Langsung ke konten utama

Oktober lalu berlalu

Kembali lagi pada Oktober, hari hujan hampir mengintimidasi pada setiap tanggalnya, tahun lalu pun begitu.
Perkiraanku ini akan berlanjut sampai pergantian tahun.
Ah yaaa, aku bukan peramal cuaca apalagi penolak hujan. Segalanya hanya masih teringat jelas, tentang hujan, sore, dan banyak kenangan indah lainnya di Oktober yang lalu.
Pagi ini hujan, tapi langit cukup cerah bahkan tak ada awan hitam yang bergulung disana.
Aku memandangi langit pagi yang kuning keemasan, mencari mentari yang bersembunyi dibalik awan putih, melihat hujan yang turun tanpa malu karena warnanya jadi keperakan tersorot cahaya dari langit.
Namun aku memilih kembali bersembunyi dalam selimutku dari pada memandangi hal yang biasanya jadi kesukaanku itu.
Mencari gelap yang hangat untuk bersembunyi, dan berharap hujan turun semakin deras.
Hujan berhasil menjebakku, menguapkan kenangan yang terkubur lama.
Seperti di Oktober lalu, misalnya saat aku dan kamu banyak menghabiskan waktu memandangi langit sore bersama, atau saat beberapa kali kita membiarkan tubuh bermandikan hujan, atau saat kita menyusuri jalan yang panjang hanya sekedar untuk memandangi pohon ditengah lautan.
Jingga saat itu terlihat begitu indah, dan renyah tawa kita masih terekam erat di memoriku, kemudian berjuta perasaan cemas yang penuh gairah kala itu menjalar karena ketegangan cinta yang tak seharusnya disalahkan, juga rasa bersalah karena mempertahankan yang tak seharusnya dipaksakan.
Oktober lalu yang rumit, penuh dengan kenangan tapi juga membahagiakan, sepertinya kurindukan.
Banyak yang hilang, banyak yang tak terduga, kupikir segalanya akan berjalan baik, namun ternyata semiris ini.
Bulan-bulan indahku hilang, segalanya berlalu, mungkin takkan terulang lagi, dan kusesali segalanya begitu cepat.
Aku marah?
Ya, tentu sangat marah rasanya. Segalanya berlalu tanpa rekaman yang baik, tak ada banyak yang terabadikan, bahkan kamu berlalu tanpa lambaian tangan, juga tanpa sepatah kata yang terucap, hanya menghilang disaat kamu ingin hilang.
Tak seberarti itu rupanya aku.
Lalu aku bagaimana? Diam? Mundur? Kehilangan? Rindu? Mengenang? Dan terluka!
Kamu pergi? Kubiarkan! Sebaiknya jangan datang. Tak mudah menata hati, sulit jika setiap seperkian detik kamu berubah-ubah. Sejenak menjadi malaikat, sejenak kemudian menjadi iblis.
Apa yang kamu pikirkan tentang cinta?
Kukira usia hati kita yang tak pernah sama membuat segalanya tak berjalan lancar. Padahal aku sudah berusaha keras agar kita sebaya dan sepakat untuk urusan perasaan.
Lantas bagaimana jika masih tak saling memahami. Bukankah cinta pun mengalami banyak waktu sulit yang harusnya dilalui bersama, bukan jalan sendiri-sendiri. Kamu di depan dan aku dibelakang.
Harusnya kita saling melibatkan, tapi kamu tak pernah ada di waktu sulitku. Padahal aku sangat ingin mencampuri waktu sulitmu.
Hingga kurasakan, mengapa mencintaimu aku harus jadi semenyedihkan ini, mungkin aku yang terlalu memaksakan.
Hanya saja maaf, maaf jika ternyata itu menyusahkanmu.
Baiklah Tuan, terserah apa maumu. Aku disini saja, silahkan berlalu kemanapun kau mau, selamat kau bebas dari hati yang merepotkanmu.
Selamat berlalu Oktober kemarin. Dan percayalah bahwa kehilangan adalah proses menemukan.
Jadi silahkan menemukan bahagiamu Tuan, aku melepasmu berharap kau mendapati waktu yang lebih baik daripada saat bersamaku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...