Langsung ke konten utama

Cemas'



Aku tidak tau sebenarnya aku kenapa, aku hanya seperti kebingungan, dan kehilangan arah untuk diriku sendiri. Beberapa waktu lalu kupikir arah itu masih menuju ke dirimu, tapi lamat-lamat kamu menjauh dari jarak rengkuhku.
Memikirkanmu, aku berada di dalam ilusi rentan pada sunyi yang penuh dengan kecemasan. Sungguh cemas, seperti merindukanmu adalah dosa yang tak seharusnya kulakukan. Tak sanggup merelakan karena harapan menjadi kejanggalan yang menjelma menjadi sebuah pertanyaan. Seperti itu dirimu kugelisahkan namun kemudian menjelma menjadi keraguan tanpa harapan.
Kamu dimana sekarang? Aku masih disini, ditempat semula dimana hatiku tak pernah berhenti mencintaimu, di tempat semula dimana diri ini menunggumu.
Aku masih menunggu, meski ku tau beberapa pergi tak mengenal pulang.
Aku berusaha ikhlas, meski ku tau beberapa salah tak mengenal maaf.
Aku masih menanti, meski beberapa belum tak mengenal sudah.
Dan aku akan terima, meski beberapa lara tak mengenal rela.
Aku memang masih semarah itu, sepetah hati itu, sekecewa itu, sesakit itu, dan seberlebihan itu, tapi kamu tak harus tak sepeduli itu.
Bagaimana aku bisa bertahan, aku berdebu. Apa yang kuharapkan dari pesan singkatmu yang tak pernah kuhapus, membacanya berulang-ulang, tersenyum, lalu tertawa sekencang-kencangnya, kemuadian aku menangis begitu saja tanpa tau caranya berhenti hingga aku kelelahan. Rasanya menyesakkan, semua terlalu indah untuk sekedar dijadikan kenangan, bahkan jadi menyakitkan karena tak dapat lagi ku upayakan.
Hari ini aku mempermasalahkan kenangan yang kau ciptakan, mengapa harus terlalu indah untuk ukuran sebuah kenangan, mengapa harus dijaraki terlalu jauh jika untuk dikenang, dan apakah segalanya akan tetap indah jika aku sendiri yang mengenang sepeninggalan hatimu .
Karenamu aku patah hati berkali-kali, dan sandiwara terbaikku adalah terlihat baik-baik saja tanpa kamu.
Kamu dimana? Aku hanya benar-benar terluka, mengapa tak berkata maaf, mengapa tak menemuiku, mengapa malah melarikan diri, menjadi pengecut yang tak tau caranya berjuang? Mengapa? Dan kamu dimana?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...