Langsung ke konten utama

batas waktu

Aku membenci waktu.
Membenci perasaanku yang tak bisa membencimu.
Semakin hari semakin tak kumengerti, mengapa waktu semakin mengukuhkan perasaan ini.
Bahkan disaat aku tak pernah terlihat di matamu ataupun menjadi bermakna bagimu, aku tetap tak bisa meninggalkan perasaan ini jauh dibelakang.
Cinta bukan soal memberi dan menerima tapi lebih kepada ada dan tiada.
Apakah aku pernah ada dihatimu, atau masihkah ada aku ditempat itu, atau mungkinkah keberadaanku sama halnya dengan keberadaanmu dihatiku.
Jelas tidak, aku tau aku tak pernah seberharga itu bagimu.
Yang ku ketahui kini, tak ada hal yang diniati dengan tulus akan berujung sia-sia, walaupun terkadang segalanya tak berbalas. Hanya mungkin jika memang tak ada pilihan, apakah memang aku tak boleh lagi memaksakannya, atau aku harus mundur perlahan-lahan.
Tegaslah, meski harus melukai.
Katakan tidak jika kau tak inginkanku. Jangan membuatku menjadi begitu tidak berarti. Perjuangan butuh lebih dari sekedar rasa dan nostalgia semata.
Jadi pastikan bagaimana perasaanmu. Bahkan aku bersedia mengikhlaskan perasaanku jika memang katamu tidak, karena aku tak ingin kelak kita saling melukai.
Diabaikan, sudah cukup membuatku terluka dengan luar biasa.

Aku masih menantimu tak kenal waktu, takut kamu meninggalkan sewaktu-waktu, atau membenciku diujung waktu.
Tapi jika kamu ingin hilang, aku akan membiarkanmu hilang. Berpura-pura menutup mataku agar tak melihatmu berjalan menjauh.
Jika pergi bagimu adalah pilihan yang menyenangkan, aku akan menahan diriku supaya tak menahanmu, melihat kearah lain supaya kaki tak berlari mengejarmu.
Lalu akan kubiarkan kamu berjalan kemanapun dan segala yang tertahan akan kulepaskan menjadi isak sesak tanpa suara setelah benar-benar kehilangan jejakmu.
Dan biarkan lah aku mencintaimu dalam waktu panjang yang tak akan pernah kau tau batasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...