Langsung ke konten utama

Tiba-tiba

Tiba-tiba​
Tiba-tiba mendung menghampiri mata, kala mataku tertaut pandang padamu.
Bukan jarak yang cukup jauh, jika hanya untuk datang, menghampirimu, kemudian memelukmu dengan erat, kemudian berkata dengan lirih ditelingamu, aku merindukanmu.
Tiba-tiba berkabut, masih saat mataku memandangmu yang berjalan menjauh dari tempatku berdiri, hanya sekilas mata kita bertemu, namun kau lempar pandangan itu begitu cepat, dan seketika aku merasa dicampakkan. Cukup singkat hingga kamu menghilang dari pandanganku, sedangkan aku masih mematung membisu dengan kabut dimataku.
Tiba-tiba seperti tersambar, gemuruh riuh terdengar dimana-mana, tapi aku merasa sepi, amat sepi sejak banyak waktu kulewati tanpa kita saling mengabari, aku tak tau kamu dimana, sedangkan aku masih ditempatku bersama gemuruh yang sepi menantimu menyapaku, menghampiri memelukku, membisikkan dengan lirih ditelingaku, bahwa kau pun merindukanku, lebih banyak.
Seperti akan hujan..
Mendung, kabut, dan gemuruh jadi satu, dan aku membeku ditempatku.
Tiba-tiba basah, benar hujan. Luruh begitu saja tanpa perintah, air ini mengalir dari kelopak sayu mataku, rasanya amat pilu, sesak bergumul dalam dadaku, terengah-engah merindu, mengharap, menantimu, tapi kamu malah memudar, menjauh, menghilang, lalu pergi.
Entah kemana tanpa pamit, tanpa lambaian tangan, tanpa menenangkanku, tanpa mengatakan kamu akan kembali, tanpa menyuruhku menunggumu, tanpa kepastian kau masih ada di bumi.
Lalu aku harus bagaimana, aku masih sesenggukan ditempatku, mataku pun masih basah, dan ini hampir petang, aku ketakutan.
Aku takut gelap tanpamu, aku takut sepi dalam gelap, aku takut hening tanpa pecahan suaramu, aku takut detik jam dinding yang mendominasi, aku takut sendiri, aku takut terlelap, aku takut menutup mataku, aku takut melalui petang yang panjang ini, aku ketakutan.
Tiba-tiba selalu ada kamu dalam setiap ketakutanku, tapi kamu tak pernah datang, dalam banyak petang yang sudah terlewati. Sedangkan aku masih disini, seperti bodoh tak tau diri, merindukanmu dalam gelap disudut ruang yang tak pernah kau singgahi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...