Aku membenci waktu.
Membenci perasaanku yang tak bisa membencimu.
Semakin hari semakin tak kumengerti, mengapa waktu semakin mengukuhkan perasaan ini.
Bahkan disaat aku tak pernah terlihat di matamu ataupun menjadi bermakna bagimu, aku tetap tak bisa meninggalkan perasaan ini jauh dibelakang.
Cinta bukan soal memberi dan menerima tapi lebih kepada ada dan tiada.
Apakah aku pernah ada dihatimu, atau masihkah ada aku ditempat itu, atau mungkinkah keberadaanku sama halnya dengan keberadaanmu dihatiku.
Jelas tidak, aku tau aku tak pernah seberharga itu bagimu.
Yang ku ketahui kini, tak ada hal yang diniati dengan tulus akan berujung sia-sia, walaupun terkadang segalanya tak berbalas. Hanya mungkin jika memang tak ada pilihan, apakah memang aku tak boleh lagi memaksakannya, atau aku harus mundur perlahan-lahan.
Tegaslah, meski harus melukai.
Katakan tidak jika kau tak inginkanku. Jangan membuatku menjadi begitu tidak berarti. Perjuangan butuh lebih dari sekedar rasa dan nostalgia semata.
Jadi pastikan bagaimana perasaanmu. Bahkan aku bersedia mengikhlaskan perasaanku jika memang katamu tidak, karena aku tak ingin kelak kita saling melukai.
Diabaikan, sudah cukup membuatku terluka dengan luar biasa.
Aku masih menantimu tak kenal waktu, takut kamu meninggalkan sewaktu-waktu, atau membenciku diujung waktu.
Tapi jika kamu ingin hilang, aku akan membiarkanmu hilang. Berpura-pura menutup mataku agar tak melihatmu berjalan menjauh.
Jika pergi bagimu adalah pilihan yang menyenangkan, aku akan menahan diriku supaya tak menahanmu, melihat kearah lain supaya kaki tak berlari mengejarmu.
Lalu akan kubiarkan kamu berjalan kemanapun dan segala yang tertahan akan kulepaskan menjadi isak sesak tanpa suara setelah benar-benar kehilangan jejakmu.
Dan biarkan lah aku mencintaimu dalam waktu panjang yang tak akan pernah kau tau batasnya.
Membenci perasaanku yang tak bisa membencimu.
Semakin hari semakin tak kumengerti, mengapa waktu semakin mengukuhkan perasaan ini.
Bahkan disaat aku tak pernah terlihat di matamu ataupun menjadi bermakna bagimu, aku tetap tak bisa meninggalkan perasaan ini jauh dibelakang.
Cinta bukan soal memberi dan menerima tapi lebih kepada ada dan tiada.
Apakah aku pernah ada dihatimu, atau masihkah ada aku ditempat itu, atau mungkinkah keberadaanku sama halnya dengan keberadaanmu dihatiku.
Jelas tidak, aku tau aku tak pernah seberharga itu bagimu.
Yang ku ketahui kini, tak ada hal yang diniati dengan tulus akan berujung sia-sia, walaupun terkadang segalanya tak berbalas. Hanya mungkin jika memang tak ada pilihan, apakah memang aku tak boleh lagi memaksakannya, atau aku harus mundur perlahan-lahan.
Tegaslah, meski harus melukai.
Katakan tidak jika kau tak inginkanku. Jangan membuatku menjadi begitu tidak berarti. Perjuangan butuh lebih dari sekedar rasa dan nostalgia semata.
Jadi pastikan bagaimana perasaanmu. Bahkan aku bersedia mengikhlaskan perasaanku jika memang katamu tidak, karena aku tak ingin kelak kita saling melukai.
Diabaikan, sudah cukup membuatku terluka dengan luar biasa.
Aku masih menantimu tak kenal waktu, takut kamu meninggalkan sewaktu-waktu, atau membenciku diujung waktu.
Tapi jika kamu ingin hilang, aku akan membiarkanmu hilang. Berpura-pura menutup mataku agar tak melihatmu berjalan menjauh.
Jika pergi bagimu adalah pilihan yang menyenangkan, aku akan menahan diriku supaya tak menahanmu, melihat kearah lain supaya kaki tak berlari mengejarmu.
Lalu akan kubiarkan kamu berjalan kemanapun dan segala yang tertahan akan kulepaskan menjadi isak sesak tanpa suara setelah benar-benar kehilangan jejakmu.
Dan biarkan lah aku mencintaimu dalam waktu panjang yang tak akan pernah kau tau batasnya.
Komentar
Posting Komentar