwa aku mencintaimu dengan sepenuh hati, bukan hanya sekedar kebetulan seperti pada awalnya, bukan ketidaksengajaan yang tanpa alasan, aku memang tidak tau kenapa, tapi aku tau jika aku benar-benar menyukaimu.
Kau tak pernah tau betapa remuknya hatiku diperlakukan seakan tidak ada, air mataku tumpah hingga sulit bernafas, menahan agar tak terlalu banyak yang tumpah namun malah semakin sesak, sesenggukan setengah mati hingga rasanya semua ini terlihat tak adil, aku mengalami semua itu tanpa kau peduli.
Aku bisa apa jika aku memang tak berarti bagimu, aku lelah tapi aku tak berani pergi.
Aku tak bisa membayangkan bagaimana hariku tanpamu, jangankan sehari, satu jam, dua jam yang berlalu sejak kemarin saja sungguh amat menyiksaku.
Aku tak ingin menulis cerita di blogku dengan judul satu hari setelah kamu pergi, lima hari setelah semuanya berlalu, sepuluh hari tanpamu, ataupun hari-hari menyedihkan penuh kekosaongan lainnya yang kulalui tanpamu.
Lalu aku harus apa, ini begitu sepi dan begitu dingin, memikirkanmu makin membuatku sulit bernafas, tapi kamu tetap tak ada, dalam kedip lampu handphoneku lewat pesan singkatmu.
Padahal aku merindukanmu, dengan marah luar biasa karena merasa dicampakkan.
Tidak peduli malam ataupun pagi, selalu saja nyeri ini yang kau suguhkan, sampai aku membenci kenyataan.
Aku harus apalagi, bahkan berharap pun tak bisa kulakukan, sudah terlalu banyak sebabnya yang kau hempaskan.
Aku hanya merasa manusia paling bodoh, bodoh sekali.
Bagaimana bisa aku jadi hampir gila karenamu, rasanya tak karuan, sekeras apapun aku untuk tak peduli, tetap saja memikirkanmu jadi prioritasku.
Bodohnya lagi, aku sendiri tak tau bahwa aku ini apa bagimu, kenyataan bahwa aku tak pernah jadi penting untukmu sangat mencambukku.
Aku sudah mencoba bertahan, sekuat yang kubisa dan semampu kulakukan, tapi tetap saja aku tak pernah bernilai dimatamu.
Bahkan kau tak pernah tau bahwa aku mencintaimu dengan sepenuh hati, bukan hanya sekedar kebetulan seperti pada awalnya, bukan ketidaksengajaan yang tanpa alasan, aku memang tidak tau kenapa, tapi aku tau jika aku benar-benar menyukaimu.
Kau tak pernah tau betapa remuknya hatiku diperlakukan seakan tidak ada, air mataku tumpah hingga sulit bernafas, menahan agar tak terlalu banyak yang tumpah namun malah semakin sesak, sesenggukan setengah mati hingga rasanya semua ini terlihat tak adil, aku mengalami semua itu tanpa kau peduli.
Aku bisa apa jika aku memang tak berarti bagimu, aku lelah tapi aku tak berani pergi.
Aku tak bisa membayangkan bagaimana hariku tanpamu, jangankan sehari, satu jam, dua jam yang berlalu sejak kemarin saja sungguh amat menyiksaku.
Aku tak ingin menulis cerita di blogku dengan judul satu hari setelah kamu pergi, lima hari setelah semuanya berlalu, sepuluh hari tanpamu, ataupun hari-hari menyedihkan penuh kekosaongan lainnya yang kulalui tanpamu.
Lalu aku harus apa, ini begitu sepi dan begitu dingin, memikirkanmu makin membuatku sulit bernafas, tapi kamu tetap tak ada, dalam kedip lampu handphoneku lewat pesan singkatmu.
Padahal aku merindukanmu, dengan marah luar biasa karena merasa dicampakkan.
Komentar
Posting Komentar